Mohon tunggu...
Maria Anindita Nareswari
Maria Anindita Nareswari Mohon Tunggu... -

http://mariaaninditanareswari.blogspot.com/ https://twitter.com/EsiMaria https://www.iom.int/sites/default/files/country/docs/indonesia/Human-Trafficking-Forced-Labour-and-Fisheries-Crime-in-the-Indonesian-Fishing-Industry-IOM.pdf

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Fenomena Transportasi Konvensional vs Online dari Pandangan Hukum dan Moral

5 Mei 2017   09:27 Diperbarui: 5 Mei 2017   10:14 5606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keuntungan yang didapat perusahaan online secara materi karena lebih murah bukan untuk mengarah secara materialisme seperti yang diibaratkan Thomas Hobbes, yang termuat dalam bukunya Leviathan[13]. Manusia menjadi serigala bagi manusia lain, ingin mempertahankan kebebasannya dan menguasai orang lain. Walaupun di tengah situasi persaingan ekonomi seperti ini, yang bisa menengahi persaingan tersebut ialah peraturan yang dibuat pemerintah. Kalau antar supir masih ada kecemburuan akibat tidak jelasnya regulasi, negara belum menunjukkan fungsinya melindungi kepentingan seluruh pihak dan pihak yang kuat akan terus menindas yang lemah. Tugas pemerintah adalah menciptakan lingkungan persaingan yang adil, pasar yang kondusif, serta memberikan kesejahteraan dan keamanan bagi masyarakat. Selain aspek legalitas layanan, pemerintah juga harus merancang kebijakan ekonomi guna mengatasi sejumlah permasalahan yang mungkin timbul di kemudian hari. (Muhammad Syarif Hidayatullah, Peneliti Wiratama Institute, pada Kompas, 23 Maret 2016) Kepentingan-kepentingan masyarakat ini harus diakomodir oleh negara.

Bentham dengan aliran utilitirianisme yang mengatakan tujuan hukum adalah memberikan kemanfaatan dan kebahagiaan kepada warga masyarakat sebanyak-banyaknya maka yang terutama bagi warga negara yakni mendambakan kebahagiaan, dan hukum merupakan salah satu alatnya. [14] Senang atau bahagia adalah hal yang utama sehingga menandakan moral yang baik. Senang atau bahagia dilihat dari kebahagiaan mayoritas orang. Bila taksi online lebih disenangi masyarakat karena pelayanannya, maka itu yang harus dipertahankan. Karena Bentham melihat mayoritas kebahagiaan dari kuantitas. Kebahagiaan mayoritas tetapi seharusnya tetap menjunjung tinggi hak dan martabat masyarakat minoritas.  

Habermas mengatakan bahwa positivis yang melihat otak hanyalah alat. Manusia bukanlah alat melainkan subjek yang bisa berkomunikasi (dlm teori communicative action). Konsesi, kerjasama adalah hal yang diperlukan untuk mencapai tujuan bersama[15] Rasionalitas instrumentalis berubah ke arah rasionalitas yang komunikatif. Maka, perlu ada komunikasi antara perusahaan aplikasi, sopir, perusahaan angkutan, pemerintah sehingga inovasi tersebut bukannya 'menghabisi' taksi konvensional tapi mengatasi inefisiensi yang selama ini disebabkan tarif yang berlebihan. Dalam demokrasi deliberatif menurut pemikiran Habermas[16], suara rakyat dapat mengontrol keputusan penguasa, rakyat dapat mengkritisi kebijakan pemerintah. Maka opini/aspirasi publik memiliki fungsi untuk mengendalikan kebijakan-kebijakan politik. Disitulah pentingnya ruang publik.

Sekalipun fenomena taksi online vs taksi konvensional ini multidimensi: ada aspek hukum, sosial, budaya, moral, teknologi dll. Peristiwa ini juga terjadi karena pemerintah belum menyediakan regulasi yang dapat menyikapi angkutan publik berbasis aplikasi. Pungutan angkutan secara jelas juga harus diperbaiki sehingga angkutan umum tidak dirugikan. Hukum atau aturan yang dibuat seharusnya bisa mengatasi. Perlindungan kepada semua pihak adalah hal yang utama sehingga tidak ada yang dirugikan.

[1] Andre Ata Ujan, Filsafat Hukum, (Jakarta: Kanisius, 2009), hal 37

[2] Menyadur dari Bertens, K.Sejarah Filsafat Yunani.Yogyakarta:Kanisius.1999

[3] http://www.columbia.edu/itc/lithum/wong/plato.html, diakses 3 April 2016

[4] Theo Huijbers, Filsafat Hukum,  (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hal 23

[5] http://plato.standford.edu/, diakses 3 April 2016

[6] Shagufta Begum dan Aneeqa Batool Awan, Plato’s Concept of Justice and Current Political Scenario in Pakistan, (USA: Center for Promoting Ideas, 2013), hlm 1.

[7] Ibid., hlm 2.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun