Mohon tunggu...
Maria Divavenus
Maria Divavenus Mohon Tunggu... Mahasiswa - writer in training

4rd year studying veterinary medicine in FKH UGM

Selanjutnya

Tutup

Nature

Cabai Bukan Tanaman Asli Indonesia? Kok Bisa Sampai ke Indonesia?

23 Agustus 2019   22:03 Diperbarui: 23 Agustus 2019   22:08 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Afrika Barat, beras sangat dibutuhkan. Akan tetapi produk lokal gagal memenuhi permintaan yang meningkat dengan pesat. Maka, para ilmuwan memulai program pemanfaatan teknologi kultur jaringan untuk mengembangkan persilangan antara spesies padi Afrika (Oryza glaberrima) dan spesies Asia (Oryza sativa).

Singkong adalah makanan pokok di Afrika Timur dan Afrika Tengah. Meskipun begitu, tanaman singkong sangat rentan terhadap hama dan penyakit. Maka dari itu, sangat dibutuhkan pengembangan tanaman singkong yang bebas hama atau penyakit melalui teknik kultur jaringan.

Meskipun demikian, dibandingkan dengan negara-negara Afrika lainnya, Afrika Selatan menghasilkan output yang tinggi di bidang kultur jaringan tanaman, biologi molekuler, transformasi genetik dan konservasi spesies tanaman yang terancam punah.

Perkembangan budidaya tanaman hasil rekayasa genetika sebagai komoditas pangan cukup pesat, tetapi teknologi ini juga memiliki  kekurangan. Terutama dalam bidang kesehatan. Penerapan teknologi sangat diperlukan dalam upaya mencari alternatif pemenuhan kebutuhan pangan, akan tetapi ilmiah saja tidaklah cukup, diperlukan etika mengenai norma dan nilai-nilai moral yang melindungi hak-hak asasi manusia serta makhluk hidup lainnya.

Maka dengan itu kita harus mengenal apa itu Bioetik. Bioetik berasal dari bahasa Yunani, "bios" yang berarti hidup dan "ethos" yang berarti adat istiadat atau moral. Maka bioetik adalah studi tentang etika dalam ilmu biologis dan kedokteran.

Mengambil plasma nutfah negara lain boleh-boleh saja, akan tetapi harus dengan bijaksana dan dengan izin dari negara yang bersangkutan. Kita juga harus mempertimbangkan resiko yang ditimbulkan, seperti hilangnya gen asli yang diambil, ketidakseimbangan ekosistem, dan lain-lain. Akan tetapi, jika kita tidak melakukan hal tersebut, akan terjadi dampak negatif yang lebih banyak. Kemiskinan di negara tertentu, karena sumber daya yang kurang, kurangnya varietas tanaman yang unggul, serta kepunahan tanaman, tanpa ada yang menggantikannya.

Terlepas dari resiko-resiko yang ditimbulkan, izin sangatlah penting. Zaman sekarang ini, ada saja yang mengambil plasma nutfah negara lain tanpa persetujuan. Bisa saja lewat sepatu bot khusus untuk mengambil gen asli dengan menginjak tanaman target. Lalu, sepatu tersebut dibawa untuk diteliti di negara lain. Maka, izin juga penting dalam pengambilan plasma nutfah negara lain.

Sampai disini dulu tulisan saya kali ini, semoga dapat menjawab pertanyaan para pembaca. Terimakasih sudah mengizinkan saya untuk menemani kalian lewat tulisan ini. Semoga bermanfaat dan sampai jumpa!

DAFTAR PUSTAKA

Managing Global Genetic Resources. 1991. https://www.nap.edu/read/1583/chapter/1  (diunduh pada tanggal 18 Agustus 2019)

Bhatia, Saurabh. Modern Application of Plant Biotechnology in Pharmaceutical Science. 2015. https://www.sciencedirect.com/topics/agricultural-and-biological-sciences/germplasm-conservation  (diunduh pada tanggal  19 Agustus 2019)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun