Pada jaman dahulu kala, hiduplah seorang putri yang cantik molek di suatu negara bernama Kerajaan Pisang. Dinamakan Kerajaan Pisang karena negara ini penghasil pisang nomor satu di dunia. Setiap harinya ribuan kontainer pisang diekspor ke negara lain, menyebabkan Sang Raja sangat sibuk menghitung upeti. Satu kontainer berarti satu kotak upeti.
Berbeda dengan Raja, ibunda Putri Pisang, Sang Ratu asyik berbelanja. Kesukaannya pelesir keseluruh penjuru dunia, menghabiskan koin emas untuk membeli mantel bulu cerpelai dan intan permata. Putripun kesepian.
Tak tahan menanggung duka karena kesepian, sang putri sakit. Tiba-tiba dia merasa malas makan. Jus pisang kesukaannya sama sekali tak disentuh. Nugget pisang yang biasanya disantap dengan lahap, membuatnya mual kemudian dimuntahkan.
Akibat tak ada sebutirpun makanan yang masuk keperutnya, raga Sang Putri melemah. Tubuh moleknya mulai menyusut. Wajah putih pualamnya berubah menjadi pucat bak tak berdarah. Warna merona dari bibir merahnya berganti bilur kebiruan pertanda cairan ditubuhnya mulai surut.
Kondisi Sang Putri akhirnya terdengar ke telinga Sang Raja. Bersama dengan Sang Ratu bergegas ia menengok Sang Putri dan keduanya tertunduk dalam sesal. Penyesalan yang selalu datang terlambat. Betapa lamanya mereka menelantarkan putri kesayangan hingga sakitnya sang cahaya hati baru diketahui begitu lambat.
Segera Sang Raja memanggil ahli pengobatan dari seluruh pelosok negara. Dan seperti diduga merekapun tak mampu. Karena tabib istana telah angkat tangan gagal mengobati sakit Sang Putri. Cairan beras kencur, brotowali dan ekstrak mengkudu hanya membuat perut Sang Putri bergejolak dan memuntahkan isinya. Sakit Sang Putri bertambah parah.
Bingung melihat kondisi putrinya yang semakin menyedihkan, akhirnya Sang Raja mengeluarkan maklumat: “Siapa yang sanggup mengobati Sang Putri, jika dia adalah laki-laki dan masih bujang maka akan menjadi suami Sang Putri. Jika dia seorang bujang perempuan akan menjadi saudara perempuannya. Sedangkan jika yang menyembuhkan adalah laki-laki atau perempuan tua maka akan mendapat hadiah mas intan permata serta sebuah istana peristirahatan milik kerajaan.
***
Senja mulai tenggelam. Sang Putri terbangun dari tidur panjangnya. Akibat kelelahan memuntahkan isi perut, rupanya dia tertidur lama. Matanya sayu menatap kearah taman, mencari bayang-bayang hari. Sayang, yang dilihatnya hanya dedaunan yang mulai berganti warna menjadi hitam kelam.
Tok ….. tok … tok … , suara ketukan lirih di pintu kamar membuatnya menoleh. Ah rupanya Bon-bon, anak pengurus istana bagian pengadaan makanan. Sejak kecil mereka berteman dan Bon-bon kerap membawakannya permen bon-bon sehingga Sang Putri memanggilnya Bon-bon. Lupa nama asli pemuda itu.
“Hai masuklah, ada apa?”
“Tuan Putri mau ikut hamba? Ada pasar malam di luar istana. Disana ada banyak makanan. Cobalah, Tuan Putri mungkin bosan menyantap makanan istana sehingga selalu muntah.”
“Ada makanan apa di pasar malam?”
“Oh bermacam-macam. Ada combro, bulatan parutan singkong yang diisi tumisan oncom kemudian digoreng. Ada cilok, bulatan aci yang dicolok dengan sambal kacang. Ada putri noong, bulatan parutan singkong yang berisi pisang, dikukus dan dibalut parutan kelapa”.
“Ah, nampaknya menggiurkan. Tapi bagaimana caranya? Badanku lemah sekali”.
“Hamba siap menggendong Tuanku Putri. Ayolah. Jika nanti berhasil makan, tentunya badan Tuanku Putri akan kuat kembali untuk berlari-lari seperti sedia kala”.
Akhirnya dengan berbalut mantel, Sang Putri keluar istana bersama Bon-bon. Rupanya dia cukup kuat untuk tidak digendong. Mungkin semangatnya yang begitu besar untuk sembuh menjadikan Sang Putri mampu berjalan walaupun terhuyung-huyung dan dipapah Bon-bon.
Dan haiiii …… indahnya dunia!!!
Sang Putri takjub melihat keriuhan pasar malam. Ada berbagai makanan disini, tidak hanya kue-kue yang diceritakan Bon-bon tapi juga masakan dengan harumnya yang menggoda. Mulai dari sate, mi bakso, empal gentong hingga soto betawi. Kesemuanya terlihat maknyus dan menggoda tapi Sang Putri hanya melihat, tak ingin menyantapnya. Dia malah tertarik pada sekumpulan perhiasan terbuat dari kerang dan perca kain. Sehingga akhirnya Sang Putri dan Bon-bon terpisah oleh gelapnya malam dan riuhnya pengunjung pasar malam.
