Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tadabur Alam di Pengajian Kami

15 Oktober 2012   21:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:48 3465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_218136" align="aligncenter" width="583" caption="tadabur alam  (dok.Maria Hardayanto)"][/caption] “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silihbergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orangyang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk  atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkantentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Rabb kami,tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau,maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS.Ali Imron:190-191) Mungkin ada yang bertanya : “Apakah yang dilakukan ibu-ibu di pengajian hanya membaca dan membahas Al Qur’an?” Sebetulnya acara ibu-ibu pengajian cukup variatif. Apabila ada rekan dan keluarganya yang sakit, atau meninggal kami pasti menjenguk. Juga ketika ada rekan yang akan berangkat menunaikan ibadah ke tanah suci. Selain itu ada acara bakti sosial ke rumah yatim piatu, rumah panti jompo dan membagikan rezeki bagi pemulung, tukang sampah dan tukang becak. Tetapi yang paling menarik adalah tadabur alam. Tujuannya agar kami lebih memahami dan mensyukuri karunia Allah SWT.  Karena sebagai ibu rumah tangga yang bangun tatkala anggota keluarga lain masih terlelap, kemudian baru tidur ketika seisi rumah sudah bermimpi, maka esensi alam sering dianggap bentuk kemanunggalan dengan perlengkapan dapur, rekening listrik dan telephone hingga kemacetan yang harus dialami ketika menjemput anak pulang sekolah. Destinasi tadabur alam di pengajian kami tidak pernah terlalu jauh dari kota Bandung, misalnya Sumedang, Lembang, dan yang terjauh adalah Garut dan Cililin. Waktu yang digunakanpun hanya sehari penuh, tidak pernah menginap. Kami berangkat seusai mengantarkan anak ke sekolah dan pulang di sore/malam hari. Sehingga tidak mengganggu rutinitas keesokan harinya. Pemandangan alam di tempat tujuan memang selalu indah. Kami dapat mendengarkan tausiah sambil menikmati keindahan alam, semilirnya angin, menghirup udara yang bersih dan merasakan sejuknya air yang mengalir dari sumbernya. Momen yang jarang ditemukan ketika seorang ibu tenggelam dalam tugas rumah tangga yang sering terpaksa dilakukan dengan mengerjakan 2 – 3 pekerjaan sekaligus. Dalam tadabur alam, setiap insan manusia diingatkan akan keagungan Allah SWT yang tidak menciptakan sesuatu tanpa sebab. Bahkan daun yang berguguran mempunyai arti bagi tanah tempat tanaman tersebut tumbuh, bagi binatang yang hidup di sekitar pohon. Dan tentunya bagi manusia. Karena keberadaan pohon membantu tanah menyerap air hujan. Air yang diperlukan bagi manusia dan hewan dan tanaman itu sendiri. Keseluruhannya bagai lingkaran tak terputus. Saling membutuhkan, saling memanfaatkan. Sayangnya sebagai manusia rupanya kita terlalu serakah. Hal tersebut nampak di setiap perjalanan kami, banyak kehancuran alam seperti dibawah ini: [caption id="attachment_218133" align="aligncenter" width="432" caption="kerusakan di kawasan Bandung Utara (dok. Walhi)"]

13503369171128459000
13503369171128459000
[/caption] Kawasan Bandung Utara (KBU), kawasan daerah peresapan air dijadikan bangunan secara secara semena-mena. Demikian juga daerah-daerah subur yang semula merupakan persawahan di Sumedang, Garut dan Cianjur berubah menjadi perumahan golongan menengah keatas. Bukan untuk dihuni tapi sekedar investasi atau tempat peristirahatan. Bagai dunia yang terbelah. Di satu sisi rumah-rumah mewah berukuran luas dengan pekarangan dan pemandangan yang indah tapi hanya sesekali dinikmati pemiliknya.  Di sisi lain rumah sederhana yang bocor apabila musim hujan tiba, tetapi kekeringan tatkala musim kemarau hingga penghuninya harus menggunakan air selokan seperti ini: [caption id="attachment_218134" align="aligncenter" width="432" caption="warga menggunakan air selokan (dok PJTV)"]
13503370261346286615
13503370261346286615
[/caption] sumber foto : disini Tidak hanya kekurangan fasilitas air, banyak diantara mereka belum mendapat fasilitas listrik. Baru sekitar 60 % penduduk Indonesia yang mendapat fasilitas listrik. Menyebabkan waktu produktif mereka berkurang. Anak-anak tidak bisa mengaji dan mengulang pelajaran di sekolah. Para orangtua tidak bisa mengerjakan tugas rumah tangga atau berkumpul dengan tetangga untuk bersilaturahim. Apalagi pemudanya, ketiadaan akses menyebabkan mereka tertinggal makin jauh dengan remaja yang mendapat fasilitas listrik. Walau itu semua merupakan hal yang tak terjangkau bagi kami para ibu rumah tangga, tetapi bukan berarti tidak ada aksi yang dapat dilakukan. Beberapa hal sederhana kami sepakati seperti menghemat air dan listrik, tidak hanya bagi diri sendiri tapi juga bagi keluarga masing-masing. Mungkin hasil akhirnya belum signifikan, tapi bukankah sebuah lingkaran dimulai dari sebuah titik? Bukankah empati tidak harus terucap tapi harus dibuktikan dengan tindakan? Karenanya setiap pulang dari tadabur alam,  hati kami penuh rasa syukur. Sebanyak  apapun  ilmu yang diperoleh tiada artinya tanpa melihat kenyataan disekeliling.  Bahwa rumput liar tumbuh bukan tanpa sebab. Dia hidup bukan  untuk sesuatu kesia-siaan, semua ada manfaatnya . Karena beberapa tanaman yang dianggap liar dan mengganggu ternyata berkhasiat mengobati penyakit contohnya kitolod. [caption id="attachment_218138" align="aligncenter" width="274" caption="kitolod (dok.Wieni Rizky"]
13503392871244264880
13503392871244264880
[/caption] Gunung meletus menyebabkan area disekelilingnya menjadi subur. Apalagi datangnya musim hujan dan musim kemarau, semua harus disyukuri. Apabila terjadi  banjir, longsor hingga kesulitan air, penyebabnya adalah ulah manusia.  Allah SWT sudah merancang yang terbaik bagi alam ini, manusialah yang merusak ciptaanNya. **Maria Hardayanto**

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun