Wah permintaan yang terlalu banyak, terlebih tanpa bantuan sumber daya. Saya hanya menyanggupi untuk mendampingi dan memberi pemahaman pengelolaan sampah, urban farming. Yah, anggap saja silaturahmi ke warga masyarakat yang tinggal di RW tetangga, karena saya menempati perumahan di RW 11 sedangkan komunitas dampingan berada di RW 10. Komunitas tersebut dinamakan komunitas Engkang-engkang karena menghuni area pinggir sungai Cidurian. Engkang-engkang adalah suatu binatang yang hanya mau menghuni sungai yang bersih. Biasa digunakan sebagai bio indikator suatu aliran sungai.
Ternyata tidak mudah mendampingi warga, sehingga saya sering bolak-balik ke kantor kecamatan untuk berdiskusi dengan pak camat atau wakilnya. Bahkan lebih sering dengan sang wakil camat, Pak Yudi. Dengannya saya berdiskusi dan bertanya tentang banyak hal. Maklum sebelumnya saya belum pernah ikut program pemerintah, entah itu PKK atau Posyandu. Sementara dari situlah harusnya saya masuk. Bekerja bersama lembaga dan program buatan pemerintah akan memudahkan apapun kegiatan kita. Toh untuk warga masyarakat yang sama.
Sesudah begitu banyak janji bertemu tapi batal, pertemuan terakhir justru membahagiakan. Sama sekali tidak menyangka bahwa apa yang kita lakukan dapat menginspirasi orang lain untuk melakukan juga. Demi menuju eco office, Pak Yudi memilih cara termudah dulu yang minim biaya yaitu mengubah perilaku pegawai kecamatan agar mengurangi sampah. Saya yakin tidak mudah tetapi bukan tidak mungkin. Karena sebetulnya belum lama kita mengenal plastik sekali pakai. Baru terbilang puluhan tahun. Mengubahnya hanya memerlukan komitmen, mau atau tidak berkorban untuk generasi penerus yang membutuhkan kehidupan yang nyaman dan berkelanjutan. Hanya itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H