Mohon tunggu...
Maria Angraeni
Maria Angraeni Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa S3 Ilmu Pendidikan Bahasa (Inggris) Universitas Negeri Semarang

Seorang guru sekolah dasar, pemerhati perkembangan anak, teknik pengajaran, dan manajemen kelas.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Juga Bisa Stress

30 Oktober 2023   12:00 Diperbarui: 14 Januari 2024   13:50 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada beberapa hal yang disebut-sebut sebagai faktor utama keberhasilan guru dalam mengajar seperti kemampuan berkomunikasi dengan siswa, kreativitas guru mengembangkan teknik dan materi mengajar, kepercayaan diri, kemampuan mengorganisasi substansi kurikulum, dan berdedikasi (Aliya, 2022). Faktor-faktor ini sangat penting dan ideal namun perlu dikembangkan secara berkesinambungan.

Nampaknya mengajar di era revolusi industri 4.0, dengan pengaruh digitalisasi yang sangat kuat, memberi tantangan baru sampai-sampai keahlian guru ini harus dilengkapi dengan keterampilan yang lebih menunjang. 

Tentu ada banyak hal yang disumbangkan teknologi untuk perkembangan pendidikan. Tak dipungkiri, anak-anak saat ini menjadi salah satu golongan paling banyak yang mengggunakan media digital seperti gadget (Abidah, 2023). 

Dalam perkembangan gadget yang serba modern berupa smartphone dan tablet, semakin banyak pula anak-anak usia dini mengalami kendala tumbuh kembangnya secara mental dan psikis yang disebabkan oleh penggunaan gadget yang berlebihan dengan kurangnya pemantauan bijaksana oleh orangtua di rumah. Menurut Amalia (2021) selalu ada pengaruh positif dan negatif dalam penggunaaan gadget dan teknologi informasi. 

Walau dampak negatif mungkin bisa saja dihindari, tapi nyatanya konsekuensi buruk tidak terelakkan akibat hal ini. Amalia (2021) menambahkan bahwa tantrum menjadi salah satu konsequensi negatifnya. 

Dalam ranah psikologi, tantrum adalah ledakan emosi anak yang ditandai dengan sikap keras kepala, menangis, berteriak, dan marah dan dikatakan wajar terjadi dalam masa pertumbuhan anak. 

Belakangan ini, penggunaan gadget yang berlebihan oleh anak dirasa telah menjadikan kondisi tantrum menjadi tidak wajar seperti kontak fisik dan berlangsung dalam waktu yang lebih lama dengan intensitas yang tinggi. 

Kondisi tantrum anak yang tidak segera diperhatikan dan ditangani akan terbawa dalam aktivitas belajar anak di sekolah dan mempengaruhi perkembangan interaksi sosial ketika keinginan anak tersebut tidak terpenuhi.  

Ketika perilakunya berubah tak terkendali, intensitas tinggi siswa tantrum yang tidak wajar akhirnya membuatnya bersikap tidak peduli dengan peraturan kelas dan sekolah serta bersikap kurang peduli atau tidak hormat pada teman dan gurunya. 

Sikap impulsif tinggi yang terjadi terutama di sekolah dasar, tentunya juga akan berdampak pada sulitnya guru menerapkan manajemen kedisiplinan, manajemen kelas, serta terganggunya penyampaian materi kepada seluruh siswa di kelas.

Pembiaran terhadap perubahan perilaku siswa bisa saja berujung pada degradasi moral anak meski pada tahap sekolah dasar ada pada taraf skala kecil. Butuh usaha yang besar untuk menangani masalah ini karena cukup banyak guru punya keterbatasan pengetahuan dasar psikologi.  

Dampaknya, tanpa keahlian khusus, masalah bisa jadi lebih serius. Tidak hanya berakibat pada siswa itu sendiri tetapi juga kepada kinerja guru yang mengalami kelelahan emosi, fisik, dan mental sehingga penanganan ketidakdisiplinan siswa di kelas tidak teratasi dengan maksimal.

Pengetahuan psikologi serta kemampuan manajemen stress (stresscoping) guru juga menjadi kunci utama agar mereka tetap menjalankan tugas mengajarnya dengan baik.  

Tidak dipungkiri bahwa guru-guru juga bisa merasakan kelelahan yang luar biasa. Hasil sebuah penelitian menunjukkan ada 30,27% guru di Indonesia mengalami stress berat atau burnout (Purba et al., 2007) sehingga butuh dukungan khusus dari pemerhati lingkungan pendidikan sekolah dan lingkungan sosial. Kolaborasi guru, orangtua, konselor atau psikolog, serta perhatian pihak sekolah sangat penting dan dibuktikan dapat membantu mengurangi kelelahan guru. 

Dalam hal ini guru perlu diberi dukungan persetujuan dan informasi untuk mengambil langkah dan keputusan yang tepat dalam penanganan isu kedisiplinan yang ekstrim di kelas.  Penelitian yang sama juga menyatakan bahwa dukungan sosial terhadap guru berkontribusi sebesar 58% membuktikan bahwa sebuah dukungan sosial terhadap seorang guru dapat mengurangi burnout yang dialami dan menambah kapasitas kemampuan menangani isu-isu kedisiplinan di kelas.

Lalu, apa kemampuan akademis dan dedikasi guru sudah cukup untuk menghadapi tantangan ini? Peran seorang guru menjadi sangat penting di era digital ini untuk memiliki keterampilan lebih dari sekedar kemampuan akademis dan kreativitas yang tinggi. Maka, pengetahuan psikologi, manajemen kelas, dan stresscoping guru itu patut. Dasar pengetahuan psikologi membantu mereka memahami siswa-siswanya, manajemen kelas untuk membantu menangani masalah kedisiplinan, dan stresscoping untuk membentengi diri guru dari kelelahan emosi yang berlebihan. 

Guru sekolah dasar menanggung tanggung jawab moral yang besar untuk membawa peserta didiknya memahami dan menjalankan disiplin sebagai modal dasar hidup. Maka dari itu, lingkungan pendidikan atau pun sekolah perlu memberi guru pelatihan tentang teknik-teknik menajemen kelas dan penanganan psikologis terhadap kasus-kasus tertentu terkait kedisiplinan. 

Seperti apapun kondisi di kelas, disiplin dan aturan harus tetap ditegakkan. Seorang guru, selain sebagai seorang pendidik yang empatik dan humanis, juga harus bisa menerapkan kedisiplinan dengan konsisten - dan tentunya dengan dukungan sosial. 

Referensi

Abidah. (2023). Dampak penggunaan gadget terhadap degradasi moral pelajar. Jurnal Pendidikan dan Konseling, 5(1). 2716-2725

Aliya, H. (2022). Dilansir dari https://glints.com/id/lowongan/kemampuan-yang-harus-dimiliki-guru/

Amalia, D. (2021). Dilansir dari https://www.iai-tabah.ac.id/2021/12/28/screen-addict-dilema-dibalik-euforia-transformasi-digital/ 

Purba, J., Yulianto, A., & Widyanti, E. (2007). Pengaruh dukungan sosial terhadap burnout pada guru. Jurnal Psikologi, 5(1). 77-87.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun