Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Layar Pilgub Jabar

2 April 2017   10:22 Diperbarui: 4 April 2017   15:12 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_247325" align="alignnone" width="500" caption="sumber : http://www.bisnis-kti.com/show_image_NpAdvHover.php?filename=/2013/02/pilkada-jabar.jpg&cat=7&pid=118526&cache=false"][/caption]

Walau tipis, keunggulan pasangan Aher-Demiz dibanding empat pasangan lainnya dalam pilkada Jabar 2013 seharusnya sudah bisa diprediksi. Bak jenderal yang akan maju ke medan perang, Ahmad Heryawan (kang Aher) dan tim suksesnya mencermati kemenangannya di pilkada Jabar 2008 sebagai bekal serta mempersiapkan strategi menghadapi pilkada 2013.

Kang Aher rupanya menyadari bahwa salah satu penyebab kekalahan Danny Setiawan, calon gubernur petahana yang dikalahkannya pada tahun 2008 adalah tidak populer. Tidak pernah tebar pesona, tidak pernah blusukan dan gambar dirinya baru tersebar setahun menjelang pilkada, maka Danny Setiawan terjungkal bebas. Demikian juga Agum Gumelar dan Iwan Sulanjana. Hanya pembaca surat kabar dan penonton acara berita di televisi yang tahu perihal mereka. Pemilih umumnya tertarik pada sosok kasep (tampan), muda dan bersahaja dari pasangan Aher- Dede Yusuf serta perubahan kebijakan yang dijanjikan keduanya.

Maka pelan tapi pasti, beberapa waktu setelah menjabat sebagai orang nomor satu provinsi Jabar, gambar kang Aher tersebar mulai dari kota Bandung, ibu kota provinsi hingga ke pelosok Jawa Barat. Tulisan dalam spanduknyapun sulit dibantah karena tidak mirip kampanye, seperti ajakan bersekolah, lindungi lingkungan (air dan udara), ajakan agar pedagang menimbang barang dagangan dengan tepat hingga sekedar tulisan: Ahmad Heryawan Lc, Gubernur Jabar.

“Ya iyalah dia memang Gubernur Jabar tapi ngapain harus pasang spanduk?” mungkin warga Jabar yang melek berita akan berkomentar demikiandan menuduhnya mencuri start kampanye. Kang Aher memang mencuri start, seperti juga dilakukan banyak calon lainnya. Ada yang begitu show off seperti Kang Daday (Partai Demokrat) dan Kang Yance (Golkar), ada juga yang malu-malu seperti Dede Yusuf yang memasang gambar dirinya dengan seragam pramuka. Semua dengan satu tujuan mereklamekan diri agar jangan lupa memilih mereka pada saat pemilihan kepala daerah tiba.

Untuk menambah jumlah pemilih, Aher memilih Dedi Mizwar (Demiz) sebagai pendamping. Nama dan wajah Demiz sangat menjanjikan untuk mendulang suara karena aktor gaek ini setiap hari wara wiri di layar kaca dengan produk makanan dan obat.

Bagaimana hasil strategi tersebut? Hanya mampu meraup 6.515.313 suara atau 32,39 % dari 32.536.980 pemilih tetap pilgub Jabar. Jelas bukanmerupakan perolehan gemilang, kata lain dari mengecewakan. Karena pasangan Rieke Dyah Pitaloka dan Teten Masduki (Paten) yang baru dideklarasikan bulan November 2012 mampu mendulang 5.714.997 suara (28, 41 %) meninggalkan pasangan petahana yang juga artis  yaitu Dede Yusuf – Lex Laksamana ( 5. 077.522 suara/ 25,24 %).

Mengecewakan karena Kang Aher dan spanduknya tidak mampu menggoyahkan pendirian golput pilgub Jabar sebanyak36,3 persen atau 11.823.201 pemilik hak pilih. Padahal begitu banyak keunggulan yang dikemas, mulai dari banyaknya jumlah penghargaan, kampanye berupa janji-janji (diantaranya 2 juta lapangan kerja baru) hingga pasangan  (para istri) yang mendukung dan melengkapi.  Keberadaan Demiz rupanya tidak membawa pengaruh signifikan. Apa sebab?

Besar kemungkinan pemilih sudah pegel hati melihat para aktor dan aktris wara-wiri di gelanggang pemilihan kepala daerah. Dede Yusuf membuktikan ketidak mampuannya dalam mengemban tugas sebagai wakil Ahmad Heryawan. Seharusnya dia fokus dan konsisten menggarap masalah seni budaya dan lingkungan yang nampaknya menjadi kepeduliannya. Tetapi Dede Yusuf malah gemar melempar usulan aneh sepertirebranding nama PSSI, mengganti seragam Pramuka yang dinilainya jadul hingga usulan membangun gedung kesenian tanpa riset awal mengenai jumlah asset gedung kesenian di Jabar.

Pada awal masa jabatan, sebetulnya banyak gebrakan Dede Yusuf yang cukup cerdas apabila konsisten dijalankan misalnya program lingkungan Balad Kuring. Balad Kuring pernah menyelenggarakan even bagus yaitu menutup jalan Diponegoro (Car Free Day) dan mengisinya dengan stand edukasi serta sosialisasi tentang lingkungan. Tanpa polusi suara yang berlebihan seperti Car Free Day yang terselenggara kini. Tapi alih-alih melanjutkan even tersebut sebagai bagian program yang berkelanjutan Dede malah merangkul Charly (dulu ST12) sebagai ikon lingkungan. Padahal seorang duta lingkungan tidak bisa asal pilih, bagaimana pandangan dan perilakunya menyikapi lingkungan harus dinilai dengan cermat.

Dede Yusufdikalahkan pasangan Rieke – Teten (Paten) yang sebetulnya berpeluang menang jika Tetenlah yang dipilih PDIP sebagai cagub. Sayang mbak Mega mengenyampingkan faktor patrilineal yang masih melekat pada kultur urang Sunda. Hanya karena para pemilih mengharapkan perubahan yang menggebulah maka pasangan Paten mampu menyalib pasangan Dede-Lex. Walaupun spanduk mereka tidak seheboh pasangan Aher-Demiz.

Menarik dicermati adalah kekalahan telak Yance-Tatang yang hanya mampu meraup 12, 17 persen atau 2.448.358 suara. Padahal spanduk kang Yance, mantan bupati Indramayu dan tokoh Golkar ini memenuhi pelosok Jabar sejak tahun 2011 termasuk stiker foto dirinya seluas jendela angkutan umum  wara-wiri di wilayah Sumedang, jauh dari kawasan Indramayu.

[caption id="attachment_247744" align="aligncenter" width="423" caption="stiker kang Yance di daerah Sumedang (dok. Maria Hardayanto)"]

13627757521579686907
13627757521579686907
[/caption]

Kang Yance juga mengancam menjual kursi anggota DPRD Kota dan Kabupaten Bekasi. “Kalau saya kalah di Kota dan Kabupaten Bekasi, saya jualin seluruh anggota DPRD dari Partai Golkar. Kalau mau nyalon lagi harus bayar mahal, supaya tahu bahwa saya tidak main-main. Mereka harus bayar mahal kalau saya sampai kalah”, ucap kang Yance pada wartawan di Desa Sukadanau, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi (Pikiran Rakyat 29 Januari 2013).

Tapi apa lacur? Pasangan kang Yance yang datang dengan pasukan ormasnya dalam penentuan nomor urut calon pada pesta rakyat Jabar tanggal 18 Desember 2012 harus menelan kekalahan telak dari kang Aher di Kota Bekasi (38.860 suara, pasangan Aher 285.687 suara) dan kalah tragis dari pendatang baru Paten di kabupaten Bekasi (62.626 suara, pasangan Paten 343.532 suara). Suatu pembuktian bahwa partai politik hanya sekedar kendaraan, penentu utama adalah kapabilitas si calon.

Sebetulnya dalam setiap debat cagub Jabar, dibanding Dede Yusuf, terlihat Yance lebih menguasai permasalahan provinsi Jawa Barat. Ditambah gambar dirinya yang disebar menguasai penjuru provinsi Jabar, seharusnya pemilih sudah cukup akrab dengan wajahnya. Sayang pemilih Jabar semakin cerdas dan arif. Track record setiap calon sudah terpateri dalam ingatan. Mereka tidak menyukai show off ormas karena kini bukan era orde baru lagi. Warga Jabar bebas memilih pemimpinnya dalam kotak suara. Tidak bisa diintervensi, tidak iming-iming kaos dan hadiah umroh, apalagi kampanye spanduk.

Mereka mengharapkan pemimpin yang memahami permasalahan Jabar dan mampu mengatasinya. Karena seorang gubernur Jabar, bak pemimpin tanpa rakyat, eksekusi akhir dan penentu ada di tangan kabupaten dan kota. Tapi bagaimana mensinergikan mereka, dibutuhkan gubernur yang handal. Yang mau dan mampu berkomunikasi dengan seluruh pejabat daerah agar bisa meningkatkan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) yaitu menyangkut harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup warga Jabar

Sayang pilgub Jabar 2013 harus ditutup dengan kenyataan bahwa kelima pasangan seolah abai bahwa wilayah Jabar adalah Parahyangan tempat ‘para dewa’ menebarkan kesuburan tanpa pernah putus. Gara-gara salah urus, sungai sebagai sumber kehidupan berubah jadi tempat sampah. Lahan pertanian yang seharusnya memasok pangan tanpa putus berubah menjadi kawasan industry atau area terendam banjir karena gundulnya bagian hulu. Penduduk Jabar yang seharusnya hidup sejahtera, terkena busung lapar dan sebagian kaum wanita harus berjibaku sebagai TKI. Meninggalkan suami, anak dan keluarganya.

Walau demikian, tidak ada salahnya tetap berharap. Berharap agar pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur yang dipilih oleh 6.515.313 warga Jabar dapat membawa amanah untuk menyejahterakan 49.153.773 jiwa jumlah penduduk Jabar. Dan bukan menyejahterakan partai politiknya karena terbukti partai politik tidak berpengaruh, gelar artis juga tidak berdampak apalagi jutaan spanduk yang malah mengakibatkan salah seorang warga Bandung terluka matanya. Pasangan Ahmad Heryawan dan Dedi Mizwar harus membuktikan bahwa mereka layak dipilih sebagai pemimpin. Ucapan pembawa amanah penduduk Jawa Barat tidak sekedar untaian kata. Semoga.

**Maria Hardayanto**

Sumber data : KPU Jawa Barat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun