Maria G. Soemitro No. 76
Mentari pagi mulai menampakkan diri. Warnanya merah di ufuk timur. Suara ayam jago yang bersahut-sahutan membangunkan emak. Berisik sekali. “Kuruyukkkkk!!” , temannya menjawab: “Kukuruyukkkkk!!”
Ah, emak harus bergegas membangunkan anak-anaknya. Agar makanan mereka, cacing-cacing nan lezat dengan mudah ditemukan di tanah yang gembur. Yang pertama bangun biasanya si Ceria, dengan sigap dia bangun dan mulai meloncat-loncat, seolah dalam tidurpun dia berlompatan dengan senangnya.
Kemudian si Cantik, dinamakan Cantik karena bulu-bulunya berkilauan indah jika tertepa sinar matahari. Matanya bulat sayu. Cantik selalu mengibaskan sayapnya dengan penuh gaya seolah setiap mata siap memandang liuk tubuhnya yang mempesona.
Yang terakhir, si Gembul. Emak menamakannya Gembul karena dibanding kedua saudaranya, dia paling banyak makan. Dia juga malas sehingga tubuhnya gemuk. Hobinya tidur, seusai makan dia pasti tertidur dengan nyenyaknya.
Kali ini, seperti pagi-pagi yang lain, Gembul malas bangun. Suara riuh –rendah disekelilingnya tak membuatnya terganggu. Emak yang berulangkali membangunkannya, hanya dijawab: “Sebentar mak, …. 5 menit lagi saya bangun, masih ngantuk nih”.
Tentu saja emak tidak bisa menunggu terlalu lama. Jika hari semakin siang , semakin sulit berburu cacing yang enggan berjalan-jalan di cuaca terik.
Emakpun berangkat bersama Ceria dan Cantik, meninggalkan Gembul dalam lelap tidurnya. Keempat burung murai batu itu tinggal di wuwungan rumah kosong. Terletak di pedesaan yang asri di antara pepohonan yang tumbuh rapat. Musuh besar mereka adalah si Hitam, kucing jantan yang tanpa diduga sering muncul mengganggu emak dan anak-anaknya. Suami emak, bapak Ceria, Cantik dan Gembul pernah terluka ketika melindungi emak. Lukanya sangat parah sehingga harus menghembuskan nafas terakhir, meninggalkan emak mengurus anak-anaknya sendirian.
Hari ini hari pertama emak mengajak anak-anaknya berburu makanan. Emak ingin anaknya mandiri mencari makan. Juga berlatih menguatkan sayap-sayap mereka yang mungil.
Karena masih pagi, perburuan mereka tidak jauh, dengan cepat mereka menyantap makanan yang mudah didapat. Perut Emak, Ceria dan Cantik dengan segera terisi penuh. Kenyang sekali. Emakpun mengajak pulang sambil membawa pulang seekor cacing untuk si Gembul. Ah, pantas tubuhnya gemuk, berburu makananpun terlewatkan olehnya.
***
Emak kesiangan bangun. Semalaman si Hitam dan temannya mengeong bising sekali. Saling bersahut-sahutan dengan suaranya yang terkeras. Membuat emak sulit tidur. Menjelang subuh, barulah suara-suara itu mereda.
Bergegas emak membangunkan anak-anaknya. Sayang, rupanya matahari mulai terik, cacing-cacing memilih bersembunyi di bawah semak dan rerumputan. Atau bergelung di dalam tanah gembur yang hangat. Emakpun harus berburu cukup jauh dan semakin jauh.
Gembul terbangun. Sinar mentari menghangatkan sarang dan sayapnya. Ah, kemana emak? Kemana si Ceria dan si Cantik? Mengapa hening sekali? Duh perutku, …….. Gembul merasakan perutnya keroncongan minta diisi. Biasanya sesiang ini emak sudah menyiapkan makanan baginya, dan Gembul akan makan dengan lahap. Aduh, kemanakah emak? Tak terasa air mata Gembul menetes. Dia sedih sekali karena terbangun dalam sepi dan lapar.
Akhirnya Gembul beranjak. Dia harus cari makan. Hmmm……, emak pernah mengajarkan cara mencari cacing. Mudah kok, hanya mencari gerakan cacing yang khas kemudian serbu dengan menukikkan tubuh.
Sayang, hari menjelang siang. Tak nampak gelagat gerakan cacing. Sepi. Sementara perutnya semakin lapar. Si Gembul mulai menyesali hari-hari yang terlewati karena tidak menurut pada emak. Air matanya menetes lagi.