Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Tahu Bulat Rasa Umami, Camilan Aman dan Halal untuk Ananda Tersayang

8 Maret 2017   23:57 Diperbarui: 9 Maret 2017   00:11 863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tahu bulat. Digoreng. Dadakan. Lima ratusan. Anget-anget.”

Wah kita semua pasti familier dengan lagu itu. Lagu dengan kalimat sama yang diulang – ulang mengiringi penjual tahu goreng menyapa calon pembeli. Sebetulnya dagangan mereka sangat sederhana. Hanya tahu berbentuk bulat yang digoreng dalam minyak berjumlah banyak hingga merendam seluruh permukaan tahu dan suhunya jangan terlalu panas. Setelah tahu berbentuk bulat sempurna barulah diangkat. Harus disantap  selagi panas/hangat dengan tepung bumbu yang mereka sediakan. Tahu bulat berkurang kenikmatannya jika sudah dingin.

Itulah yang menjadi alasan tukang tahu menggunakan kendaraan bak terbuka berkeliling ke pelosok daerah, khususnya Jawa Barat. Mereka menjemput bola dengan trik marketing yang jitu yaitu mewartakan kehadirannya lewat lagu sederhana yang diulang-ulang. Ditambah harganya yang murah, hanya lima ratus rupiah per buah, penjual tahu bulat sukses merebut pasar.

Awal  mengenal tahu bulat ketika sedang berkunjung ke rumah adik di kawasan Tangerang yang beririsan dengan Jakarta Selatan. Keponakan saya yang cantik tergoda untuk membeli  ketika penjual tahu bulat lewat di depan rumah sambil  mendendangkan lagu khasnya dengan suara membahana.

“Jangan beli terlalu banyak”, kata saya mengingatkan, kawatir dia hanya tergiur penampilan tahu bulat yang nampak enak ketika masih panas. Karena tahu bulat menjadi alot, tidak krispy setelah mendingin. Akhirnya bisa diduga, tahu bulat menjadi mubazir. Terlebih bumbunya sering kebablasan, terlalu banyak. Rasa tahu bulat menjadi sungguh tak karuan.

Alasan lain yang akhirnya membuat saya beranjak ke dapur adalah karena Grace, keponakan cantik lainnya yang berumur 3 tahun terpaksa harus meringis kepedasan setelah mencoba tahu bulat milik kakaknya. Memang serba sulit, tahu bulat tanpa bumbu kok tidak enak. Jika diberi bumbu, tidak semua anggota keluarga bisa menikmati.

Padahal gampang sekali lho membuat tahu bulat. Tahu biasa yang kita beli diperas hingga kandungan airnya habis, kemudian dibentuk bulat dan digoreng. Buatan sendiri jelas  lebih unggul. Simpan di lemari es maka bisa dinikmati kapan saja. Tahu bulat juga terjamin kebersihannya serta lebih “kaya” sesudah diberi isian  sesuai selera anggota keluarga, seperti sosis, telur puyuh, wortel rebus atau bakso. Dan yang paling penting, tahu bulat cukup dibumbui rasa umami agar setiap anggota keluarga bisa menyantapnya.

Apa itu rasa umami? Rasa umami adalah rasa gurih atau lezat, salah satu bagian dari lima dasar rasa lainnya yaitu  rasa manis, asin, pahit dan asam. Umumnya ibu rumah tangga membubuhi rasa umami dari monosodium glutamate (MSG) yang dengan mudah ditemui di toserba, warung dan kios di pasar.

Lho bukankah terlalu banyak MSG menyebabkan seseorang menjadi sakit? Ya, tentu saja, apapun yang disantap berlebihan akan membawa dampak negatif. Termasuk MSG (rasa umami), gula (rasa manis), garam (rasa asin), asam/cuka (rasa asam). Komposisinya harus tepat agar rasa masakan enak dan tidak terkena efek samping.

Rasa umami telah dikenal lama melalui masakan yang dibumbui tauco, terasi atau petis. Sedangkan masakan lainnya, seperti mi bakso tentu saja tidak cocok dibumbui tauco, terasi atau petis, karena itu dibubuhi sedikit MSG supaya rasanya lebih “nendang”. Di Indonesia, bubuk MSG merupakan fermentasi garam natrium (sodium) dari asam glutamate, suatu asam amino yang terdapat dalam semua jenis protein.  Dibubuhkan pada masakan untuk pembangkit cita rasa, MSG pertama kali dikenal dengan merk Ve-Tsin yang kini sudah sulit didapat. Walau demikian masyarakat telah kadung menamakan MSG sebagai vetsin atau micin ketika dilafalkan oleh etnis Sunda.

Banyak merk micin atau MSG yang beredar di pasar, salah satunya Ayinomoto®. Merupakan penyedap rasa yang aman dan halal berasal dari fermentasi bahan alami tetes air tebu dan tepung singkong, mengandung 78 % glutamate, 12 % sodium dan 10 % air. Pelaku kuliner memasukkan Ayinomoto® dalam high level karena selain memiliki banyak ragam, rasa MSG dari Ayinomoto® lebih “nendang”, ada pula yang mengatakan rasanya lebih manis. Penggunaannya cukup sedikit saja sudah maknyuss …. ^^

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun