Menjadi wanita karir yang mandiri dan sukses menjadi impian banyak orang, termasuk Jin Ha Kyung. Namun sebagai prakirawan BMKG sekaligus kepala tim dua, Jin Ha Kyung tak lepas dari beragam stigma yang dilekatkan padanya pasca hubungannya dengan Han Ki Jun berantakan.Â
Berangkat dari kisah inilah, Jin Ha Kyung dinilai banyak menimbulkan komplain karena keterlambatan prakiraan hujan es dan sempat diragukan kemampuannya untuk menjadi kepala tim.Â
Tak berhenti sampai disitu, ibu Jin Ha Kyung juga diolok-olok temannya kala bertemu di supermarket karna kedapatan berita tentang pembatalan rencana pernikahan putri bungsunya. Hingga stigma hubungan percintaan di kantor yang sama itu buruk.Â
Ini bukan hanya sekadar cerita di drakor fenomenal lansiran JTBC itu saja, namun benar-benar ada di kehidupan nyata. Stigma dimana Jin Ha Kyung dikomplain karena keterlambatan prakiraan hujan es misalnya.Â
Memang, kita tidak bisa menutup mata bahwa pembatalan pernikahannya membuat Ha Kyung stress apalagi mendapati Ki Jun berselingkuh. Tapi tidak semestinya hal pribadi itu dikaitkan dengan performa pekerjaan.Â
Stigma seperti itu justru menghacurkan karir perempuan bahkan membuat mereka enggan untuk mengembangkan potensi dirinya lebih jauh.
Perempuan jadi kepala tim? Why not? Saya heran dengan masyarakat dewasa ini yang masih menganggap pria lebih cocok mengisi posisi kepala atau pemimpin. Saya pikir menjadi kepala atau pemimpin perusahaan bukan soal gender, tapi lebih kepada capability dalam bidangnya.Â
Saya lihat Jin Ha Kyung cukup capable dalam melaksanakan tugas-tugasnya, ide-idenya pun begitu cemerlang meskipun terkadang agak terkesan lambat menentukan keputusan.Â
Kemampuannya dalam koordinasi pekerjaan dan kerjasama dengan anggota tim lain juga perlu diacungi jempol. Lantas mengapa hal ini tetap diragukan?Â
Namun saya sedikit bersyukur karena di tengah serial para anggota tim dan bos Ha Kyung mulai terbuka dengan permasalahan ini dan mengijinkan Ha Kyung mengambil posisi kepala tim walau hanya sementara.Â