Mohon tunggu...
Maria Angraeni
Maria Angraeni Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa S3 Ilmu Pendidikan Bahasa (Inggris) Universitas Negeri Semarang

Seorang guru sekolah dasar, pemerhati perkembangan anak, teknik pengajaran, dan manajemen kelas.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Otoriter, Otoritatif, atau Permisif: Baik Mana?

1 Januari 2024   16:00 Diperbarui: 14 Januari 2024   14:06 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahap perkembangan terpenting sepanjang sejarah kehidupan seseorang yaitu pada saat ia berusia 0 -- 8 tahun menurut standar The National for the Educational of Young Children. 

Maka, di Masa Emas atau Golden Period ini tertuju pada bagaimana anak belajar dari apa yang mereka alami. Pada masa ini, seorang anak berkembang dengan daya tangkap menyerap stimulus dengan sangat cepat. Khususnya, pada usia empat hingga delapan tahun perkembangan sel otak terbentuk hingga 80% (Kadarharutami, 2011) sehingga ada pengaruh besar pola asuh orangtua juga menentukan cara siswa berkomunikasi dengan guru dan teman sebayanya di sekolah.

Anak-anak usia dini tumbuh dan berkembang lebih banyak menghabiskan waktu di lingkungan keluarga. Disini pertama kali mereka belajar dan mengalami banyak stimulus yang mempengaruhi perkembangan baik fisik serta emosinya. Pengalaman yang paling penting adalah bersama orangtua.

Maka, peran orangtua dalam mengasuh, merawat, mendidik, dan berkomunikasi dengan anak memiliki esensi. Di sekolah mereka 'hanya' menghabiskan sekitar empat hingga enam jam saja dalam satu hari sehingga baik buruknya hubungan anak di sekolah bersama teman-temannya bisa jadi tergantung pada pengalaman yang mereka dapatkan di rumah yaitu pengalaman dididik dan diasuh oleh kedua orangtuanya.  

Tiga pola asuh yang mungkin sudah cukup dikenal adalah pola asuh otoriter, otoritatif atau demokratis, dan permisif. Apa dampak dari praktek pola asuh tersebut terhadap perilaku anak? 

Setelah saya membaca beberapa literatur dan mencoba merefleksikan kembali dengan pengalaman saya, ada benarnya juga. Orangtua yang bersikap otoriter terhadap anaknya bisa menyebabkan kecondongan sikap anak yang kurang bahagia, memiliki komunikasi yang lemah, pemurung, peragu, mudah gugup, mudah tersinggung, bahkan agresif (Taib et al., 2020). 

Hal ini bisa terjadi, karena kakunya didikan orangtua. Pola didik yang memaksa anaknya mengikuti seperti apa yang orangtua harapkan ini bisa juga jadi akan berujung pada kurangnya kepercayaan diri dan kemampuan sosialisasi yang rendah. Untuk kasus tertentu dimana otoritas yang berlebihan atau perlakuan keras yang dialami menyebabkan siswa bersikap lebih agresif di sekolah daripada di rumah, misalnya memukul teman sebaya.

Jika dibandingkan dengan pola asuh permisif yaitu orangtua yang tidak memberikan batasan sama sekali kepada anak, juga berakibat pada pola perilaku agresif. Pola asuh permisif adalah pola pembiaran terhadap perilaku buruk anak dan tidak adanya pengawasan dan pendampingan yang tegas terhadap perilaku tersebut. Bahkan pola asuh ini lebih kuat berakibat pada negativisme, egoisme, serta perilaku berkuasa (Fadhilah et al., 2021) sehingga perlawanan terhadap orang-orang dewasa di sekitarnya nampak jelas.

Dari kedua pola asuh ini nampak sekali jika pemenuhan kebutuhan anak tidak terpenuhi di rumah sehingga siswa 'mencuri' perhatian di sekolah. Nah, para orangtua perlu tahu, terkadang ada juga sikap siswa di sekolah yang bertolak belakang dengan yang mereka lakukan di rumah. 

Sampai di sini, kita bisa berhenti sejenak dan merenungkan, apa yang terjadi jika kedua orangtua memiliki pola asuh yang berbeda? Ayah otoriter dan ibu permisif, misalnya. Merefleksikan hal tersebut, kita perlu pula tahu bahwa perbedaan pola asuh kedua orangtua mempengaruhi perkembangan emosi anak hingga 1,9 kali lebih lambat dibandingkan dengan pola asuh demokratis (Nanthamongkolchai et al., 2007).

Nah, dari sini kita tidak merasa asing dengan istilah asah, asih, asuh, bukan? Ini istilah hit di dunia Pendidikan mengacu pada mendidik sikap, pemenuhan kebutuhan fisik dan psikologis, serta relasi dengan orangtua. Seberapa lama dan bagaimana cara orangtua berkomunikasi dengan anaknya akan membantu pemenuhan kebutuhan tersebut dan mengawali pembiasaan (habit) dalam berpikir dan bertindak anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun