Mohon tunggu...
Maria Sekar Ayu
Maria Sekar Ayu Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Mahasiswi Komunikasi

Mahasiswi komunikasi yang hobinya foto, makan, jalan-jalan sendirian dan nontonin video kucing di twitter.

Selanjutnya

Tutup

Film

Kim Ji-Young: Born 1982, Ketika Rumah Tangga Justru Menjadi Beban

14 Oktober 2020   19:54 Diperbarui: 14 Oktober 2020   20:02 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
imdb.com/Lotte Cultureworks 

Film Kim Ji-Young: Born 1982 telah dirilis hampir tepat setahun yang lalu. Namun, bukan berarti film ini tidak layak untuk kita diskusikan lagi. Rilis pada Oktober 2019 lalu, film ini merupakan hasil adaptasi novel yang berjudul sama karangan Cho Nam-joo. Film ini mengisahkan tentang Kim Ji-Young, seorang ibu rumah tangga yang berjuang dari ekspektasi seksis sehari-hari yang mengelilinginya. 

Kim Ji-Young, sebagai seorang perempuan dan ibu, telah menghadapi berbagai macam tekanan dan ekspektasi sosial dari lingkungan sekitarnya hanya dari label 'perempuan' dan 'ibu' yang melekat padanya. 

Kita pertama melihatnya sebagai seorang ibu, jelas terlihat kelelahan saat mengerjakan semua pekerjaan rumah sekaligus merawat anaknya. Suaminya, Jung Dae-hyun, membantunya sesekali setiap kali ia berada di rumah, namun tetap beban pekerjaan rumah hampir seluruhnya dikerjakan oleh Ji-Young. 

Kim Ji-Young hidup dalam lingkungan yang patriarkis, dimana laki-laki ditempatkan sebagai pihak yang lebih tinggi dan dominan keimbang perempuan. Perempuan, sementara itu, dilihat sebagai pihak lainnya--kurang penting kehadirannya dibandingkan laki-laki, tapi tetap harus menanggung beban yang sebenarnya juga tidak sedikit. 

Dalam adegan awal, ketika Dae-hyun menawarkan untuk tidak berkunjung ke keluarganya, Ji-Young langsung menolak karena ia tahu bahwa yang akan disalahkan oleh orang-tua Daehyun bukanlah putra mereka, namun dia-- istrinya, si perempuan. 

Sentimen ini kembali terulang ketika di pertengahan akhir film, Ji-Young mengumumkan kepada ibu mertuanya bahwa ia akan kembali bekerja sementara Daehyun akan mengambil cuti melahirkan (cuti bagi suami yang istrinya baru saja melahirkan) untuk mengurus Ah-young, putri mereka. 

Ibu Daehyun langsung tidak terima dan marah, mengapa anak laki-lakinya, seorang suami, harus mengorbankan karir supaya bisa mengurus rumah dan memberikan kesempatan bagi Ji-Young agar bisa kembali bekerja. Padahal, Daehyun sendiri yang menawarkan untuk mengambil cuti dan senang bahwa Ji-Young kembali terlihat bersemangat untuk melakukan sesuatu dalam hidupnya.

Sentimen si istri yang harusnya mengalah dan mengurus urusan rumah tangga ini juga selalu ditunjukan berulang-ulang dalam film. Seorang perempuan harus serba bisa, pintar ketika sekolah, menjadi ibu dan istri yang baik bagi anak dan suaminya, dan tetap dapat menguasai dirinya sendiri. 

Ketika Ji-Young menumpahkan kopi karena tersenggol oleh Ah-Young di kafe, orang-orang di sekelilingnya bahkan sampai memanggilnya mom-choong, panggilan untuk seorang ibu yang teledor membawa anaknya ke tempat publik. 

Simon Beauvoir dalam Purnomo (2017) mengatakan bahwa sebuah perkawinan memaksa perempuan pada kewajiban dan rutinitas. Kehidupan seorang wanita karis bahkan bisa lebih sengsara karena ia menangung beban ganda dari bekerja di kantor/tempat kerja dan di rumah. Kehidupan keluarga dipandang sebagai beban yang menghambat hidup perempuan dalam mendapatkan kebebasan dan kesetaraannya dengan laki-laki. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun