Mohon tunggu...
Maria Alex Sandra
Maria Alex Sandra Mohon Tunggu... Guru - PENDIDIK

Menebar ilmu untuk menggapai Ridho-Nya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kejahatan Seksual Mengapa Makin Marak?

13 Juni 2023   12:53 Diperbarui: 13 Juni 2023   13:00 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam hal tindak pidana pencabulan menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga), selain itu pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

Khusus terhadap pelaku anak, maka tindakan kebiri kimia dan tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik, serta pengumuman identitas pelaku tidak dapat dikenakan terhadap pelaku anak. (Pojok Penyuluhan Hukum- Siaran Pers Kementrian Hukum dan HAM RI, 7 Juni 2022).

Namun saat ini pelaksanaannya ternyata masih belum seperti yang tercantum dalam UU. Hukuman bagi pelaku pelecehan seksual yang sebenarnya masih belum sepadan dengan trauma dan beban yang dialami oleh korban ternyata berpeluang untuk"disikapi" artinya masih bisa berubah dengan adanya proses banding sehingga dapat meringankan vonis pelaku. Dan ini sering kali menimbulkan rasa tidak adil bagi korban. Berita di KOMPAS.com, 15 Februari 2022  - Herry Wirawan (36) dituntut hukuman mati dan vonis kebiri kimia karena memperkosa 13 santriwati di Bandung. Namun saat sidang yang digelar pada Selasa (15/2/2022) Herry dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Contoh yang lain Muh Aris (20), terbukti memperkosa 9 anak perempuan di bawah umur di wilayah Kabupaten/Kota Mojokerto. Vonis dijatuhkan PN Mojokerto pada 2 Mei 2019. Saat itu Aris dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Hakim kemudian memberikan hukuman tambahan terhadap Aris yakni kebiri kimia. Aris pun mengajukan banding.

Ini hanya sebagian contoh bahwa hukuman yang diterapkan saat ini masih belum mampu menghentikan terjadinya pelecehan seksual di masyarakat.
Kedua Pengkaburan definisi, ada beberapa istilah dalam kejahatan seksual yang belum jelas dan belum ada kesepakatan sehingga masih bisa ditafsirkan berbeda oleh setiap orang. Diantaranya adalah istilah pelecehan seksual. Kapan suatu kasus dikategorikan sebagai pelecehan seksual ternyata masih belum sama. Kadang satu kasus dianggap pelecehan namun pada kasus yang lain dianggap bukan.

Selain itu saat ini sedang ramai dibicarakan kasus pemerkosaan anak di bawah umur yang terjadi di Sulawesi Tengah. Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng) Irjen Agus Nugroho menyebutkan pelaku tidak terjerat kasus pemerkosaan melainkan persetubuhan terhadap anak di bawah umur.Sontak statement yang ia lontarkan kepada wartawan dalam jumpa pers di Polda Sulteng, pada kamis 1 juni lalu menuai banyak kritikan dari netizen, khususnya di Twitter. Netizen marah lantara kata pemerkosaan diganti dengan persetubuhan.

Jadi ada upaya  mengaburkan pemerkosaan dengan istilah persetubuhan .  Padahal kedua istilah ini sangat jauh berbeda. Bila dilihat secara bahasa, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan bersetubuh sebagai kegiatan bersanggama yang berarti melakukan hubungan kelamin. Sedangkan pemerkosaan atau perkosa di artikan KBBI sebagai 'menundukkan dengan kekerasan; memaksa dengan kekerasan; menggagahi; merogol'. Sehingga dari definisi pemerkosaan, tindakan seks yang dilakukan tidak dengan kekerasan tidak bisa disebut sebagai pemerkosaan. Pengaburan makna ini dilakukan dengan harapan pelaku bisa mendapatkan keringanan hukuman.

Ketiga Buruknya Media yang diakses oleh masyarakat, dan sistem pendidikan saat ini yang tidak mampu membentengi anak-anak agar terhindar dari kejahatan seksual.

Kehidupan masyarakat yang materialisme yaitu menjadikan standar kebahagiaan dengan terpenuhinya  materi membentuk pola pikir yang khas yaitu sesuatu yang dapat  menghasilkan materi diangap baik. Tanpa melihat hukumnya dalam pandangan agama. Karena agama tidak dijadikan standar dalam menentukan tolak ukur suatu perbuatan apakah boleh atau tidak. 

Pemikiran inilah yang mendasari fenomena menjamurnya situs-situs porno di media sosial. Ya benar sekali, karena situs tersebut dicari oleh masyarakat sehingga menghasilkan materi/uang yang banyak, sehingga tidak ada pelarangan, atau pembatasan. Khususnya di media sosial. Padahal tayangan pornografi yang dilihat oleh seseorang dapat mempengaruhi pemikirannya dan secara alami menjadi rangsangan pada nalurinya. Walhasil muncul dorongan untuk melakukan hal yang sama seperti yang diihatnya tersebut. Hal inilah yang bisa menjadi faktor terjadinya pelecehan seksual bahkan pemerkosaan.

Disamping itu sistem pendidikan saat ini, yang masih minim dengan nilai-nilai agama ternyata sulit untuk membentuk anak yang berakhlakul karimah. Sehingga anak mudah sekali menuruti hawa nafsunya. Yang menjadi panutan adalah idola mereka, dengan  kehidupannya serba bebas. Hal ini membuat anak-anak kita larut dengan kehidupan permisif, hedon, gaul bebas dan semua ini rentan mengarah pada terjadinya kejahatan seksual.

Bagaimaan Islam menyelesaikan masalah ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun