Ketika membuka notifikasi twitter, saya kaget membaca ada akun yang marah-marah, begini bunyinya:
Anda pikir yg marah atau ngomel itu org yg seperti anda? Justru yg marah itu org yg miskin yg kamu anggap saudara itu...
Wah ada apa ini?
Akhirnya saya ingat beberapa hari sebelumnya sempat menjawab tweet salah seorang rekan kompasianer. Kala itu ada trending topic #TaktikPakaiListrik.Â
Merasa setuju dengan tweet @PicalGadi saya menjawab:
Aha, tidak tahu dia bahwa saya juga emak-emak yang terkena dampak pencabutan subsidi listrik 900 VA. Rumah yang saya tempati rumah lama nan tua milik pensiunan pegawai KAI (Kereta Api Indonesia). Besar kemungkinan survei yang dilakukan PLN menganggap penghuninya sanggup membayar tarif listrik yang normal. Sehingga jreng...jreng... membengkaklah tagihan listrik hingga 2 x lipat.
Nangis? Tidak. Marah-marah? Apalagi, malesin banget. Lha wong siapapun bisa mendapat kembali subsidi listrik yang dicabut. Datang saja ke kantor PLN terdekat, bikin permohonan, nanti ada petugas yang memverifikasi benarkah sang pemohon termasuk kriteria golongan tidak mampu. Jika ya, nanti ada pengembalian kelebihan bayar.
Paling tidak itulah yang saya pahami dari konferensi pers Menteri ESDM, Ignatius Jonan (Jakarta, Rabu 21/6/2017). Bahkan setelah Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) melakukan serangkaian verifikasi didapat tambahan 2,44 juta pelanggan yang berhak mendapat subsidi listrik. Mereka akan mendapat pengembalian kelebihan pembayaran listrik yang kadung dibayar sejak Januari 2017 hingga Juni 2017. Dan berapa jumlah subsidi yang harus disiapkan untuk 2,44 juta pelanggan tersebut? Rp 1,71 triliun saja.
Wah jumlah yang banyak ya? Tak kurang dari Rp 52,13 triliun masuk dalam usulan RAPBN Perubahan 2017 sebagai subsidi listrik untuk 27 juta pelanggan.
Itulah sebabnya saya sangat menyetujui 4 kiat hemat listrik yang diajukan Pical Gadi.
1. Kurangi waktu menyalakan TV
Jauh sebelum subsidi listrik dicabut, saya terbiasa hanya menyalakan TV ketika ingin menonton saja. Untuk melihat kecantikan Najwa Shihab atau sekedar ketawa-ketiwi melihat ulah Sule, selebihnya saya matikan. Berita bisa dilihat dari timeline twitter yang menyajikan berita lebih cepat dibanding stasiun TV nasional. Bahkan membuka Kompasiana lebih mengasyikkan karena beritanya sudah dibumbui opini. ^^
2. Pakai lampu hemat energi
Nah nampaknya sekarang justru sulit menemukan bohlam jadul nan boros energi. Semua sudah hemat energi, silakan pilih sesuai kocek. Ada merk terkenal yang tidak memberikan garansi, dan merk  "baru terdengar" yang umumnya memberi jaminan 1 tahun.
3. Matikan lampu teras pagi-pagi
Kini bahkan saya melakukan tindakan ekstrim mematikan lampu ruangan tengah yang kosong. Untuk penerangan, cukup membuka jendela dan pintu lebar-lebar. Selain hemat energi, udara segarpun masuk.
4. Cabut steker
Nah ini saya sering lupa. Seusai memakai mixer, blender, charger ponsel biasanya lupa melepaskan dengan sambungan stop kontak. Padahal pada tahun 2011 saya sudah pernah menulis tentang vampire listrik yang mampu menyedot 10 % dari total konsumsi rumah tangga. Atau artinya walau tidak dipakai tapi listrik tetap mengalir dan terbuang percuma.
Itu sebabnya keluarga yang hendak berlibur dan meninggalkan rumah dalam waktu lama, harus mencabut setiap sambungan listrik (kecuali lemari es), jika tidak ingin rumahnya sudah berubah jadi abu ketika pulang. (sumber)
Kasihan ngga sih? Ibu yang melahirkan anaknya harus menerima nasib menggunakan cempor.  Bagaimana jika ternyata harus operasi caesar? Entahlah. Demikian anak-anak yang mendapat tugas mengerjakan PR dan menghapal pelajaran. Ah, sungguh kita-kita  yang hidup di perkotaan Jawa- Bali telah dianak-emaskan.
Namun sesuai janji Jokowi untuk meningkatkan rasio elektrifikasi. Pada akhir tahun 2016, pemerintah sudah berhasil mencapai angka 91,15 %. Rata-rata kenaikan 4,75% per tahun ini merupakan rata-rata kenaikan tertinggi. Sebelumnya  tahun 2010 rata-rata kenaikan rasio elektrifikasi hanya sekitar 0,7 - 0,8 % per tahun. Prestasi bukan sih? Prestasi dong ya? Yuk, standing applause untuk beliau.
Pekerjaan rumahnya memang berat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014, terdapat 2.519 desa yang belum mendapat sambungan listrik. Semakin bertambah berat jika infrastruktur Indonesia Timur tidak segera dibenahi. Dan rupanya itulah yang sedang dikerjakan. Apakah di akhir masa jabatannya, tahun  2019, Jokowi mampu menuntaskan 100 % kebutuhan listrik rakyat Indonesia? Kita tunggu saja.
sumber berita:
Pikiran Rakyat 22 Juni 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H