Mohon tunggu...
Maria Agustina Eva Putri H.
Maria Agustina Eva Putri H. Mohon Tunggu... Penulis - Maria Agustina Eva

Enjoy every moment

Selanjutnya

Tutup

Diary

Alur 7 November 2022 Tanpa Suara

7 November 2022   16:21 Diperbarui: 7 November 2022   16:26 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Berikut saya tulis beberapa cermatan kaum puitis dalam bidang statis. Ini bukan artikel atau surel yang kamu lihat tak berpararel. Semua yang diketik tanpa perasa disambut oleh berbagai pasang mata tanpa ada jejak symbol suka. Mereka diam tak bersuara bergerak dan terarah dan meminta kembali dengan paksa. Lalu dimana dia yang selalu diumbar-umbar meraih prestasi tanpa gentar dan berlindung dibalik lembaga yang membuatnya tak sadar. Lihat, koneksimu tak menyelematkan, barisanmu tak kau sematkan, tapi kamu hidup dalam kesulitan.

Jangan pernah mengartikan tulisan ini dengan serius karena kamu itu orang misterius. Karya ini hanya akan menjadi tulisan yang berarti untuk diri sendiri. Tidak perlu tahu isi dunia tapi kamu akan tetap coba-coba. Buktinya, kamu hanya kenal lewat sosial media tapi fasih memberi komentar dan cuitan. Jika perlu paham isi diri sendiri, kita tidak akan hidup dalam rasa sepi. Jangan-jangan kamu hanya perlu diperhatikan?

Tolong jika diperkeruh kamu akan lelah sendiri. Coba berhenti dan mulai menyadari kalau kamu tidak perlu di nasehati. Apa kamu belum tahu kalau jiwa yang baik itu tidak semua mampu dinilai. Coba kamu berjalan menuju terang pasti kamu mengerti rasanya hidup tenang. Masyarakat memang tak henti-hentinya kuatir tentang masa depan layaknya petir. Dia mudah menyambar, tersengat, dan mengejutkan. Bukan lagi jika ada hujan deras bahkan payung pun diruntuhkan. Aku ingin berkata pada diri sendiri untuk lebih tidak peduli karena dunia ini tidak hidup sendiri. Dia berputar tidak terkendali hanya mengikuti poros dan tak tau detailnya untuk berhenti. Apakah dia hanya ingin menyakiti diri sendiri?

Sekali lagi, tulisan ini jangan kamu buat serius. Hanya karya tulis yang dibangun atas dasar kebosanan. Terlebih, aku tahu kamu itu tidak benar-benar paham tentang diri kamu. Jangan terlalu emosional kamu dan pikiranmu yang tidak pernah aku bayangkan maka jangan menyulitkan. Hai, social media hari ini kamu banyak menebar berita. Tolong jangan berhenti untuk terus baru karena jika lama aku tidak tau manusia hidup seperti apa. Sekarang enam belas tiga belas aku hanya mengetik tanpa henti menunggu kabar yang tak pasti kemana aku harus berlari jika tak terarah sekujur kaki.

Jika aku coba melihat dia yang selalu berias dan mempesona kemana aku akan melatih diri bahkan selalu menyalahkan diri. Aku tidak mampu menoleh kebelakang hanya fokus maju kedepan karena pita selalu tertarik kencang. Jangan berikan aku beberapa atau banyak karena yang ku harapkan adalah kepastian yang tak terberikan. Kamu tau aku menunggu tapi tidak tahu hari apa, tanggal berapa, pukul berapa, dan disituasi bagaimana. Jari ingin menyudahi akhir kalimat yang didalamnya terkandung banyak frasa. Biarlah banyak mata membaca dan para ahli menafsirkan bahwa aku memang sedang termenung menunggu panggilan bekerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun