Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Fabel] Si Gembul Yang Malas

7 November 2015   08:51 Diperbarui: 7 November 2015   12:44 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maria G. Soemitro No. 76

Mentari pagi mulai menampakkan diri. Warnanya merah di ufuk timur. Suara ayam jago yang bersahut-sahutan membangunkan emak. Berisik sekali. “Kuruyukkkkk!!” , temannya menjawab: “Kukuruyukkkkk!!”

Ah, emak harus bergegas membangunkan anak-anaknya. Agar makanan mereka, cacing-cacing nan lezat dengan mudah ditemukan di tanah yang gembur. Yang pertama bangun biasanya si Ceria, dengan sigap dia bangun dan mulai meloncat-loncat, seolah dalam tidurpun dia berlompatan dengan senangnya.
Kemudian si Cantik, dinamakan Cantik karena bulu-bulunya berkilauan indah jika tertepa sinar matahari. Matanya bulat sayu. Cantik selalu mengibaskan sayapnya dengan penuh gaya seolah setiap mata siap memandang liuk tubuhnya yang mempesona.
Yang terakhir, si Gembul. Emak menamakannya Gembul karena dibanding kedua saudaranya, dia paling banyak makan. Dia juga malas sehingga tubuhnya gemuk. Hobinya tidur, seusai makan dia pasti tertidur dengan nyenyaknya.

Kali ini, seperti pagi-pagi yang lain, Gembul malas bangun. Suara riuh –rendah disekelilingnya tak membuatnya terganggu. Emak yang berulangkali membangunkannya, hanya dijawab: “Sebentar mak, …. 5 menit lagi saya bangun, masih ngantuk nih”.
Tentu saja emak tidak bisa menunggu terlalu lama. Jika hari semakin siang , semakin sulit berburu cacing yang enggan berjalan-jalan di cuaca terik.

Emakpun berangkat bersama Ceria dan Cantik, meninggalkan Gembul dalam lelap tidurnya. Keempat burung murai batu itu tinggal di wuwungan rumah kosong. Terletak di pedesaan yang asri di antara pepohonan yang tumbuh rapat. Musuh besar mereka adalah si Hitam, kucing jantan yang tanpa diduga sering muncul mengganggu emak dan anak-anaknya. Suami emak, bapak Ceria, Cantik dan Gembul pernah terluka ketika melindungi emak. Lukanya sangat parah sehingga harus menghembuskan nafas terakhir, meninggalkan emak mengurus anak-anaknya sendirian.

Hari ini hari pertama emak mengajak anak-anaknya berburu makanan. Emak ingin anaknya mandiri mencari makan. Juga berlatih menguatkan sayap-sayap mereka yang mungil.
Karena masih pagi, perburuan mereka tidak jauh, dengan cepat mereka menyantap makanan yang mudah didapat. Perut Emak, Ceria dan Cantik dengan segera terisi penuh. Kenyang sekali. Emakpun mengajak pulang sambil membawa pulang seekor cacing untuk si Gembul. Ah, pantas tubuhnya gemuk, berburu makananpun terlewatkan olehnya.

***

Emak kesiangan bangun. Semalaman si Hitam dan temannya mengeong bising sekali. Saling bersahut-sahutan dengan suaranya yang terkeras. Membuat emak sulit tidur. Menjelang subuh, barulah suara-suara itu mereda.
Bergegas emak membangunkan anak-anaknya. Sayang, rupanya matahari mulai terik, cacing-cacing memilih bersembunyi di bawah semak dan rerumputan. Atau bergelung di dalam tanah gembur yang hangat. Emakpun harus berburu cukup jauh dan semakin jauh.

Gembul terbangun. Sinar mentari menghangatkan sarang dan sayapnya. Ah, kemana emak? Kemana si Ceria dan si Cantik? Mengapa hening sekali? Duh perutku, …….. Gembul merasakan perutnya keroncongan minta diisi. Biasanya sesiang ini emak sudah menyiapkan makanan baginya, dan Gembul akan makan dengan lahap. Aduh, kemanakah emak? Tak terasa air mata Gembul menetes. Dia sedih sekali karena terbangun dalam sepi dan lapar.

Akhirnya Gembul beranjak. Dia harus cari makan. Hmmm……, emak pernah mengajarkan cara mencari cacing. Mudah kok, hanya mencari gerakan cacing yang khas kemudian serbu dengan menukikkan tubuh.

Sayang, hari menjelang siang. Tak nampak gelagat gerakan cacing. Sepi. Sementara perutnya semakin lapar. Si Gembul mulai menyesali hari-hari yang terlewati karena tidak menurut pada emak. Air matanya menetes lagi.

Suara ranting terinjak membuat Gembul waspada, dirapatkannya tubuhnya ke balik dedaunan. Dia mulai takut. Telah sering emak mengingatkan agar hati-hati terhadap si Hitam. Dan ketakutan itu datang. Seorang kucing berwarna hitam mendatanginya. Bulunya riap-riap berdiri. Mata hijaunya yang tajam berkilauan mengerikan. Tanpa sadar Gembul menggigil ketakutan. Dia berusaha mengepakkan sayapnya agar bisa terbang menjauh. Tetapi usahanya selalu gagal. Dia terlalu takut dan sayapnya lemah akibat  jarang dilatih.

Oh emak, tolonglah aku, rintih Gembul perlahan. Ditutupnya kepalanya dengan sayap mungilnya yang gemetar. Matanya terpejam. Paruhnya gemeletuk tanda ketakutan. Pelan tapi pasti dia mendengar suara itu. Suara dan bayangan besar yang melingkupi tubuhnya.

“Gembul”, …..

........ ah bukankah suara itu…..suara emak? Benarkah itu?

“Gembul, bangunlah….yuk kembali ke sarang”,

Betul itu suara emak, tak mungkin bukan. Gembul sangat hafal suara emak.

Perlahan Gembul mengangkat sayap dan membuka matanya. Sungguh ini emak, emak yang sangat disayanginya. Emak yang sabar melihat kemalasannya. Emak yang selalu mengantarkan cacing yang gemuk dan lezat.

Ah, emak ……., dengan segera Gembul memeluk emak. Tak kuasa menahan rasa gembira, Gembulpun menangis keras-keras.

“Lho, kok nangis Gembul, kenapa?”
“Gembul takut dimakan si Hitam”.
Emak tertawa. “Lihatlah, apakah itu maksudmu?”
“Mereka sedang kawin, sehingga tak akan mempedulikan kita”.

Dengan perlahan Gembul menengok kearah yang ditunjuk emak. Benarlah, ada dua kucing disana sedang berasyik masyuk. Oh syukurlah, dia salah sangka, rupanya tadi si Hitam mendatangi kucing betina, bukan dirinya.

“Yuk, kita pulang. Emak sudah menyiapkan makanan untukmu”.

Gembul mengangguk patuh dan terbang mengikuti emak. Gembul bersyukur dalam hati bahwa dirinya selamat. Dia juga bersyukur karena memiliki emak yang selalu sabar , selalu menyayangi dan melindunginya.

Dia berjanji, mulai hari ini akan patuh pada emak. Gembul ingin menjadi burung murai batu yang berbadan kuat yang pandai mencari makan dan tangkas ketika bertemu musuh.

“Ah emak”, bisik Gembul, “maafkan anakmu yang selalu melawan ini, tunggulah aku dewasa, kelak akulah yang akan menjaga emak dan membawakan makanan yang lezat”.

Seolah mendengar janji si Gembul, emak menoleh dan tersenyum.

Senyum bangga.

 

 

Temanss ......

Banyak karya fabel lainnya lho, silakan klik Fiksiana Community

untuk fiksianer, yuk gabung di group FB Fiksiana Community

 

sumber gambar: omkicau.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun