Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Ada Cerita di Balik Sampah

30 Oktober 2015   18:23 Diperbarui: 30 Oktober 2015   19:28 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibu tersebut memungut sampah yang berasal dari warga yang enggan membayar iuran sampah RT. Mereka ‘berinisiatif’ membuang sampahnya sendiri ke TPS. Tidak malu, karena banyak warga lain yang melakukannya. Walau umumnya TPS Kota Bandung sudah tertutup agar nampak rapi dari luar, toh mereka tetap bisa masuk, membukanya dan membuang sampah. “Petugas” khusus tak mampu menjangkau pembuang sampah illegal.

Hingga disini nampak bahwa proses pembuangan sampah tidak sesederhana yang diucapkan pakar persampahan, yaitu “kumpul, angkut, buang”. Mungkin penetapan pemerintah kota demikian. Tapi kenyataan di lapangan banyak kreativitas yang tak terelakkan.
Penyebabnya karena kita masih terkungkung dalam paradigma lama agar membuang sampah pada tempatnya. Padahal seharusnya paradigma jadul tersebut berhenti pada era pak Sariban, icon persampahan nasional yang hanya berharap kawasannya bersih.

 

[caption caption="pak Iban"]

[/caption]

Sesungguhnya bersih hanya bonus, yang terpenting adalah pemisahan sejak hulu. Sejak sampah tercipta. Sampah harusnya dipisahkan berdasarkan kategorinya. Pemisahan lho, bukan pemilahan. Beda kata, beda arti. Pemisahan terjadi ketika sampah terjadi sedangkan pemilahan dilakukan ketika sampah sudah menumpuk. Persis seperti yang dilakukan ibu berbaju biru. Dia tengah memilah sampah organik dan anorganik, dengan tujuan mendapatkan uang. Sedangkan pemisahan dilakukan di rumah tangga karena paham bahwa sampah organik yang tercampur sampah anorganik dapat menimbulkan masalah. Sampah organik menjadi susah terurai di alam.
Jika setiap rumah tangga mau memisah sampah, maka bonusnya adalah lingkungan bersih. Tidak ada sampah bertebaran di jalan-jalan utama kota dan di gang senggol yang berpotensi memberi pendidikan salah pada anak yaitu buang sampah sembarangan adalah sah-sah saja.

[caption caption="sampah bertebaran di sepanjang jalan"]

[/caption]

Sayangnya proses pemisahan sampah rupanya masih enggan diterapkan pemerintah kota. Tidak hanya Kota Bandung tapi juga seluruh kota di Indonesia. Kota Bandung nampak sibuk membeli kendaraan penyapu sampah dan truk kontainer pengangkut sampah dari TPS ke TPA. Mungkin kebijakan jangka pendek dulu agar masalah didepan mata terselesaikan. Jumlah truk sampah Kota Bandung tidak sesuai dengan volume sampah yang semakin hari semakin bertambah.

Juga sampah yang bertebaran dii seantero kota, membutuhkan waktu lama sebelum kesadaran tidak nyampah meresap disanubari tiap warga kota. Karena itu walikota Bandung, Ridwan Kamil mengalokasikan anggaran untuk pembersih sampah jalanan. Ridwan Kamil pernah berharap para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) seperti gelandangan, pengemis dan pengamen mau bekerja sebagai penyapu jalanan, mereka mendapat upah Rp 1.400.000 per bulan. Sayangnya para PMKS menolak, mereka hanya mau menjadi penyapu jalanan jika diberi honorarium Rp 5.000.000/bulan. Tentu saja pemerintah Kota Bandung tidak sanggup, pendapatan asli daerah (PAD) mereka tidak cukup leluasa untuk membayar PMKS yang ingin mendapat upah sebesar gaji manajer.

[caption caption="penyapu jalan di Kota Bandung"]

[/caption]
Akhirnya lowongan kerjapun disebarkan secara luas. Siapapun boleh menjadi penyapu jalanan. Bertugas sejak jam hingga jam , setiap hari dan mendapat binaan. Mungkin sang ibu berbaju biru tidak membaca pengumuman lowongan kerja tersebut. Sehingga dia harus bergumul dengan sampah. Meniadakan bau, rasa jijik dan keengganan lainnya. Serta bersaing dengan pemulung yang mengedari Kota Bandung dengan langkah-langkah cepatnya. Sejak matahari terbit di ufuk timur dan menenggelamkan diri di arah barat

 

[caption caption="pemulung "]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun