[caption id="attachment_124609" align="aligncenter" width="680" caption="ngelem dibawah spanduk Hari Anak Nasional 2011"][/caption]
"Pemerintah belum memberi perhatian penuh kepada anak-anak Indonesia. Buktinya masih banyak yang cari uang di jalanan, tidak sekolah, ngelem, bekerja, dan lainnya". Demikian sambutan lantang tanpa teks dari Arif Rohman Hakim , kontingen Provinsi Bangka Belitung yang didaulat mawakili 330 peserta Kongres Anak Nasional (KAN) pada saat pembukaan KAN ke 10 di Gedung merdeka. Jl Asia Afrika Kota Bandung. Pernyataan Arif memang tidak mengada-ada. Pada hari  Sabtu, 23 Juli 2011 bertepatan dengan hari Anak Indonesia, ketika teman-temannya berkongres di hotel nan sejuk, bersih dan nyaman, 5.000 anak jalanan berkeliaran di seantero kota Bandung. Menunggu perhatian pemerintah. Menunggu rumah singgah yang tak kunjung terealisasi. [caption id="attachment_124554" align="aligncenter" width="490" caption="anak jalanan, berkumpul sebelum acara"]
[/caption] Sebagian kecil dari anak jalanan tersebut mengikuti kegiatan yang diadakan sekelompok sukarelawan yang bergabung dalam Komunitas Sahabat Anak Jalanan (Sahaja), Save Street Childen (SSC) dan AIESEC Indonesia-China di atap Pasar Bermartabat Ciroyom Bandung. Acara dimulai dengan presentasi sarapan yang dibuat oleh para mahasiswa/sukarelawan. Ada nasi goreng dengan telur ceplok dan sosis. Ada nasi goreng dan telur dadar. Ada nasi dengan sohun goreng dan sayuran. Semua anak bebas memberi penilaian, antara 1 - 5. Hasilnya tentu saja beragam. Namanya juga anak-anak. Katanya enak, tapi dia hanya memberi nilai 1, upz pelitnya ^_^ [caption id="attachment_124558" align="aligncenter" width="323" caption="Enak sih enak tapi 1 aja ah nilainya"]
[/caption] Tapi acara utama adalah sarapan bersama. Ramai pastinya. Bak pesta, tangan-tangan berkuku hitam tersebut makan dengan lahapnya. Banyak yang menghabiskan nasi terlebih dulu baru kemudian menikmati telur dan sosisnya. Apakah mereka mengikuti kebiasaan sesepuh untuk mengakhirkan yang lezat? Semacam bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Entahlah, karena mulut mereka terlalu penuh untuk menjawab. [caption id="attachment_124560" align="aligncenter" width="323" caption="upz lahapnyaaa..."]
[/caption] [caption id="attachment_124559" align="aligncenter" width="323" caption="kayanya enak nih....."]
[/caption]
Sesudah sarapan, mereka bertanding futsal. Sebagian diantara mereka berkostum merah (Persija, katanya) dan sebagian lagi berkostum biru (Nah, yang ini Persib). Wasitnya? Ketua kelompok mereka sendiri. Bertelanjang dada. Menerapkan tata tertib dengan keras sambil sesekali menghirup lem. [caption id="attachment_124561" align="aligncenter" width="490" caption="berfoto sebelum bertanding"]
[/caption] [caption id="attachment_124562" align="aligncenter" width="277" caption="memimpin pertandingan sambil sesekali ngelem (tangan kiri)"]
[/caption] Ya, seluruh anak jalanan yang penulis temui di Hari Anak Nasional ini
ngelem. Baik anak laki-laki maupun perempuan. Usia anak Sekolah Dasar maupun menjelang usia 20-an. Tentunya tidak ada seorangpun dari antara mereka yang bersekolah formal. Mereka mengikuti pertemuan sekolah setiap Sabtu dan Minggu yang diadakan Komunitas Sahaja dan SSC. Itupun bukan berkurikulum, ketika ingin belajar ya belajar. Ketika ingin curhat ya curhat. Tapi ada kesamaan kebutuhan yang mendorong para anak jalanan tersebut untuk datang yaitu mereka ingin dihargai sebagai anak, ingin didengar, ingin mendapat kasih sayang karena walau faktanya beberapa dari antara mereka mempunyai orangtua, tapi para orangtua tersebut enggan menafkahi mereka . Mereka diharuskan bekerja, bekerja apa saja. Pokoknya lepas dari beban orang tua. Karena itu pekerjaan mereka beragam. Ada yang mengemis, mengamen, pembawa barang di pasar hingga tukang delman yang memberi jasa angkutan bagi pembeli berbelanja banyak. Selebihnya adalah lingkaran
ngelem yang sulit mereka lepaskan. Kebiasaan
ngelem yang menimbulkan perasaan euphoria dan sensasi menyenangkan ini sulit dihilangkan karena sudah mengadiksi. Padahal selain gangguan jangka pendek, kebiasaan ngelem dalam jangka panjang akan mengakibatkan irritabilitas, labilitas emosi, dan gangguan ingatan, kejang pada anggota badan, kerusakan sumsum tulang dan kerusakan hati dan ginjal dan gangguan buruk lainnya. Dibutuhkan banyak pihak untuk membantu mereka. Karena jangankan rumah singgah yang kini hanya menampung 8 orang, tempat belajarpun berpindah-pindah. Untuk sementara ini kegiatan belajar mengajar berlangsung di emper Mesjid di atap pasar Ciroyom. Apabila hujan tiba, mereka terpaksa pindah ke lantai bawah yang tidak hanya kotor tapi ..........berbau pesing !!! Di lantai bawah mereka harus berbagi tempat dengan anak pemilik kios pasar Ciroyom dan anak-anak penduduk sekitar pasar Ciroyom. Karena pembangunan Kota Bandung memang tidak ramah pada anak-anak. Mereka kehilangan lahan bermain. Sehingga tempat yang kotor dan berbau pesingpun jadilah. Asal mereka bisa bermain sepak bola. Untuk sejenak penulis merasa gamang. Membandingkan mereka dengan  anak-anak yang bersliweran belajar di sekolah favorit bagaikan bumi dan langit. Dan lebih merasa miris mengingat permasalahan utama bukanlah materi. Anak jalanan tersebut mempunyai uang untuk belajar di sekolah apabila mereka mau. Tapi mereka tidak merasa perlu sekolah. Mereka tidak memerlukan baju bagus dan masakan enak. Mereka lebih membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Jadi ketika Nur, salah seorang anak jalanan memberikan bunga pada penulis. Tanpa sadar air matapun berlinang. [caption id="attachment_124578" align="aligncenter" width="277" caption="berlatih ukulele ketika merasa bosan"]
[/caption] [caption id="attachment_124563" align="aligncenter" width="323" caption="nonton pertandingan sambil sesekali ngelem"]
[/caption] [caption id="attachment_124564" align="aligncenter" width="270" caption="Nur, nonton pertandingan sambil ngelem"]
[/caption] [caption id="attachment_124565" align="aligncenter" width="323" caption="Nur, curhat sambil ngelem"]
[/caption] [caption id="attachment_124576" align="aligncenter" width="572" caption="perwakilan AIESEC Indonesia dan AIESEC China, berpose dengan bunga dari Nur"]
[/caption]
sekuntum bunga dari Nur
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Pendidikan Selengkapnya