Ketika tersadar, langkah putri ternyata mulai memasuki lorong-lorong perumahan yang tak dikenalnya. Rasa takut mulai menghinggapi. “Ah kemana Bon-bon, kenapa aku tadi tak memegang tangannya erat-erat?’ sesalnya dalam diam.
Secercah sinar nampak dikejauhan. Terdengar suara perempuan menyenandungkan kerinduan pada bulan purnama.
“Akhirnya ……”, bergegas Sang Putri mendatangi sinar lampu yang ternyata berasal dari sebuah jendela.
Dari balik jendela yang kumuh, Sang Putri melihat seorang gadis melahap makanannya dengan nikmat. Rambut sang gadis diikat dua. Keringat nampak mengalir di pelipis dan lehernya. Pipi dan bibirnya memerah karena kepedasan. Penasaran akan makanan yang sedang disantap sang gadis, diapun mengetuk pintu:
Tok….tok …… “permisi”
Tak berapa lama pintu terbuka, dan …
“Oh Tuan Putri bertandang kerumah hamba”, sang gadis membungkukkan badan dan bersujud takzim.
“Kau kenal aku, kau siapa?”
“Hamba bekerja di istana, Tuan Putri. Tugas hamba menyeblaki kasur dan bantal-bantal”
“Oh, aku tak pernah melihat dirimu”.
“Hamba dilarang mendekat karena tubuh hamba penuh debu. Selain itu, hamba hanya bekerja outsourcing”
Ah, Sang Putri paham. Telah lama dia mendengar bahwa pihak istana mengontrak pihak lain untuk mengerjakan pekerjaan kasar di istana. Lebih murah dan praktis.
Tetapi kini Sang Putri lebih tertarik pada makanan yang tadi disantap sang gadis dengan asyiknya.
“Ini apa?” tanya Sang Putri melihat makanan berwarna merah dan tulang belulang ayam.
“Oh itu kerupuk Tuan Putri. Saya sangat lapar, tidak punya cukup uang untuk membeli minyak goreng, sehingga kerupuk aci saya seduh, saya beri bumbu cabe rawit, kencur dan bawang. Cekernya diberi koki istana”.
Wajah sang gadis mendadak pucat pasi, teringat bahwa ceker ayam tersebut diberikan diam-diam oleh pembantu koki. Dia takut, jangan….jangan …..
Tetapi nampaknya Sang Putri tidak peduli, dia mengambil sesendok makanan sang gadis, mengamati, dan …
“Bolehkah aku mencicipi?”
“Oh tentu, tentu, …… tapi jangan itu, saya ambilkan yang baru dari penggorengan”
“Silakan Tuan Putri”.
Awalnya Sang Putri menyantap dengan was-was, tapi sesudah santapan kedua, wow…wow …… pastinya Sang Putri sangat menikmati karena tak lama kemudian dia makan dengan lahap dan sekejap kemudian sepiring kerupuk aci itu tandas tak bersisa, bahkan Sang Putri menjilati sisa sisa bumbu cabe.
“Aduh enak sekali. Aku belum pernah makan makanan seenak ini. apa namanya?”
Sang gadis menggeleng.
“Hamba hanya membuat begitu saja, tanpa nama”.
“Oh jika demikian kita namakan saja Seblak, pekerjaanmu kan menyeblaki kasur. Siapa namamu?”
“Hamba biasa dipanggil Seblak karena tugas hamba tersebut”
“Oh berarti namamu Putri Seblak. Apakah kamu tidak mendengar sayembara ayahku? Siapa yang bisa membuatku makan akan menjadi saudaraku. Nah kamu sekarang menjadi saudaraku. Namamu Putri Seblak. Yuk kita pulang dan buatkan aku seblak seenak tadi”
****
Kemana Bon-bon? Oh ternyata dia melihat Sang Putri makan seblak dengan lahap dan segera dia melapor ke istana, tentunya untuk meminta hadiah yang dijanjikan: “menjadi suami Sang Puteri”. Sayang tidak semudah itu, pihak Mahkamah Agung menelusuri kebenaran laporan dan memutuskan bahwa Putri Seblaklah yang berhasil mengobati Sang Putri, bukan Bon-bon. Tapi pihak istana dengan adil memberinya intan berlian serta istana peristirahatan yang dijanjikan.
Mereka bertiga akhirnya berteman. Menghabiskan hari-hari yang menyenangkan dengan menelusuri lorong-lorong kerajaan untuk mencicipi berbagai kuliner dan menuliskannya di blog masing-masing. Tak lupa mereka juga sering bereksperimen membuat masakan dengan racikan yang sesuai selera mereka dan mengunggah hasilnya ke blog pribadi. Ya , mereka bertiga adalah The Three Musketeers dalam dunia Food Blogger.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H