Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Money

Ganyong Namaku, Enak Rasaku

1 Oktober 2012   12:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:25 7085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_215560" align="aligncenter" width="597" caption="(foto 1)tanaman ganyong dan hasil olahan umbinya (dok. Maria G. Soemitro)"][/caption] Mungkin akibat bertahun-tahun mengenyam kurikulum yang seragam, tanpa kita sadari cara pandang kita menjadi begitu standar.  Butuh makanan? Ya beli/masak saja nasi dan lauk pauknya. Sakit? Ya, ke dokter dan membeli obat di apotik. Selesai. Pernahkah terpikirkan bahwa ada alternatif lain selain beras? Ada alternatif lain selain mengonsumsi obat/suplemen dari apotik? Dan alternatif lain itu kemungkinan besar terserak di pekarangan rumah/ taman kota.   Contohnya tanaman bunga dahlia yang cantik dan indah. Tidak banyak yang mengetahui bahwa umbi dahlia  mengandung  inulin yang  berfungsi sebagai prebiotik karena menjadi komponen pangan substrat mikroflora menguntungkan di dalam usus. Inulin juga membantu  meningkatkan penyerapan kalsium yang akan mencegah osteoporosis atau pengeroposan tulang. Sedangkan sebagai bahan makanan alternative, umbi tanaman bunga tasbih (Canna edulis Kerr), atau masyarakat lebih mengenalnya sebagai  tanaman ganyong atau ganyol (bahasa Sunda) ternyata bisa dikonsumsi bahkan apabila dimasak ala chef maka penampilannya menjadi begitu menggoda (foto 1). Ganyong (Canna edulis Kerr) adalah tanaman herba yang berasal dari Amerika Selatan. Termasuk tanaman dwi tahunan, ganyong sudah menyebar ke seluruh Nusantara khususnya Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Ganyong ditanam sebagai tanaman sela bersama jagung sesudah panen padi gogo. Atau dibiarkan tumbuh liar karena ganyong tumbuh baik di dataran rendah maupun tinggi. Tahan beragam penyakit dan bisa ditanam di daerah perkebunan atau kehutanan. Bahkan  di Australia, tanaman ganyong (canna discolor) tahan terhadap udara panas yang terkadang cukup ekstrim. [caption id="attachment_215562" align="aligncenter" width="600" caption="(foto2)tanaman ganyong (canna edulis) dok. Maria G. Soemitro"]

1349067075668538348
1349067075668538348
[/caption] Karena itu panen umbi ganyong sangat tergantung tempat menanamnya. Di dataran rendah sudah bisa dipanen pada umur 6 – 8 bulan sedangkan di daerah dengan curah hujan tinggi , waktu panen lebih lama yaitu pada umur 15 – 18 bulan. Di beberapa tempat, masyarakat umbi menjadikan umbi ganyong sebagai  bahan makanan alternatif tatkala paceklik. Biasanya hanya dijadikan bubur karena rasanya manis tanpa mengetahui bahwa kandungan gizi ganyong cukup tinggi. Berdasarkan sumber dari Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, setiap 100 gram ganyong terdiri dari 95,00 kcal ; karbohidrat  22,60 g ; protein 1,00 g;  lemak 0,11 g; air 75,00 g;  kalsium 21,00 g;  fosfor 75,00 g; zat besi 1,90 mg; vitamin B1 0,10 mg; vitamin C 10,00 mg. Memang masih kalah dari kandungan gizi beras, yaitu setiap 100 gram beras terdiri dari : 370 kcal ; karbohidrat 81,68 g, protein 6,81 g, lemak 0,55 g ; air 10,46 g, B3, B5, B1, Potassium, Fosfor dan Magnesium. Tetapi yang perlu dicermati adalah kandungan kalsium  dan fosfor pada ganyong yang cukup tinggi sehingga peneliti pangan dan gizi UGM, Dr Ir Eni Harmayani, MSc mengemukakan bahwa ganyong bisa digunakan sebagai makanan balita untuk mengatasi masalah gizi buruk. [caption id="attachment_215564" align="aligncenter" width="600" caption="(foto3)ganyong untuk konsumsi anak-anak (dok Maria G. Soemitro)"]
1349067335129755773
1349067335129755773
[/caption] Harus diapresiasi  ambisi Badan Ketahanan Pangan (BKP)Ciamis Jawa Barat menggunakan tepung ganyong untuk mengganti peran tepung gandum yang notabene masih impor. BKP Ciamis memulai uji coba pengembangan  ganyong sejak tahun 2002 dengan mengolahnya menjadi tepung ganyong dan membuat makanan seperti roti, kerupuk, mie dan makanan lainnya. Puncaknya, Badan Bimas Ketahanan Pangan Ciamis membudidayakan ganyong secara massal. Beberapa daerah yang ditanami ganyong antara lain Desa Sindanglaya seluas 7,5 ha, Jati 0,5 ha, Sukadana seluas 0,5 ha, dan berencana membuka 25 ha lagi. Satu hektare lahan bisa menghasilkan ganyong kurang lebih sebanyak 60 ton umbi basah. Sedangkan untuk dijadikan tepung, diperlukan 100 kg umbi basah yang akan menghasilkan 20 kg tepung ganyong. Caranya yaitu dengan mengupas kulit luar umbi ganyong, membersihkan, memarutnya untuk diambil ekstraksinya. Diaduk dengan tambahan air secukupnya, proses berikutnya adalah menyaring untuk diambil bubur patinya. Setelah diendapkan didapat tepung ganyong sebagai hasil akhir sedangkan sisa proses digunakan untuk pakan ternak. [caption id="attachment_215563" align="aligncenter" width="600" caption="(foto4)metamorfosis umbi ganyong menjadi brownies (dok. Maria G. Soemitro)"]
1349067233978693743
1349067233978693743
[/caption] Sesudah menjadi tepung ganyong, pengolahan menjadi lebih mudah dan beragam. Mau dibuat brownies (gambar diatas), kue kering, pizza, cupcake dan beragam pangan lainnya. Sayangnya gaung BKP Ciamis untuk menempatkan tepung ganyong sebagai substitusi tepung gandum kurang terdengar atau bahkan tidak berhasil. Penyebabnya seperti biasa, tumpang tindih kebijakan birokrat dan sosialisasi setengah hati. Tentu saja apabila hanya berpaku mencari pengganti peran tepung gandum, kita akan kecewa. Setiap jenis tepung mempunyai tekstur dan komposisi kandungan yang berbeda. Tekstur dan kandungan tepung gandum jelas berbeda dengan tepung beras, tepung jagung dan tepung singkong. Demikian pula tepung ganyong sehingga beberapa jenis makanan harus menggunakan tepung gandum sebagai campuran agar kue tetap lembut contohnya brownies ganyong. Yang diperlukan adalah inovasi jenis makanan agar tepung ganyong dapat diterima dan dikonsumsi masyarakat. Atau cukup umbinya yang diproses sebagai bahan makanan pengganti lontong kari ayam. Karena khasiat umbi ganyong ternyata sangat banyak. Rasanya yang manis dan bersifat sejuk menjadikan umbinya sebagai penyejuk, pereda demam, peluruh kencing, penenang dan menurunkan tekanan darah. Yellia Mangan, seorang herbalis di Jakarta mengemukakan bahwa kemampuan rimpang bunga tasbih (ganyong) menghilangkan keputihan lebih baik daripada daun sirih. Daun ganyong mengandung tannin dan sulphur sedangkan bunganya bersifat  hemostatis (menghentikan perdarahan). Begitu banyak kekayaan hayati disekeliling kita. Bahkan tak dinyana umbi tanaman hias di pekarangan rumah ternyata dapat dikonsumsi karena mengandung zat pati (karbohidrat) dan berbagai manfaat bagi kesehatan. Jadi mengapa anak-anak kita masih jajan makanan tak berguna?  Hingga tak menerima asupan gizi sebagaimana mestinya. Padahal di pundak merekalah masa depan negara ini diletakkkan. Dan pemerintah melalaikan tanggungjawab utamanya yaitu : memenuhi pangan rakyatnya. Pangan yang bergizi tentunya. **Maria G. Soemitro** Sumber data :

Entah memenuhi syarat atau tidak, tulisan ini ditujukan untuk Weekly Photo Challenge : Photo Essay yang dapat dilihat  disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun