Asal kamu tahu, film Ngenest berangkat dari keresahan pengalaman yang dialami sang sutradara sendiri. Â Ngenest sangat dekat menggambarkan realitas kehidupan ditengah dua kebudayaan yang saling berbeda di Indonesia.
Seharusnya, kebudayaan yang beragam tidak akan berujung pada pengkotak-kotakan. Isu yang diangkat dalam film Ngenest bisa dibalut dengan sedemikian rupa sehingga terasa ringan unuk ditonton oleh berbagai kalangan masyarakat.
Maka, kali ini kita akan mengupas  isu yang diangkat dari film Ngenest tersebut. Penasaran pastikan? Yuk, simak dengan seksama!
Terlihat sangat jelas, film Ngenest mengangkat kisah percintaan dari dua latar belakang yang berbeda yaitu etnis Tionghoa dan penduduk pribumi. Ernest sudah menjalani dengan menderita hari-harinya, ia sering dibully semasa sekolahnya karena berasal dari keturunan Tionghoa.
Hingga pada akhirnya, ia terobsesi untuk mendapatkan pujaan hatinya dan menikah dengan seorang pribumi. Tujuannya agar anaknya kelak tidak akan dibully seperti dirinya. Lalu, ia bertemu dengan Meira seorang gadis keturunan Sunda yang manis nan mungil itu , hubungannya bertahan hingga mereka menikah.
Keduanya melalui masa sulit saat berpacaran, Ernest bekerja keras untuk meyakinkan Papanya Meira. Â Mengapa? Alasannya papa Meira pernah ditipu oleh orang Tionghoa sehingga bisnisnya bangkrut. Munculah stigma negatif yang menggeneralisir etnis Tionghoa.
Padahal, tidak semua orang seperti itu. Kita tentunya juga tidak boleh dong memukul rata semua orang. Ini menjadi poin penting untuk refleksi diri kita. Pasti diantara kita pernah berada dalam kondisi tersebut. Benar apa bukan?
Lalu, setelah menikah Ernest mengalami kebimbangan untuk mempunyai anak. Ia takut dan lari karena menurutnya menikah dengan seorang pribumi pada akhirnya tidak akan bisa memastikan wajah anaknya seperti berdarah oriental dengan kekhasan mata sipit, kulit putih.
Anak yang lahir dari keturunan Tionghoa dan wanita pribumi tidak sekadar menyatukan dua insan yang berbeda bangsa saja, namun menggabungkan  kedua ragam sosial budaya tersebut yang sering dikenal sebagai peranakan Indonesia-Cina jika perempuan yang keturunan etnis Tionghoa (Widyasmara,dkk,2017). Sedangkan, jika laki-laki yang keturunan etnis Tionghoa maka  anak yang lahir akan tetap disebut sebagai keturunan Tionghoa yang mengikuti garis keturunan Ayahnya.
Perlu menjadi suatu kebanggan bahwa Indonesia mempunyai beraneka ragam budaya yang tersebar di ribuan pulau yang ada tidak menutup kemungkinan maraknya fenomena pernikahan campur antar etnis yang berbeda. Salah satunya adalah etnis Tionghoa menikah dengan etnis Jawa.
 Pernikahan yang berbeda latar belakang budaya perlunya adaptasi antar pasangan  maupun sekeluarganya yang mendalam untuk tercapainya keselarasan hubungan dalam rumah tangga (Dewi,2017:36).