Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Musik Karinding, Cincin Syahrini Hingga Penderita Gangguan Jiwa di Braga Festival 2011

26 September 2011   05:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:36 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
no comment (dok. detik.com)

Minggu tanggal 25 September 2011, Bandung berusia 201 tahun. Bukan usia muda apabila tidak mau dikatakan sudah uzur. Tapi masih childish, terbukti ketidakakuran acap mewarnai kisah kebijakan pemerintah kota Bandung dengan pemerintah provinsi Jabar. Salah satu contohnya adalah Braga Festival yang digagas almarhum Wawan Juanda seharusnya menjadi icon Bandung tetapi justru diapresiasi pemerintah provinsi Jawa Barat sebelum akhirnya dibagi dua dalam satu sinergi. Hari Ulang Tahun pemerintah kota Bandung tahun inipun dimeriahkan dengan diselenggarakannya Braga Festival. Dan cukup sukses! Bertemakan "Balik Bandung", panitia Braga Festival, Forum Estetika Kota berhasil mengajak balik ka lembur dengan menampilkan Bandung sebagai kota budaya yang memiliki beragam ekpresi seni, musik , gaya hidup, kuliner hingga mode busana. Untuk menunjukkan kekhasannya, Braga Festival dibuka oleh Walikota Bandung, Dada Rosada pada Jumat, 23 September 2011  di tengah-tengah sawah yang bulir padinya mulai menguning. Sawah tersebut  dibentuk di depan bangunan eks Sarinah lengkap dengan bebegig (orang-orangan sawah) dan saungnya. Di dalam saung, kelompok Tarawangsa dari Rancakalong Sumedang memainkan alat musik tradisional Sunda seperti kecapi  dari saung tersebut lengkap kemenyan yang dibakar seolah menggambarkan ritual panen padi tempo dulu. Selain kelompok Tarawangsa, pengunjung juga dihibur alunan musik karinding yang tidak hanya menampilkan lagu tradisonal tetapi juga lagu "Insya Allah"nya Maher Zain. Sungguh mempesona, menunjukkan ajang adu kreativitas, karena tidak jauh dari sana sekelompok pemuda memainkan alat musik perkusi sehingga sepanjang jalan Braga terasa hidup. Mengingatkan akar budaya tanpa meninggalkan kekinian. Tidak hanya hiburan, jajanan dan mainan tempo dulupun ada, seperti gulali, arummanis(jajanan) dan gasing (mainan). Pengunjung juga terpuaskan dengan adanya jejeran kios batik beraneka ragam dan corak karena sejatinya suku Sunda kaya dengan khasanah batik. Mulai batik tradisonal hingga kontemporer. Tak ketinggalan accessories batik dan accessories yang terbuat dari biji dan buah kering melengkapi area tersebut.

Ingin konsep kekinian? Ada di depan gedung Bank BJB  dan  di wilayah Cikapundung. Dari mulai musik yang menggelegar  yang menampilkan rocker Bandung era 1970-an seperti Deddy Dorres , Super Kid, area bermain anak hingga deretan penjual makanan burger, sosis, es tebu,  baju distro hingga accessories Syahrini. ^_^ Festival Braga ditutup secara resmi semalam, Minggu 25 September 2011 oleh Walikota Bandung, Dada Rosada dan pembacaan "Risalah Braga" oleh Budayawan Aat Suratin  yang berisi desakan agar Braga Festival menjadi acara tahunan Kota Bandung unntuk membangun citra kota Bandung dan warganya. Selain itu juga diharapkan jalan Braga segera direalisasikan menjadi area pedestrian. Sayang, ada yang mencoreng  nilai kreativitas Festival Budaya kali ini yaitu sederetan foto di penghujung jalan Braga menuju  jalan Asia Afrika, dimana  panitia menyuguhkan 17 foto penderita gangguan jiwa yang sering berkeliaran di seantero jalan di kota Bandung lengkap dengan 2  foto penderita gangguan jiwa bertelanjang bulat sehingga terlihat (maaf) alat vitalnya. Memang sih ditutup kertas karton, tapi tetap menampilkan kevulgaran dengan mengesampingkan sensitivitas. Ah, mengapa kelompok yang termarginalkan ini harus menjadi tontonan ekstrim? Belum cukupkah perilaku kita menghindari keberadaan mereka atau menunjuk-nunjuk dan mentertawakan mereka dari dalam kendaraan roda empat? Apakah deretan foto penderita gangguan jiwa menunjukkan ekspresi  kreatif kota Bandung? Atau justru matinya hati nurani? Bukankah masih banyak cara elegan untuk memperjuangkan nasib mereka?  Memanusiawikan mereka? Akhir kata, SELAMAT ULANG TAHUN kotaku, Semoga semakin banyak masalah terselesaikan sehingga Bandung menjadi kota yang nyaman. Amin [caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Pidato Pembukaan Dada Rosada"][/caption]

[caption id="" align="aligncenter" width="385" caption="no comment (dok. detik.com)"][/caption] sumber gambar :

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun