Sekitar tahun 1990-an, sangat jarang ditemui perempuan menggunakan hijab untuk menutupi rambutnya. Bahkan tahun 1995 tatkala saya memasukan anak sulung ke TK (Taman Kanak-Kanak) hanya 2 orang ibu yang menggunakan hijab. Tapi kini? Jangan ditanya, cukup sulit mencari perempuan yang  membiarkan rambutnya tergerai.
Tentu saja apa yang terjadi di sekolah pembauran tersebut tidak dapat merefleksikan situasi sesungguhnya di masyarakat Indonesia. Tapi tumbuh suburnya industri busana muslimah pastilah berkaitan dengan kebutuhan perempuan masa kini. Sehingga sangat menarik untuk membahas penggunaan kain penutup kepala yang mengalami perubahan dari masa ke masa, karena seperti kata desainer Ivan Gunawan: "Untuk muslimah, hijab itu pengganti rambut. Jadi pilihlah yang bagus dan kreasikan".
Setuju dengan pendapat Ivan? Mungkin tidak. Seperti penggunaan kata hijab yang saya campur di sini dengan jilbab dan kerudung. Karena jika merunut wiki, jilbab merupakan keseluruhan busana  muslim, sementara tulisan sederhana ini hanya membahas kain kerudung. Itupun menjadi polemik di antara pemakainya yang disebabkan perbedaan tafsir antar ulama. Untuk itu saya berpegang pada penjelasan ulama terkenal tanah air, Quraish Shihab yang menjelaskan mengenai perbedaan tafsir jilbab sebagai berikut:
Perbedaan para pakar hukum itu adalah perbedaan antara pendapat-pendapat manusia yang mereka kemukakan dalam konteks situasi zaman serta kondisi masa dan masyarakat mereka, serta pertimbangan-pertimbangan nalar mereka, dan bukannya hukum Allah yang jelas, pasti dan tegas.
Mungkin perbedaan itulah yang menyebabkan  jilbab di Indonesia mengalami tren. Tidak statis seperti di negara lain.Â
Seperti apa? Yuk kita lihat.
1. Kerudung Cekek
Ada 2 cara pemakaian kerudung cekek, tergantung bahannya. Bahan segiempat membutuhkan banyak peniti untuk bagian samping wajah bawah leher hingga sekitar telinga, sungguh sangat ribet ^^ . Sedangkan bahan instan (kaus), cukup menarik sisa bahan kebelakang dan pasang peniti di situ. Salah seorang pejabat yang hingga kini masih setia menggunakannya adalah walikota Surabaya, Tri Rismaharini. Pertimbangan perempuan enerjik itu tentunya karena simple dan praktis.
2. Kerudung Si Cinta
Style kerudung ini sangat cocok untuk perempuan yang memiliki mobilitas tinggi, salah satunya Oki Asokawati, mantan peragawati yang menjadi anggota DPRRI.
3. Kerudung Pashmina
5. Kerudung Segi Empat
Nah bagaimana? Tertarik mengikuti tren? Atau mengikuti saran desainer Ernie Kosasih, bahwa perempuan bebas memilih busana muslim yang nyaman, sesuai dengan aktivitasnya, asalkan tidak menerawang dan tidak menonjolkan bentuk tubuh? Hmm..... tentu saja bebas saja karena pemilihan hijab/jilbab/kerudung atau bahkan tidak memakainya merupakan area privasi kita dengan Sang Pencipta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H