Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Money

Menanti Kiprah Indonesia, Raja Minyak Nabati Dunia

31 Desember 2015   22:27 Diperbarui: 31 Desember 2015   22:46 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Deretan pohon hasil penghijauan menghiasi jalan tol Cipularang. Berfungsi sebagai peneduh, peredam polusi dan kebisingan serta penahan silau. Diantara beragam jenis pohon rindang tersebut, bintaro (Cerbera manghas L.) nampak menyolok dengan buahnya yang mirip mangga berwarna hijau pucat ketika masih muda, merah jika telah masak dan berubah kehitaman setelah tua.

Bintaro memiliki tinggi hingga 10 -20 meter, merupakan satu diantara ribuan tanaman penghasil energi. Bijinya merupakan bahan bakar nabati dengan kandungan minyak sebesar 46 – 64 %. Dari hasil penelitian Fakultas Pertanian IPB diketahui bahwa dari 25 kg buah bintaro basah akan didapat 1 kg crude cerbera oil (CCO) yang dapat digunakan sebagai biokerosin pengganti minyak tanah. Satu milliliter CCO mempunyai daya bahan bakar selama 11, 8 menit sedangkan daya bahan bakar satu milliliter minyak tanah hanya 5,6 menit, hal tersebut menunjukkan bahwa CCO memiliki daya bakar lebih lama dibanding minyak tanah.

Sedangkan biodiesel bintaro dalam aplikasi sebagai murni pengganti solar harus melalui tahapan perlakuan agar dapat memenuhi syarat standar SNI 04-7182-2006, tetapi aman digunakan jika digunakan sebagai campuran solar (10-20 % biodiesel bintaro) mengingat titik nyala campuran akan mempunyai nilai yang tinggi.

Urgensi

Dalam pidatonya di Conference of the Parties (COP 21), 30 November 2015, presiden Indonesia, Jokowi menyatakan bahwa Indonesia memiliki kondisi geografis yang rentan terhadap perubahan iklim. Namun tidak menghentikan komitmen menurunkan emisi sebesar 29 persen dengan upaya sendiri pada tahun 2030, demi mencapai tujuan bersama, yakni menghentikan suhu pemanasan bumi agar tidak melebihi 2 derajat Celsius.

Sungguh suatu keputusan ambisius, meningkatkan komitmen penurunan emisi dari 26 % menjadi 29 %, terlebih menilik naskah final kesepakatan Paris dianggap sebagai sinyal kuat berakhirnya era energi berbahan fosil. Target penurunan emisi dan ambang suhu mengisyaratkan sungguh mustahil jika sektor energi masih mengandalkan batubara, minyak bumi dan gas.

Rachmat Witoelar, utusan khusus Presiden Jokowi beralasan keputusan untuk mendukung opsi ambang batas suhu di bawah 2 derajat Celcius dengan upaya bergerak menuju 1,5 derajat Celsius didasarkan pada tingginya potensi bauran energi terbarukan di Indonesia, termasuk energi panas bumi dan bahan bakar nabati (biofuel).

Target bauran energi ditetapkan melalui Perpres No.5/2006 yaitu tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) dalam mewujudkan ketahanan energi nasional. Salah satu sasarannya adalah mewujudkan bauran energi primer: minyak bumi 20%, gas bumi 30%, batubara 33%, energi baru dan terbarukan 17% dengan elastisitas energi kurang dari 1 pada tahun 2025. Sayangnya, rencana tidak semulus realita. Hingga tahun 2013, bauran energi nasional pada tahun 2013 ialah minyak bumi 44%, gas bumi 21%, batubara 32%, dan energi baru terbarukan hanya 3%.

Bandingkan dengan Tiongkok yang dituduh banyak melakukan pencemaran lingkungan. Negara tirai bambu ini berupaya untuk mencapai target penggunaan energi non-fosil menjadi 11,4% pada tahun 2015 dan 15% pada tahun 2020. Dengan mendukung pengembangan industri energi terbarukan, industri konservasi energi & proteksi lingkungan, industri kendaraan bermotor berbasis energi baru, pada tahun 2013, Tiongkok berhasil mencapai bauran energi sebesar: minyak bumi 18%, gas bumi 5%, batubara 67%, dan energi baru terbarukan hampir mendekati target dengan proporsi hingga 10%.

Bahan Bakar Nabati

Pemilik Medco Group, Arifin Panigoro memprediksi bahwa 10 tahun mendatang kebutuhan energi nasional akan mencapai 7,7 juta barel setara minyak perhari dengan 2 juta barel di antaranya merupakan kebutuhan akan bahan bakar minyak (BBM).
Kalkulasi ini memasukkan peluang keberhasilan program-program energi alternatif, khususnya bahan bakar nabati (BBN) yang sedang dirintis pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun