Mohon tunggu...
Inovasi

Tumbuhan Hidup Ribuan Tahun, Hewan Hanya Ratusan Tahun?

19 Agustus 2017   10:57 Diperbarui: 20 Agustus 2017   22:50 2732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama, apakah yang akan Anda pikirkan jika Anda mendengar kata "sel"? Ya, sel adalah kumpulan bagian-bagian kecil dan materi paling sederhana yang dapat hidup dan merupakan unit penyusun semua makhluk hidup mikroskopik maupun makroskopik. Sel merupakan tingkatan struktural kehidupan terendah yang memiliki seluruh sifat kehidupan, seperti reproduksi, pertumbuhan dan perkembangan, pemanfaatan energi, respons terhadap lingkungan, homeostasis (pengaturan tubuh), dan adaptasi terhadap lingkungan di sekitarnya.

Pada tahun 1838, Matthias Schleiden sang ahli anatomi tumbuhan dan setahun kemudian yaitu 1839, Theodore Schwann sang ahli anatomi hewan menyampaikan bahwa sel merupakan unit dasar kehidupan. Unit dasar kehidupan dibagi menjadi tiga, yaitu unit struktural, unit fungsional, dan unit hereditas. Sel merupakan unit struktural terkecil makhluk hidup yang menjadi komponen dasar penyusun tubuh makhluk hidup dan merupakan unit fungsional karena sel melakukan suatu fungsi kehidupan (sintesis protein, reproduksi dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, melakukan respons, melakukan pemanfaatan energi, dan lainnya), serta merupakan sel hereditas yang dapat mewariskan sifat genetik dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Ada makhluk hidup yang terdiri dari sel tunggal, ada juga makhluk hidup yang terdiri dari banyak sel. Makhluk hidup yang terdiri dari sel tunggal biasa disebut sebagai makhluk hidup uniseluler, sebagai contohnya adalah bakteri, amoeba, dan monera. Sedangkan makhluk hidup yang terdiri banyak sel biasa disebut sebagai makhluk hidup multiseluler, contohnya adalah manusia, hewan, tumbuhan, dan segala macam jenis jamur. Sel yang menyusun sebuah organisme tentunya tidak bisa bekerja sendiri, karena nantinya tidak akan bisa bertahan lama. Sel yang sama akan berkelompok membentuk jaringan, yang membantu organ, kemudian sistem organ yang nantinya akan membentuk tubuh sebuah organisme. Sebagian besar sel tersusun dari komponen-komponen berikut: membran sel, nukleus (inti sel), nukleolus, sitoplasma, ribosom (terdiri dari ribosom bebas dan ribosom terikat), retikulum endoplasma (terdiri dari retikulum endoplasma halus dan retikulum endoplasma kasar), badan golgi, lisosom (hanya terdapat pada sel hewan), sentriol atau sentrosom (hanya terdapat pada sel hewan), peroksisom, glioksisom (hanya terdapat pada sel tumbuhan), plastida (hanya terdapat pada sel tumbuhan; terdiri atas leukoplas, kromoplas, dan kloroplas), dinding sel (hanya terdapat pada sel tumbuhan), mitokondria, vakuola (terdiri dari vakuola makanan dan vakuola kontraktil), dan sitoskeleton (terdiri dari mikrotubula, mikrofilamen, dan filamen intermediet).

Sebagian besar sel berdiameter antara 1-100 mikrometer dengan volume berkisar 1-1.000 m3. Sel hewan berdiameter sekitar 20 mikrometer, sel tumbuhan berdiameter sekitar 40 mikrometer, sel Amoeba berdiameter 90-800 mikrometer, dan sel alga yang besar berdiameter 50.000 mikrometer atau sekitar 50 mm. Ukuran sel yang sangat kecil tersebut menyebabkan sel sulit diamati dengan mata telanjang. Maka dari itu, untuk melihat macam jenis sel pada umumnya, kita membutukan alat bantu yaitu mikroskop. Dilihat dari segi etimologi mikroskop berasal dari kata micro dan scopium. Micro memiliki arti kecil sedangkan scopium berarti pengelihatan. Diambil dari literatur lain, mikroskop juga berasal dari bahasa Yunani, yaitu micron yang berarti kecil, dan scopos yang berarti tujuan. Sehingga secara istilah lugasnya, mikroskop adalah suatu alat bantu yang digunakan untuk melihat objek berukuran mikro (kecil) dan sukar untuk dilihat dengan mata telanjang. Tanpa bantuan mikroskop kita tidak dapat mengamati bagian-bagian sel atau jaringan dengan jelas dan terperinci. Mikroskop dapat membuat objek pengamatan yang kecil terlihat lebih besar. Dalam kerjanya, mikroskop dibantu oleh beberapa lensa yang berfungsi memperbesar bayangan objek hingga beberapa kali dari aslinya. Oleh karena itu, mikroskop sangat berguna membantu para ilmuwan untuk dapat meneliti benda-benda kecil berupa sel, jaringan, partikel ataupun mikroorganisme yang tidak mungkin dapat terlihat jelas oleh mata.

Berdasarkan sejarah dan banyak literatur, disebutkan bahwa orang yang pertama kali berpikir, menggagas, dan menciptakan alat yang bernama mikroskop ini adalah Zacharias Janssen. Janssen adalah orang biasa yang setiap harinya bekerja sebagai pembuat kacamata. Dengan bantuan dari Hans Janssen mereka mambuat mikroskop untuk pertama kali pada tahun 1590. Mikroskop pertama yang dibuat pada saat itu mampu melihat perbesaran objek hingga dari 150 kali dari ukuran asli.

Proses penemuan dan pembuatan mikroskop pada saat itu mendorong ilmuwan lain, seperti Galileo Galilei yang berasal dari Italia untuk membuat alat yang sama. Bahkan sampai Galileo mengaku bahwa dirinya adalah pencipta pertama mikroskop yang telah membuat alat ini pada tahun 1610. Galileo menyelesaikan pembuatan mikroskop miliknya pada tahun 1609 dan mikroskop yang dibuatnya diberi nama yang sama dengan penemunya, yaitu Mikroskop Galileo. Mikroskop jenis ini menggunakan lensa optik, sehingga disebut mikroskop optik. Mikroskop yang dirakit dari lensa optik memiliki kemampuan terbatas dalam memperbesar ukuran obyek. Hal ini disebabkan oleh limit difraksi cahaya yang ditentukan oleh panjang gelombang cahaya. Secara teoritis, panjang gelombang cahaya ini hanya sampai sekitar 200 nanometer. Untuk itu, mikroskop berbasis lensa optik ini tidak bisa mengamati ukuran di bawah 200 nanometer.

Setelah itu seorang berkebangsaan belanda bernama Antony Van Leeuwenhoek (1632-1723) terus mengembangkan pembesaran mikroskopis. Antony Van Leeuwenhoek sebenarnya bukan peneliti atau ilmuwan yang profesional. Profesi sebenarnya adalah sebagai wine testerdi kota Delf, Belanda. Ia biasa menggunakan kaca pembesar untuk mengamati serat-serat pada kain. Tetapi rasa ingin tahunya yang besar terhadap alam semesta menjadikannya salah seorang penemu mikrobiologi.

Leeuwenhoek menggunakan mikroskopnya yang sangat sederhana untuk mengamati air sungai, air hujan, ludah, feses, dan lain sebagainya. Ia tertarik dengan banyaknya benda-benda kecil yang dapat bergerak yang tidak terlihat dengan mata biasa. Ia menyebut benda-benda bergerak tadi dengan animalcule yang menurutnya merupakan hewan-hewan yang sangat kecil. Penemuan ini membuatnya lebih antusias dalam mengamati benda-benda tadi dengan lebih meningkatkan mikroskopnya. Hal ini dilakukan dengan menumpuk lebih banyak lensa dan memasangnya di lempengan perak.

Akhirnya Leewenhoek membuat 250 mikroskop yang mampu memperbesar 200-300 kali. Leewenhoek mencatat dengan teliti hasil pengamatannya tersebut dan mengirimkannya ke British Royal Society. Salah satu isi suratnya yang pertama pada tanggal 7 September 1674 ia menggambarkan adanya hewan yang sangat kecil yang sekarang dikenal dengan protozoa. Antara tahun 1963-1723 ia menulis lebih dari 300 surat yang melaporkan berbagai hasil pengamatannya. Salah satu diantaranya adalah bentuk batang, coccus, maupun spiral yang sekarang dikenal dengan bakteri. Penemuan-penemuan tersebut membuat dunia sadar akan adanya bentuk kehidupan yang sangat kecil yang akhirnya melahirkan ilmu mikrobiologi.

Bila Di Eropa, mikroskop sudah dikenal sejak abad ke-17 dan digunakan untuk melihat binatang-binatang sejenis mikroba. Menariknya, orang Jepang senang menggunakannya untuk mengamati serangga berukuran kecil, dan hasilnya berupa buku-buku berisi tentang serangga secara mendetail.

Keterbatasan pada mikroskop Leeuwenhoek adalah pada kekuatan lensa cembung yang digunakan. Untuk mengatasinya digunakan lensa tambahan yang diletakkan persis di depan mata pengamat yang disebut eyepiece, sehingga obyek dari lensa pertama (kemudian disebut lensa obyektif) dapat diperbesar lagi dengan menggunakan lensa ke dua ini. Pada perkembangan selanjutnya ditambahkan pengatur jarak antara kedua lensa untuk mempertajam fokus, cermin atau sumber pencahayaan lain, penadah obyek yang dapat digerakkan dan lain-lain, yang semua ini merupakan dasar dari pengembangan mikroskop modern yang kemudian disebut mikroskop cahaya Light Microscope (LM).

Light Microscope modern mampu memberikan pembesaran (magnifikasi) sampai 1.000 kali dan memungkinkan mata manusia dapat membedakan dua buah obyek yang berjarak satu sama lain sekitar 0,0002 mm (disebut daya resolusi 0,0002 mm). Seperti diketahui mata manusia yang sehat disebut-sebut mempunyai daya resolusi 0,2 mm. Pada pengembangan selanjutnya diketahui bahwa kemampuan lensa cembung untuk memberikan resolusi tinggi sudah sampai pada batasnya, meskipun kualitas dan jumlah lensanya telah ditingkatkan.

Belakangan diketahui bahwa ternyata panjang gelombang dari sumber cahaya yang digunakan untuk pencahayaan berpengaruh pada daya resolusi yang lebih tinggi. Diketahui bahwa daya resolusi tidak dapat lebih pendek dari panjang gelombang cahaya yang digunakan untuk pengamatan. Penggunaan cahaya dengan panjang gelombang pendek seperti sinar biru atau ultra violet dapat memberikan sedikit perbaikan, kemudian ditambah dengan pemanfaatan zat-zat yang mempunyai indeks bias tinggi (seperti minyak), resolusi dapat ditingkatkan hingga di atas 100 nanometer (nm). Hal ini belum memuaskan peneliti pada masa itu, sehingga pencarian mode baru tentang mikroskop terus dilakukan.

Pada tahun 1920 ditemukan suatu fenomena di mana elektron yang dipercepat dalam suatu kolom elektromagnet, dalam suasana hampa udara (vakum) berkarakter seperti cahaya, dengan panjang gelombang yang 100.000 kali lebih kecil dari cahaya. Selanjutnya ditemukan juga bahwa medan listrik dan medan magnet dapat berperan sebagai lensa dan cermin terdapat elektron seperti pada lensa gelas dalam mikroskop cahaya.

Untuk melihat benda berukuran di bawah 200 nanometer, diperlukan mikroskop dengan panjang gelombang pendek. Dari ide inilah, di tahun 1932 mikroskop elektron semakin berkembang lagi. Sebagaimana namanya, mikroskop elektron menggunakan sinar elektron yang panjang gelombangnya lebih pendek dari cahaya. Karena itu, mikroskop elektron mempunyai kemampuan pembesaran obyek (resolusi) yang lebih tinggi dibanding mikroskop optik. Mikroskop electron mampu pembesaran objek sampai 2 juta kali, yang menggunakan elektro statik dan elektro magnetik untuk mengontrol pencahayaan dan tampilan gambar serta memiliki kemampuan pembesaran objek serta resolusi yang jauh lebih bagus daripada mikroskop cahaya. Mikroskop elektron ini menggunakan jauh lebih banyak energi dan radiasi elektromagnetik yang lebih pendek dibandingkan mikroskop cahaya. Mikroskop elektron baik digunakan untuk mengkaji spesimen sel mati, sedangkan mikroskop cahaya lebih cocok digunakan untuk mengkaji spesimen sel hidup. Terdapat dua jenis mikroskop elektron yang digunakan saat ini, yaitu Mikroskop Elektron Transmisi (transmission electron microscope, TEM) digunakan untuk mengkaji struktur ultra internal sel; dan Mikroskop Elektron Payar (scanning electron microscope, SEM) digunakan untuk mengamati permukaan spesimen.

Sebenarnya, dalam fungsi pembesaran obyek, mikroskop elektron juga menggunakan lensa, namun bukan berasal dari jenis gelas sebagaimana pada mikroskop optik, tetapi dari jenis magnet. Sifat medan magnet ini bisa mengontrol dan mempengaruhi elektron yang melaluinya, sehingga bisa berfungsi menggantikan sifat lensa pada mikroskop optik. Kekhususan lain dari mikroskop elektron ini adalah pengamatan obyek dalam kondisi hampa udara (vacuum). Hal ini dilakukan karena sinar elektron akan terhambat alirannya bila menumbuk molekul-molekul yang ada di udara normal. Dengan membuat ruang pengamatan obyek berkondisi vacuum, tumbukan elektron-molekul bisa terhindarkan. Dengan mikroskop elektron yang mempunyai perbesaran lebih dari 10.000 kali, kita dapat melihat objek mikroskop dengan lebih detail. Perkembangan mikroskop ini mendorong berbagai penemuan di bidang biologi, seperti penemuan sel, bakteri, dan partikel mikroskopis yang biasa kita kenal dengan virus. Penemuan virus melalui perjalanan panjang dan melibatkan penelitian dari banyak ilmuwan. Penemuan berbagai jenis mikroskop dapat membantu berjalannya kehidupan seperti sekarang dan membantu para ilmuwan untuk lebih banyak menemukan penemuan-penemuan tentang hal baru.

Dalam kehidupan, apakah Anda pernah berpikir, mengapa ada makhluk hidup yang dapat bertahan hidup sampai beratus-ratus tahun bahkan beribu-ribu tahun? Lalu, makhluk hidup apakah yang dapat hidup selama itu? Kita pasti pernah mendengar bahwa ada pohon yang sudah berumur seribu tahun. Faktanya, ada Pohon The Sisters Olive Trees of Noah (Batroun District, Libanon) merupakan sekumpulan 16 pohon zaitun yang diperkirakan telah hidup selama 6.000 tahun, Pohon Jomon Sugi (Yakushima, Jepang) berusia 5.000 tahun sampai tercatat dalam daftar warisan dunia UNESCO, Pohon Castagnu de Centu Cavaddi (Mount Etna, Italia) telah bertahan hidup selama 4.000 tahun di kawasan gunung berapi yang terkenal aktif di dunia, Pohon  cemara Llangernyw Yew (North Wales) sudah hidup sejak zaman perunggu kuno, Pohon Patriarca da Floresta (Brazil) berusia 3.000 tahun, Pohon General Sherman (California) telah hidup selama 2.500 tahun, dan masih banyak pohon lainnya yang berusia sampai ribuan tahun.

Sedangkan untuk hewan yang berumur panjang terbukti dengan adanya seekor kerang yang diberi nama Ming telah hidup selama 507 tahun, kura-kura bernama Adwaita berusia 250 tahun, ikan koi bernama Hanako berusia 226 tahun, penyu bernama Jonathan berusia 184 tahun, lobster bernama George berumur 140 tahun, dan masih banyak lainnya.  Umur tumbuhan jika dibandingkan dengan umur hewan dapat mencapai lebih dari sepuluh kalinya. Coba Anda pikirkan, mengapa hal tersebut bisa terjadi? Mengapa tumbuhan dapat hidup selama beribu-ribu tahun, sedangkan hewan hanya mencapai ratusan tahun?

Dapat diduga bahwa keberadaan tumbuhan dapat lebih terjamin daripada hewan. Dalam arti habitat hewan lebih memungkinkan suatu hewan bertemu dengan para predator. Sedangkan tumbuhan tidak saling memakan tumbuhan lainnya. Kemungkinan organisme hewan untuk mati jauh lebih besar jika dibandingkan dengan organisme tumbuhan. Kemungkinan hewan mati dapat disebabkan oleh kekurangan makanan, kegagalan proses reproduksi, diburu oleh manusia, terkena wabah penyakit, dimakan predator, dan lain-lain. Sedangkan kemungkinan tumbuhan mati dikarenakan karena termakan hewan, kekurangan air, diburu oleh manusia, dan lain-lain.

Tetapi para ilmuwan tidak dapat menjelaskan secara singkat mengapa tumbuhan bisa bertahan hidup lebih lama jika dibandingkan dengan hewan. Tetapi, para ilmuwan telah mengumpulkan banyak bukti menarik yang dapat membuktikan persoalan tersebut. Proses penuaan pada Biologi berbeda dalam beberapa hal penting pada tumbuhan dan hewan, seperti yang dijelaskan Howard Thomas dari Aberystwyth University di Wales tahun lalu dalam jurnal New Phytologist. Semakin tua suatu sel, maka semakin banyak pula permasalahan yang akan terjadi pada suatu sel tersebut. Misalnya, sel dapat mengalami proses pembelahan, DNA pada sel juga kadang-kadang bermutasi. Hal-hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada sel, atau bahkan berkembang menjadi sel kanker. Akibat-akibat dari proses mutasi ini akan didapat jika organisme semakin tua umurnya. Sel dapat berusaha untuk memperbaiki kerusakan ini dan membunuh sel-sel yang telah rusak. Tetapi, sel hewan akan membutuhkan lebih banyak energi karena akan digunakan untuk keperluan lain, contohnya untuk bergerak aktif, melakukan proses reproduksi, dan lain-lain. Sedangkan sel tumbuhan tampaknya tidak harus berurusan dengan tantangan ini.

Pohon yang sudah berusia ribuan tahun tidak memiliki proses mutasi lagi di dalam selnya jika dibandingkan dengan pohon yang usianya lebih muda. Ada kemungkinan bahwa mereka kekurangan mutasi karena semacam permasalahan evolusi yang terjadi pada tumbuhan tua. Jika beberapa sel mengalami mutasi, sel lain yang berada dalam kondisi lebih baik akan mengambil alih dan terus menumbuhkan jaringan sehat. Thomas juga menunjukkan bahwa tumbuhan tidak berjebak dalam proses antara memperbaiki sel-sel yang rusak dan tetap tumbuh sebagai organisme normal. Hal tersebut dikarenakan tumbuhan memproduksi makanannnya dengan bantuan dari sinar matahari, karbon dioksida (CO2), air (H2O) dan kloroplas yang sudah terkandung dalam selnya. Sedangkan hewan harus mencari makanannya sendiri dan tidak dapat memproduksi makanannya sendiri. Karena itu, tumbuhan memiliki lebih banyak energi yang dapat digunakan untuk melakukan pertumbuhan dan perkembangan, serta untuk memperbaiki sel-sel rusak dalam tubuhnya. Karena itu pula, sel tumbuhan juga memberikan kesempatan pada dirinya sendiri untuk bertahan hidup lebih lama, sementara hal tersebut tidak terjadi pada sel hewan.

Hewan terdiri dari dua jenis sel, yaitu sel somatik yang bertugas untuk membtnuk sebagian besar tubuh; dan kumpulan sel kuman kecil yang biasa dikenal dengan sel sperma atau sel telur yang dapat menghasilkan hewan baru. Divisi itu terbentuk pada awal pengembangan embrio hewan dan tidak akan pernah berubah. Sedangkan tumbuhan tidak memiliki semacam pembelahan antara sel somatik dan kuman. Saat tumbuhan berkembang dan tumbuh, mereka menambahkan modul baru, yang masing-masing dapat menghasilkan sel kuman. Beberapa dari modul tersebut mungkin mengalami stres atau bahkan mati, namun modul lainnya terus bertahan dan akan terus bertambah.

Baru-baru ini, sebuah tim ilmuwan dari Ghent University di Belgia menunjukkan Trends in Cell Biology; bahwa tumbuhan memiliki perbedaan dengan hewan pada sel induknya. Sel induk yang tumbuh baik pada hewan dan tumbuhan, berpotensi tumbuh menjadi jaringan baru. Pada hewan, mereka bisa menjaga tubuh muda yang sehat. Jika sel induk berhenti meremajakan otot, kulit, dam jaringan lainnya, hewan bisa menjadi tua dan tidak dapat mempertahankan hidupnya. Tanaman juga memiliki sel induk yang terkonsentrasi di mana tumbuhan menempatkan pada pertumbuhan baru, seperti batang dan akarnya. Tapi mereka juga memiliki sel punca pada sel induk, yang dikenal sebagai sel yang diam, mereka membentuk petak kecil di tengah sekelompok sel induk. Mereka tumbuh dengan sangat lambat dan setiap kali sel yang diam membelah menjadi dua, salah satu sel baru menjadi sel induk sejati. Sel punca yang baru itu terbagi dengan cepat menjadi sel punca yang lebih banyak; yang gilirannya dapat berkembang menjadi akar, atau daun, atau bagian tumbuhan lainnya. Sel lain dari divisi asli itu adalah sel lain yang diam yang tetap berada di belakang cadangan. Sel diam tampak sangat vital bagi tumbuhan. Jika misalkan para ilmuwan mengambil atau meniadakan semua sel diam dari akar, mungkin beberapa sel induk di akar akan berubah menjadi sel-sel diam yang baru.

Para ilmuwan yang berasal dari Belgia menulis bahwa ada kemungkinan peranan dari sel diam terhadap sel tumbuhan sangat penting, karena memiliki kemampuan untuk proses peremajaan (pencegahan penuaan) untuk waktu yang lama. Sel itulah yang dapat mensuplai atau membuat pasokan untuk sel induk selama ribuan tahun. Maka dari itu, sel tumbuhan dapat mempertahankan hidupnya sampai beribu-ribu tahun sedangkan hewan tidak dapat bertahan hidup untuk jangka waktu ribuan tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun