Fenomena meningkatnya angka pengemis di Indonesia menjadi salah satu permasalah sosial yang memprihatinkan dan perlu penanganan segera. Setiap hari, pengemis di tempat-tempat umum seperti taman, jalan raya maupun restoran kerap kali terlihat.Â
Dari pengemis yang berpakaian badut atau berwarna perak hingga orang tua yang terduduk sembari membuka tangannya untuk uang sembari membacakan doa. Memang,hal ini bukanlah hal yang tak lazim di Indonesia.Â
Namun,tetap saja hal ini menimbulkan pertanyaan dan resah dalam masyarakat. Fenomena ini dipengaruhi oleh banyak hal yang beragam sehingga angka pengemis dapat membeludak. Hal utama yang mengakibatkan adanya fenomena ini adalah kemiskinan.
Kemiskinan merupakan siklus dimana sebuah individu atau kelompok kesulitan untuk memenuhi kehidupan ekonomi yang memadai atau standar kehidupan yang layak dan cenderung sulit untuk keluar dari lingkup kemiskinan ini. Maka dari itu,mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan,tempat tinggal dan pendidikan sehingga mengemis menjadi alternatif bagi mereka untuk bertahan hidup.
Selain itu, kurangnya pendidikan dan keterampilan akan menghambat individu ini untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Hal ini dapat didasari oleh adanya ketimpangan dalam masyarakat, terutama yang berpendapatan tinggi dan rendahnya mobilitas sosial. Karena ini,banyak dari mereka yang kurang berpendidikan cenderung tersingkir dan terbatas akses untuk lapangan pekerjaan yang layak. Kurangnya lapangan pekerjaan ini membuat individu yang kurang berpendidikan berjuang lebih keras untuk mendapatkan pekerjaan yang dapat menghidupi mereka.
Melalui artikel yang kami beri judul "Malas Pangkal Miskin, Membeludaknya Pengemis di Indonesia", kami akan membahas fenomena ini dengan sudut pandang opini untuk mengungkapkan kenyataan dari kejadian ini.
Pengemis di Indonesia saat ini telah mengalami peningkatan yang signifikan beberapa tahun terakhir. Hal ini merupakan krisis yang dialami oleh masyarakat dan pemerintah Indonesia. Fenomena ini menggambarkan tantangan yang kompleks yang dihadapi oleh individu yang terjebak dalam siklus kemiskinan dan keterbatasan akses ke pendidikan yang memadai.
Penting untuk diakui bahwa ada berbagai faktor yang menyebabkan seseorang menjadi pengemis. Ada pun faktor dimana individu yang mungkin terlibat dalam pengemisan karena kurangnya motivasi atau kemalasan, generalisasi semacam ini tidak adil terhadap semua pengemis.Â
Kurangnya pendidikan atau keterampilan menjadi faktor yang signifikan dalam menghadapi masalah pengemis. Akses terhadap pendidikan yang berkualitas adalah hak dasar setiap individu, namun masih banyak anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan yang memadai. Tanpa pendidikan yang memadai, mereka akan kesulitan dalam mencari pekerjaan yang layak di masa depan dan terjebak dalam lingkaran kemiskinan.
Selain itu, kurangnya keterampilan yang relevan juga menjadi kendala bagi pengemis untuk keluar dari situasi mereka. Pelatihan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dapat membantu mereka meningkatkan peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Namun, seringkali sulit bagi pengemis untuk mengakses pelatihan semacam itu karena keterbatasan sumber daya dan aksesibilitas.
Banyak sekali pemuda-pemudi yang mengalami fenomena ini. Anak-anak dari usia kecil hingga remaja yang seharusnya mendapatkan akses pendidikan yang layak dan stabil memilih mengemis. Seringkali ditanyakan bahwa mereka memilih mengemis karena malas sekolah dan mencari pekerjaan yang layak. Ini menjadi salah satu faktor utama terjadinya pengemis.Â