[caption id="attachment_217597" align="aligncenter" width="545" caption="Masjid Cipaganti (dok. Maria Hardayanto)"][/caption] Apabila kebetulan sedang menjadi musafir di kota Bandung, jangan lupa untuk beribadah dan menikmati arsitektur masjid  Cipaganti. Terletak di jalan Cipaganti nomor  85 (sekarang jalan AA. Wiranatakusumah), masjid Cipaganti merupakan masjid yang pertama kali di bangun di daerah Bandung Utara yang jaman baheula dihuni masyarakat ekslusif barat (Een Westerns Enclave) dan segelintir elit pribumi. Masjid Raya Cipaganti atau sering juga disebut Masjid Kaum Cipaganti di desain oleh Prof. Kemal C.P. Wolff Shoemaker. Seorang arsitek Belanda yang menjadi Profesor di ITB Bandung dan menghasilkan banyak karya yaitu Hotel Preanger, Villa Isola (kampus UPI), laboratorium Boscha dan lain-lain. Nama Wolff Shoemaker sebagai arsitek mesjid dapat dilihat di area depan masjid, sedangkan di bagian atasnya tertulis peletak batu pertama yaitu Asta Kandjeng Bupati Bandung, Raden Tumenggung Hasan Soemadipradja didampingi Patih Bandung, Raden Rc. Wirijadinata pada tanggal 11 Syawal 1351 Hijriyah atau tanggal 7 Februari 1933. [caption id="attachment_217399" align="aligncenter" width="504" caption="pangemoet-emoet (Dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] Pengetahuan Wolff Shoemaker yang mendalam tentang arsitektur tradisional khususnya
Jawa menjadikan masjid Cipaganti  simbol kolaborasi Jawa dan
Eropa. Konstruksi atap bangunannya memakai teknik bangunan kolonial yang nampak jelas dari penggunaan kuda-kuda segitiga pada interior atap tajugnya. Atapnya menggunakan sirap, tiang-tiangnya terbuat dari kayu jati yang kokoh dan terpahat ukiran floral dan kaligrafi. Sebetulnya pengaruh Timur Tengah terlihat pada elemen relung atau busur dan dekorasi kaligrafi. Menguatkan identitas bangunan sebagai masjid, tempat ibadah umat Islam. [caption id="attachment_217400" align="aligncenter" width="512" caption="mimbar untuk imam (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] Penggunaan relung-relung jenis tapak kuda
(horseshoe arches) nampak pada pintu utama masuk dan menuju mihrab tempat seorang imam memimpin shalat. Yang menarik pada detail-detail relung khususnya pada ujung ujung pengakhiran beberapa elemen dekorasi terlihat pengaruh seni dekorasi bangunan Jawa. Artinya bangunan ini sebenarnya mengawinkan seni dekorasi  Eropa, Jawa dan Timur-tengah sekaligus. Elemen dekorasi berupa kaligrafi (yang sebagian besar bergaya Kufi) terletak di beberapa tempat seperti pada keempat kolom saka guru, relung tapal kuda serta mihrab atau dinding penghalang yang berada tepat setelah pintu utama. Biasanya mihrab semacam ini digunakan pada bangunan-bangunan Hindu. Dinding masjid pun diperkaya dengan paduan tekstur, corak, hiasan dan warna yang menarik. Elemen yang paling menarik adalah lampu kuningan antik.  Lampu dengan penggantung berasal dari logam tersebut merupakan peninggalan asli sejak zaman kolonial. Masih terpelihara baik sehingga bisa dinikmati kaligrafinya. [caption id="attachment_217398" align="aligncenter" width="466" caption="lampu gantung di dalam masjid (dok.Maria Hardayanto)"]
[/caption] Anehnya masjid Cipaganti tidak memiliki kubah seperti masjid pada umumnya. Tetapi gaung suara adzan bisa terdengar hingga jalan Cihampelas (jalan di sebelah jalan Cipaganti). Apa rahasianya? Ternyata Schoemaker mendesain suatu ruangan menara tersembunyi yang terletak di langit-langitnya. Untuk mencapainya harus melewati tangga terlebih dulu. Di bangun diatas tanah seluas 2.025 meter, luas bangunan masjid semula adalah 19 x 15 meter, kemudian diperluas ke bagian sayap kanan dan kiri masjid masing-masing berukuran 17 x 15 meter pada tahun 1965. Sehingga berbagai kegiatan yang berkaitan keagamaan dapat dilakukan. Apabila dulu masjid Cipaganti berjasa dalam pergerakan kemerdekaan bahkan presiden pertama RI, Soekarno kerap berkunjung. Maka kini masjid Cipaganti menjadi tempat pengajian dan edukasi agama usia dini dan remaja. Berbagai kegiatan untuk pengelolaan masjid dan kegiatan ibadah lainnya diakomodir dengan adanya tambahan bangunan baru lagi seperti  kantor DKM, kantin dan biro perjalanan ibadah haji/umroh. Sedangkan di bagian kanan terdapat sekolah taman kanak-kanak Al Qur’an(TKA). Setiap hari masjid Cipaganti ramai dikunjungi, ditambah letaknya di pinggir jalan Cipaganti dengan lalu lintas padat membuat penulis kesulitan mengabadikan masjid Cipaganti dari arah jalan Sastra. Jalan di depan masjid Cipaganti  yang menjadikan masjid Cipaganti pada posisi tusuk sate antara Cipaganti dengan jalan Sastra. Padahal apabila dilihat diantara deretan pepohonan di sepanjang tepi jalan Sastra maka akan didapat framing menarik yang membingkai bangunan masjid. Dihari biasa, masjid Cipaganti ramai dikunjungi. Apalagi di hari Jumat, jamaah membludak  maka disediakan tempat wudhu khusus. [caption id="attachment_217401" align="aligncenter" width="466" caption="tempat wudhu (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] Sayang, ada gula ada semut. Dimana banyak orang berkumpul, maka penjual makanan ikut menyerbu. Bahkan hingga pekarangan masjid. [caption id="attachment_217468" align="aligncenter" width="470" caption="tukang baksopun masuk halaman masjid (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] Untunglah masjid Cipaganti lebih tertib dibanding masjid Agung Bandung yang  hampir tenggelam dalam lautan pedagang kaki lima (PKL). Selain itu di setiap sudut disediakan tempat sampah. Toilet bersih dan tempat wudhu yang bersih menjadi idaman pengunjung masjid. Apalagi mukena di masjid ini selain bersih juga harum. Rupanya seminggu sekali sukarelawan Gerakan Mukena
Resik (GMR) datang kesini untuk mengambil mukena kotor dan menggantinya dengan mukena bersih. Wah  bakalan asyik i’tikaf disini. Masjidnya tidak hanya
adem tetapi juga
resik pikabeutaheun (membuat betah=bahasa Indonesia). *Maria Hardayanto* Tulisan ini dibuat khusus untuk menunaikan tugas Weekly Photo Challenge : Interior Photography. Silakan dinikmati hasil karya rekan-rekan yang lain:
cekidot^-^ Sumber data: •
Detik.com •
Bambang Setia Budi (Arsitek ITB) •
InilahJabar.com [caption id="attachment_217403" align="aligncenter" width="449" caption="tampak depan masjid Cipaganti (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] [caption id="attachment_217404" align="aligncenter" width="422" caption="mihrab penghalang pintu utama (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] [caption id="attachment_217405" align="aligncenter" width="427" caption="lampu diatas mihrab (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] [caption id="attachment_217406" align="aligncenter" width="392" caption="pintu utama (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] [caption id="attachment_217438" align="aligncenter" width="390" caption="jendela besar berkaca penanda renovasi (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption]
kuda-kuda segitiga (dok. Maria Hardayanto)
jalur akhwat (dok. Maria Hardayanto) [caption id="attachment_217409" align="aligncenter" width="478" caption="tiang masjid dan rak tempat Al Quran (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] [caption id="attachment_217410" align="aligncenter" width="509" caption="bagian samping (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] [caption id="attachment_217439" align="aligncenter" width="420" caption="pintu keluar dengan undakan penanda luas awal masjid (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption] [caption id="attachment_217411" align="aligncenter" width="415" caption="mukena yang bersih dan harum (dok. Maria Hardayanto)"]
[/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya