Mohon tunggu...
Maria Ayu
Maria Ayu Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Everything is art Email : ayudivayulita@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Ave Maryam", Belajar Menerima Secorak Kesan

10 Desember 2020   06:10 Diperbarui: 10 Desember 2020   06:15 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum lama ini, saya menonton film Ave Maryam (2018) di Netflix. Memang, terbilang cukup telat saya menontonnya. Padahal, awal film tersebut rilis dibioksop, saya ingin segera menontonnya. Tetapi, kembali kepada perihal waktu yang menjawab.

Saya sempat berbincang via telepon bersama kakak tingkat saya, bernama Gia mengenai film Ave Maryam. Beberapa waktu lalu, setelah saya menonton film tersebut.  

Tidak bisa dipungkiri bahwa film itu, memang cukup kontroversial di Indonesia. Film ini mampu dengan beraninya mengangkat isu-isu yang terbilang cukup rawan terjadi konflik bagi masyarakat. Awalnya, sayapun tidak tahu jikalau film tersebut beberapa adegan dipotong saat ditayangkan ke masyarkat luas.

Ka Gialah yang memberitahu saya perihal informasi tersebut. Pantas saja, batin saya bergejolak ketika menonton film Ave Maryam. Serasa belum menyampai klimaks, serta rasa penasaran yang menghantui saya setelah menonton film tersebut. Ternyata, setelah saya  mencari informasinya di internet, ternyata benar film asli berdurasi 85 menit tersebut dipotong selama dua belas menit. Hati saya hancur berkeping-keping, ketika mengetahui kebenaran pemotongan film tersebut. Batin terguncang dan berteriak "Aku ingin menonton full movie-nya".

Namun, siapa sangka? Dibalik kontroversinya film tersebut, Ave Maryam berhasil mendulang banyak prestasi dan apresiasi dari berbagai ajang festival film internasional. Bahkan, Ave Maryam  masuk seleksi   untuk mewakili Indonesia ke Piala Oscar 2020 bersaing dengan film lainnya yang terpilih.

Ave Maryam menceritakan seorang biarawati yaitu Suster Maryam merasakan perihal rasa yang tidak pernah ia alami ketika bertemu dengan Romo Yosef.  Rasa yang ia rasakan adalah cinta terlarang mengingat siapa dirinya dan siapa orang yang dicintainya.

Film Ave Maryam disutradarai oleh Ertanto Robby Soediskam. Kemudian, bintang utamanya adalah Maudy Koesnaedi menjadi Suster Maryam. Sedangkan, Chiccko Jerikho menjadi Romo Yosef.

Dilansir dari detik.com, ternyata film yang dipangkas terkait penggambaran latar belakang suster Maryam yang dirinya sedari kecil tidak menganut menjadi bagian dari umat Kristiani. Kemudian, ditengah maraknya desas desus dikalangan masyarakat terkait pemotongan film atau disensor karena adegan erotis yang muncul dalam film tersebut.

Jika ditilik dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud) Nomor 14 Tahun 2019, tentang regulasi dan sensor film. Adegan yang dipotong  terkait Pasal 12 karena adegan yang dianggap erotis. Kemudian, Pasal 13 huruf c  mengenai adegan yang bisa memicu salah tasfir antar SARA yang tertuang dalam Pasal 8 huruf c.  Pemotongan tentunya bertujuan baik supaya tidak multitafsir  seseorang ketika menontonnya.

Sayapun juga sempat tercengang ketika menonton film Ave Maryam, karena disitu Joko Anwar berperan sebagai Romo Martin. Nah, dari situlah saya mendapatkan pelajaran baru dalam menilai suatu film baik dari sudut pandang aktor yang memainkannya. "Ohiya,ya , itukan cuman film" . Sama seperti saat saya berperan. Berusaha menanggalkan diri saya seutuhnya untuk memasuki karakter tersebut. Jikalau, banyak orang yang memperbincangkan ketika berperan berarti kitalah berhasil menaklukan karakter tersebut.

Ini menjadi refleksi juga bagi diri kita, bahwa permasalahan tidak bisa dicampuradukkan, itu adalah beda konteks. Ketika aktor atau aktris berperan tidak ada maksud tendensi dari segi apapun. Ketika  menjadi penonton, perlunya pemahaman bahwa ketika aktor berperan identitas asli aktor tersebut perlu dikesampingkan.

Ternyata tidak menjadi suatu masalah film tersebut dipotong. Film ini berusaha menyuguhkan sudut pandang yang berbeda dibalut dengan kisah cinta dari identitas tokoh yang unik. Mungkin, film ini tayang menjadi suatu hal yang tidak dipikirkan sebelum-sebelumnya oleh masyarakat Indonesia. Masyarakat ternyata memiliki andil yang besar untuk menilai suatu film untuk diterima.

Banyak pembelajaran baru ketika saya menonton film Ave Maryam. Ya, berkat film tersebut kita menjadi tahu, bahwa mungkin di realitas sesungguhnya  memang betul adanya pergulatan batin menjadi biarawati dan pastor seperti. Bukan sebagai suatu profesi ataupun panggilan, melainkan sebuah komitmen hidup yang dipertahankan atas pilihannya.

Film Ave Maryam adalah sarat yang berharga, tidak hanya permasalahan cinta ataupun pekerjaan. Namun, refleksi yang saya dapat lebih dari itu. Ketika kita sudah memilih suatu pilihan untuk menjadi tujuan kita, apapun keputusannya yang perlu dipahami pasti ada konsekuensi atau risikonya. Nah, bercermin dari film ini, kita bisa memahami, menerima, dan bertahan dari konsekuensi atas apa yang sudah kita pilih dikehidupan kita.

Salam Hangat.

Daftar Pustaka

Inilah 4 Judul Film yang Akan Wakili Indonesia di Ajang Oscar 2020. (2019, September 16). tribunnews.com. Diakses pada 3 Desember 2020 dari tribunnews

Ken. (2019, April 12). Fakta-fakta Film Ave Maryam yang Durasinya disunat 12 Menit. detik.com. Diakses pada 3 Desember 2020 dari detik

Perkemendikbud Nomor 14 Tahun 2019.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun