Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Hari Anak Nasional, Hari Anak Ngelem di Jalanan

23 Juli 2011   11:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:26 1429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_124609" align="aligncenter" width="680" caption="ngelem dibawah spanduk Hari Anak Nasional 2011"][/caption]

"Pemerintah belum memberi perhatian penuh kepada anak-anak Indonesia. Buktinya masih banyak yang cari uang di jalanan, tidak sekolah, ngelem, bekerja, dan lainnya". Demikian sambutan lantang tanpa teks dari Arif Rohman Hakim , kontingen Provinsi Bangka Belitung yang didaulat mawakili 330 peserta Kongres Anak Nasional (KAN) pada saat pembukaan KAN ke 10 di Gedung merdeka. Jl Asia Afrika Kota Bandung. Pernyataan Arif memang tidak mengada-ada. Pada hari  Sabtu, 23 Juli 2011 bertepatan dengan hari Anak Indonesia, ketika teman-temannya berkongres di hotel nan sejuk, bersih dan nyaman, 5.000 anak jalanan berkeliaran di seantero kota Bandung. Menunggu perhatian pemerintah. Menunggu rumah singgah yang tak kunjung terealisasi. [caption id="attachment_124554" align="aligncenter" width="490" caption="anak jalanan, berkumpul sebelum acara"]

1311416103899528682
1311416103899528682
[/caption] Sebagian kecil dari anak jalanan tersebut mengikuti kegiatan yang diadakan sekelompok sukarelawan yang bergabung dalam Komunitas Sahabat Anak Jalanan (Sahaja), Save Street Childen (SSC) dan AIESEC Indonesia-China di atap Pasar Bermartabat Ciroyom Bandung. Acara dimulai dengan presentasi sarapan yang dibuat oleh para mahasiswa/sukarelawan. Ada nasi goreng dengan telur ceplok dan sosis. Ada nasi goreng dan telur dadar. Ada nasi dengan sohun goreng dan sayuran. Semua anak bebas memberi penilaian, antara 1 - 5. Hasilnya tentu saja beragam. Namanya juga anak-anak. Katanya enak, tapi dia hanya memberi nilai 1, upz pelitnya ^_^ [caption id="attachment_124558" align="aligncenter" width="323" caption="Enak sih enak tapi 1 aja ah nilainya"]
1311416691444026421
1311416691444026421
[/caption] Tapi acara utama adalah sarapan bersama. Ramai pastinya. Bak pesta, tangan-tangan berkuku hitam tersebut makan dengan lahapnya. Banyak yang menghabiskan nasi terlebih dulu baru kemudian menikmati telur dan sosisnya. Apakah mereka mengikuti kebiasaan sesepuh untuk mengakhirkan yang lezat? Semacam bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Entahlah, karena mulut mereka terlalu penuh untuk menjawab. [caption id="attachment_124560" align="aligncenter" width="323" caption="upz lahapnyaaa..."]
1311417152162746267
1311417152162746267
[/caption] [caption id="attachment_124559" align="aligncenter" width="323" caption="kayanya enak nih....."]
1311417001319350080
1311417001319350080
[/caption]

Sesudah sarapan, mereka bertanding futsal. Sebagian diantara mereka berkostum merah (Persija, katanya) dan sebagian lagi berkostum biru (Nah, yang ini Persib). Wasitnya? Ketua kelompok mereka sendiri. Bertelanjang dada. Menerapkan tata tertib dengan keras sambil sesekali menghirup lem. [caption id="attachment_124561" align="aligncenter" width="490" caption="berfoto sebelum bertanding"]

13114174211816972525
13114174211816972525
[/caption] [caption id="attachment_124562" align="aligncenter" width="277" caption="memimpin pertandingan sambil sesekali ngelem (tangan kiri)"]
1311418377122131703
1311418377122131703
[/caption] Ya, seluruh anak jalanan yang penulis temui di Hari Anak Nasional ini ngelem. Baik anak laki-laki maupun perempuan. Usia anak Sekolah Dasar maupun menjelang usia 20-an. Tentunya tidak ada seorangpun dari antara mereka yang bersekolah formal. Mereka mengikuti pertemuan sekolah setiap Sabtu dan Minggu yang diadakan Komunitas Sahaja dan SSC. Itupun bukan berkurikulum, ketika ingin belajar ya belajar. Ketika ingin curhat ya curhat. Tapi ada kesamaan kebutuhan yang mendorong para anak jalanan tersebut untuk datang yaitu mereka ingin dihargai sebagai anak, ingin didengar, ingin mendapat kasih sayang karena walau faktanya beberapa dari antara mereka mempunyai orangtua, tapi para orangtua tersebut enggan menafkahi mereka . Mereka diharuskan bekerja, bekerja apa saja. Pokoknya lepas dari beban orang tua. Karena itu pekerjaan mereka beragam. Ada yang mengemis, mengamen, pembawa barang di pasar hingga tukang delman yang memberi jasa angkutan bagi pembeli berbelanja banyak. Selebihnya adalah lingkaran ngelem yang sulit mereka lepaskan. Kebiasaan ngelem yang menimbulkan perasaan euphoria dan sensasi menyenangkan ini sulit dihilangkan karena sudah mengadiksi. Padahal selain gangguan jangka pendek, kebiasaan ngelem dalam jangka panjang akan mengakibatkan irritabilitas, labilitas emosi, dan gangguan ingatan, kejang pada anggota badan, kerusakan sumsum tulang dan kerusakan hati dan ginjal dan gangguan buruk lainnya. Dibutuhkan banyak pihak untuk membantu mereka. Karena jangankan rumah singgah yang kini hanya menampung 8 orang, tempat belajarpun berpindah-pindah. Untuk sementara ini kegiatan belajar mengajar berlangsung di emper Mesjid di atap pasar Ciroyom. Apabila hujan tiba, mereka terpaksa pindah ke lantai bawah yang tidak hanya kotor tapi ..........berbau pesing !!! Di lantai bawah mereka harus berbagi tempat dengan anak pemilik kios pasar Ciroyom dan anak-anak penduduk sekitar pasar Ciroyom. Karena pembangunan Kota Bandung memang tidak ramah pada anak-anak. Mereka kehilangan lahan bermain. Sehingga tempat yang kotor dan berbau pesingpun jadilah. Asal mereka bisa bermain sepak bola. Untuk sejenak penulis merasa gamang. Membandingkan mereka dengan  anak-anak yang bersliweran belajar di sekolah favorit bagaikan bumi dan langit. Dan lebih merasa miris mengingat permasalahan utama bukanlah materi. Anak jalanan tersebut mempunyai uang untuk belajar di sekolah apabila mereka mau. Tapi mereka tidak merasa perlu sekolah. Mereka tidak memerlukan baju bagus dan masakan enak. Mereka lebih membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Jadi ketika Nur, salah seorang anak jalanan memberikan bunga pada penulis. Tanpa sadar air matapun berlinang. [caption id="attachment_124578" align="aligncenter" width="277" caption="berlatih ukulele ketika merasa bosan"]
13114215751484155589
13114215751484155589
[/caption] [caption id="attachment_124563" align="aligncenter" width="323" caption="nonton pertandingan sambil sesekali ngelem"]
13114186172005574171
13114186172005574171
[/caption] [caption id="attachment_124564" align="aligncenter" width="270" caption="Nur, nonton pertandingan sambil ngelem"]
131141879382336375
131141879382336375
[/caption] [caption id="attachment_124565" align="aligncenter" width="323" caption="Nur, curhat sambil ngelem"]
1311419105634419504
1311419105634419504
[/caption] [caption id="attachment_124576" align="aligncenter" width="572" caption="perwakilan AIESEC Indonesia dan AIESEC China, berpose dengan bunga dari Nur"]
1311480319322769093
1311480319322769093
[/caption]
131142086367002021
131142086367002021
sekuntum bunga dari Nur

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun