Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Memaknai 4 Elemen Keseimbangan Alam

31 Oktober 2015   23:56 Diperbarui: 1 November 2015   09:40 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

***

Hingga disini tampak hubungan yang jelas mengapa kita krisis air di musim kemarau. Dan mengapa penulis mengemukakan 4 unsur keseimbangan alam yang kita pahami tapi sekaligus kita lupakan. Sementara jika menilik data neraca air, total kebutuhan air semakin lama semakin meningkat.

Kepala Bidang Teknologi Mitigasi Bencana Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan bahwa data neraca air pada tahun 2003 menunjukkan total kebutuhan air di pulau Jawa dan Bali sebesar 83,4 meter kubik pada musim kemarau dan hanya dapat dipenuhi sekitar 25,3 milyar kubik atau 66 persen. Diperkirakan defisit akan semakin tinggi pada tahun 2020 karena meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas perekonomian secara signifikan.

Dibandingkan potensi rata-rata pasokan dunia yang hanya 8.000 meter kubik per kapita per tahun, sebetulnya potensi sumber daya air Indonesia lebih unggul yaitu 15.000 meter kubik per kapita per tahun. Sayang diperkirakan pada tahun 2020, pulau Jawa hanya sanggup memasok 1.200 meter kubik per kapita per tahun dengan hanya 35 % yang layak dikelola secara ekonomis. Bandingkan dengan kemampuan tahun 1930 yaitu 4.700 meter kubik per kapita per tahun.

[caption caption="lubang resapan biopori"]

[/caption]

***

Apa yang dapat kita lakukan? Ya, apa yang dapat kita lakukan untuk melestarikan lingkungan dan menjamin pasokan air?
Yang pertama tentu saja adalah menghentikan pembakaran dan memperlakukan serasah dengan bijak. Alih-alih membakar serasah di kawasan pemukiman penduduk, lebih baik memasukkannya ke dalam lubang dan menutupnya kembali untuk menyuburkan tanah sekaligus menyimpan air.

Lubang resapan biopori (LRB) merupakan tindakan yang paling disarankan dibandingkan membuat sumur resapan dan ekuifer. Karena walau lubang resapan biopori (LRB) biopori hanya berdiameter 10 cm tetapi memiliki kemampuan seperti spons yang menyerap air hujan.

Penemu biopori, Ir Kamir R. Brata menjelaskan bahwa biopori adalah liang (terowongan-terowongan kecil) di dalam tanah yang dibentuk oleh akar tanaman dan fauna tanah. LRB bukan bentuk mini sumur resapan. Karena LRB harus diisi sampah organik sedangkan sumur resapan tidak. sehingga LRB bermanfaat menyehatkan tanah yang sakit yang disebabkan: permukaan tanah tertutup, tanah mati dan mengeras, air hujan tidak meresap dan penyedotan air tanah yang terus menerus.

Bandingkan dengan teknologi konvensional yaitu sumur resapan yang berisi pasir, kerikil dan ijuk. Bahan pengisi hanya berfungsi menghindari longsornya dinding resapan, tetapi tidak dapat digunakan fauna tanah sebagai sumber energy untuk menciptakan biopori sehingga sering terjadi penyumbatan permukaan resapan oleh bahan-bahan halus yang terbawa air yang tersaring oleh ijuk dan menyumbat rongga diantara ijuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun