Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Beranda Nusantara, Tepian yang Harus Dijaga

27 Januari 2011   19:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:07 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="pulau Nusa Barung"][/caption]

Sebagaimana pemilik rumah, seberapa kenal bangsa Indonesia terhadap “pagar terdepan rumahnya ?”Berapa banyak informasi tentang pulau-pulau yang menjadi batas-batas wilayah Negara Indonesia diketahui ? Bukankah seharusnya sang pemilik rumah mengetahui batas-batas tempat tinggalnya hingga batas pagar tetangga sebelah ? Bukankah ketidak tahuan bahkan pengabaian menyebabkan Sipadan-Ligitan ditetapkan sebagai wilayah Malaysia?

Berdasarkan pemikiran tersebut, Wanadri bekerja sama dengan komunitas budaya Rumah Nusantara dan didukung berbagai pihak mengadakan ekspedisi terhadap 92 pulau terdepan Indonesia dengan tujuan :

·Membuka ruang informasi serta keterbukaan bagi masyarakat akan keberadaan dan potensi 92 pulau-pulau terdepan (terluar) Indonesia.

·Menumbuhkan kesadaran akan kekayaan alam Nusantara sebagai Negara Kelautan dengan wilayah geografisnya.

·Membangun kembali kesadaran akan Kebudayaan Kelautan Nusantara yang selama ini terlalaikan.

Adapun hasil yang diharapkan dari Ekspedisi Penjelajahan dan Pendataan 92 pulau-pulau terdepan Nusantara adalah :

·Pemancangan prasasti (penanda) pulau-pulau terdepan.

·Peliputan, pendataan dan pendokumentasian pulau-pulau terdepan.

·Penerbitan buku dan multimedia tentang pulau-pulau terdepan.

Di setiap pulau, team ekspedisi menancapkan penanda berwujud tonggak terbuat dari bahan logam tahan karat. Bentuk penanda berwujud tonggak tersebut mendapat inspirasi dari tradisi mendirikan lingga, yaitu tiang peringatan dan penghormatan kepada leluhur yang telah dilaksanakan sejak jaman pra-sejarah di wilayah Nusantara. Pada bagian atas tonggak terdapat dua bilah, satu bilah berisi logo Garuda Pancasila, nama pulau dengan data koordinat dan wilayah administrasinya, satunya lagi bertuliskan Ekspedisi Garis Depan Nusantara beserta logo dari lembaga-lembaga yang mendukung kegiatan tersebut.

Disetiap pancang penanda pulau terdepan sebuah botol kedap air disimpan berisikan selembar pesan yang ditandatangani oleh mereka yang hadir pada saat penanaman prasasti tersebut. Isi pesan tersebut adalah :

Rumah Indonesia - rumah kita - terdiri atas 17.504 ruangan. Itulah pulau-pulau yang terserak - dalam komposisi yang asri - di hamparan nusantara. Sebanyak 92 pulau di antaranya berada di garis depan Indonesia. Menjadi pagar yang berbatasan dengan negara tetangga. Ekspedisi Garis Depan Nusantara berhasrat mengingatkan kita bersama untuk menghayati kebesaran negeri tercinta, ibu pertiwi, Indonesia. Kelak setiap warga bangsa yang bermukim terpisah di ribuan pulau dengan mudah dapat saling mengunjungi ketika laut di antara pulau-pulau (nusa antara) telah menjadi penghubung - bukan pemisah -untuk mempersatukan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(Ekspedisi Garis Depan Nusantara. Penjelajahan dan Pendataan 92 Pulau Terdepan Indonesia. Pengabdian Sepenuh Cinta, 2008-2010. Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung Wanadri dan Komunitas Rumah Nusantara).

Ekspedisi Garis Depan Nusantara juga memboyong patung-patung resin Dwi-Tunggal Soekarno-Hatta karya perupa Yogyakarta Dedi Setiadi dan perupa Bandung Koko Sondaka yang diabadikan setiap kali tim mendarat di pulau-pulau terdepan Nusantara.

[caption id="" align="aligncenter" width="183" caption="patung resin DwiTunggal"]

patung resin DwiTunggal
patung resin DwiTunggal
[/caption]

Kegiatan ekspedisi wilayah Barat Indonesia berlangsung sejak tanggal 9 Mei 2008 sampai dengan 18 Agustus 2008. Dalam waktu 100 hari tim menggunakan KM Deklarasi Juanda, menempuh perjalanan sekitar 5.364 km menjelajahi dan mendata 34 pulau yang tersebar disepanjang sisi Sumatera, Selat Malaka, kepulauan Riau, kepulauan Anambas dan kepulauan Natuna. Selain itu juga menjelajahi 6 pulau yang terletak disisi selatan pulau Jawa : P. Deli, P. Manuk, P. Nusakambangan, P.Panehan, P.Sekel dan P. Nusa Barung.

Kegiatan ekspedisi wilayah Tengah berlangsung sejak 27 Mei 2009 hingga 17 Agustus 2009. Berbeda dengan ekspedisi wilayah Barat, tim tidak menggunakan KM Deklarasi Djuanda karena kendala teknis. Tim ekspedisi terdiri dari 2 tim yaitu Tim Nusantara 1 dan Tim Nusantara 2 yang masing-masing terbagi atas Tim Nusa dan Tim Antara.

Tim Nusa bertugas menjelajahi dan mendata kondisi geofisik pulau-pulau terdepan serta menanam prasasti penanda disana. Sedangkan Tim Antara bertugas mendatangi dan mendata sosial budaya masyarakat di pulau terdepan atau di pemukiman terdekatnya bila pulau tersebut tidak berpenghuni.

Secara keseluruhan, ekspedisi di wilayah Tengah menempuh jarak perjalanan 9.181 km selama 81 hari. Mengunjungi 24 pulau terdepan yang menjadi titik batas NKRI di 6 provinsi yaitu Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara barat dan Nusa Tenggara Timur. Dari 24 pulau tersebut 12 pulau berpenghuni dan 12 pulau lainnya tidak berpenghuni.

Diantaranya pulau Miangas, jauh terpencil diujung utara Sulawesi Utara. Jaraknya lebih mendekati daratan wilayah Negara Filipina dibandingkan daratan terdekat NKRI yaitu pulau Marampit. Termasuk ke pulau Ndana (Rote) yang merupakan daerah paling selatan di Indonesia.

[caption id="" align="aligncenter" width="259" caption="gong"][/caption]

Keistimewaan pulau-pulau terdepan di wilayah Tengah adalah karena daerah ini dikenal sebagai tempat garis Wallace. Perbatasan imajiner yang membedakan keaneka ragaman hayati di wilayah Indonesia barat denganIndonesia Timur.

Beragam jenis flora dan fauna yang hanya ada di wilayah Indonesia Timur. Sebagian bahkan endemik hanya ada di wilayah itu saja, seperti :Anoa, Babi Rusa, Tarsius tarsius, Yaki di Sulawesi. Masih sangat sedikit penelitian biologi yang dilakukan di wilayah ini, sehingga terbuka kemungkinan ditemukannya flora dan fauna yang belum tercatat dalam pengetahuan kita.Penemuan ikan Raja Coelacanth (Latiemera menadoensis) di perairan Menado Tua yang sudah dianggap punah karena diperkirakan hidup di masa 64 juta tahun silam, membuka mata dunia pada kekayaan biologi Indonesia yang masih belum banyak diteliti.

[caption id="" align="aligncenter" width="429" caption="ikan purba, Coelacanth"][/caption]

Disamping keanekaragaman hayati, dari 24 pulau-pulau terdepan wilayah Tengah setidaknya ada 12 bahasa daerah yang mencerminkan kebhinekaan suku-suku yang tinggal di pulau atau di pemukiman jelang pulau terdepan. Bahkan di Alor sebenarnya ada 54 bahasa daerah dan dialek, tetapi tim ekspedisi baru mendatangi 2 wilayah yang menjadi titik terdepan di pulau tersebut.

Ekspedisi wilayah Timur berlangsung sejak 15 November 2009 dari kota Makasar selama 148 hari dan menempuh 11.000 km menggunakan kapal Phinisi ; KLM (Kapal Layar Motor) “Cinta Laut” menjelajahi dan mendata 28 pulau terdepan wilayah Timur.

[caption id="" align="aligncenter" width="240" caption="kapal phinisi Cinta Laut"][/caption]

Digunakannya Phinisi sebagai wahana ekspedisi merupakan upaya mengingatkan kembali kapada semua pihak bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa bahari; bangsa yang menyebut tempat tinggalnya : TANAH AIR.

Dalam penjelajahan dan pendataan di wilayah Timur sangat terasa adanya keberagaman bahasa daerah dan mempunyai jejak benang merah yang berinduk pada bahasa-bahasa Austronesia. Dari bahasa ini pula asal bahasa Indonesia yang sekarang kita gunakan.

Benda budaya yang secara unik menjadi benang merah masyarakat yang beragam di kepulauan Nusantara adalah peran “gong” sebagai alat musik yang bernilai adat. Tradisi yang melibatkan gong hadir di wilayah Barat,Tengah dan Timur dari pulau-pulau berpenghuni di Talaud paling utara hingga Rotee yang paling selatan. Sisi lain yang khas adalah gading-gading gajah berukuran besar yang tersebar di pulau-pulau wilayah Timur, menunjukkan bagaimana tradisi bahari dulu telah menjadi penghubung dan pengikat antar pulau di Nusantara.

Keunikan lain di wilayah Timur adalah dangkalan Sahul yang dahulu menghubungkan Papua dengan Australia dan kemudian tenggelam, menyisakan kepulauan Aru yang mempunyai geomorphologi dan keanekaragaman hayati yang khas. Fauna di wilayah pulau-pulau bagian tenggara Maluku dan kepulauan Aru merupakan perpaduan wilayah Wallacea dan Papua-Australia, misalnya burung Maleo dan Cendrawasih.

[caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="burung Maleo"]

burung Maleo
burung Maleo
[/caption]

Hasil pendokumentasian berupa foto-foto sudah beberapa kali dipamerkan diantaranya pameran foto bertajuk Anak-anak Kita di Beranda Terdepan Nusantara yang berlangsung di GFJA tanggal 13 Agustus -13 September 2010, dan tahun ini dengan tajuk Menjaga Tepian Tanah Air berlangsung di Gedung Indonesia Menggugat Bandung dari tanggal 26 Januari-30 Januari 2011.

Sumber : Komunitas Gedung Indonesia Menggugat Bandung

Sumber foto : disini ,disini, disini, disini, disini dan disini serta disini jugadisini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun