Mohon tunggu...
Maria UlfaAulia
Maria UlfaAulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Life is your choice.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Peran D3 (Dukun Duit Dukungan) dalam Pilkades Desa Pucakwangi

21 Juni 2021   12:35 Diperbarui: 21 Juni 2021   12:47 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemudian modal kedua yang diperlukan oleh calon Kades, yakni duit atau uang. Sudah menjadi rahasia umum bahwa money politic di Indonesia masih laris digunakan oleh calon pejabat pemerintahan untuk meraih suara dalam pemilihan umum. Hal ini juga menjadi sesuatu yang wajar atau lumrah dalam ajang Pilkades di Pucakwangi. Tidak jarang para calon Kades tidak tanggung-tanggung untuk mengeluarkan seluruh harta mereka agar dapat memenangkan Pilkades.

Praktik politik uang merupakan gambaran dari para calon Kades yang tidak percaya diri terhadap hubungan mereka dengan massa yang akan memilih. Mereka cenderung tidak mau memakan banyak waktu seperti turun ke lapangan dan berkampanye tentang program kerja dan gagasan – gagasannya. Praktik ini, juga menggambarkan kurang adanya rasa kepercayaan pada sistem pengawasan dan penegak hukum lainnya yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Selain itu, praktik ini juga berpengaruh kepada para konstetuen / pemilih karena mereka berpikir bahwa mereka bisa mendapatkan sesuatu dengan gratis meski harus memilih calon Kades.

Pada Pilkades tahun 2019 terdapat dua calon Kades dimana salah satunya merupakan petahana dari tahun sebelumnya. Agak berbeda dari beberapa tahun sebelumnya, dimana money politic atau serangan fajar yang diberikan kepada masyarakat hanya sekitar Rp 20.000,00 hingga Rp 30.000,00. Namun money politic yang diberikan pada Pilkades tahun 2019 melonjak tajam, dimana para calon Kades memberikan serangan fajar kepada calon pemilih sekitar Rp 300.000,00 hingga Rp 350.000,00. Para sabet atau timses memberikan dana ini secara berkala, yakni ketika calon pemilih yang telah diberikan amplop berisi uang oleh sabet A kemudian sabet B juga memberikan amplop, maka sabet A akan memberikan tambahan amplop kepada calon pemilih dan terus menerus diberikan tambahan amplop dari sabet A dan sabet B hingga tiba waktunya calon pemilih untuk datang ke TPS.

Sebagian besar calon pemilih akan mendukung atau memilih calon yang memberikan amplop dengan jumlah tertinggi. Namun tidak dipungkiri pula, terdapat calon pemilih yang memilih berdasarkan faktor kekerabatan dan beberapa faktor lainnya, akan tetapi biasanya calon pemilih tersebut juga menerima money politic  dari salah satu calon Kades, dan menolak untuk diberi amplop oleh calon Kades yang lain.

Dari hal ini dapat diketahui bahwa, bantuan dukun sendiri tidak menunjukkan hasil yang nyata, akan tetapi bagaimanapun juga secara psikologis dukun tersebut memberikan semangat dan kekuatan (kepada yang percaya) untuk melanjutkan usaha mengatasi permasalahannya. Terlihat pula bahwa calon pemilih mayoritas lebih mendukung calon Kades yang memberikan jumlah isi amplop terbanyak, atau bergantung dari money politic yang diberikan.

Dalam proses Pilkades di Desa Pucakwangi jelas bahwa terdapat patologi demokrasi dari faktor dukun dan money politic yang digunakan calon untuk meraih suara sebanyak-banyaknya dari para pemilih. Hal ini tentu membawa dampak yang kurang baik bagi masyarakat dan calon Kades itu sendiri. Berjalan lebih dari satu tahun kepemimpinan Kades baru, program kerja dari Pemerintah Desa tersendat dan menjadi tidak maksimal karena Kades pasca Pilkades 2019 dikabarkan menurun kesehatannya dan lebih sering melakukan pekerjaan dari rumah.

Akibatnya masyarakat menjadi kurang maksimal dalam mendapatkan pelayanan dari Pemerintah Desa. Beberapa pekerja juga digantikan oleh pekerja yang baru, misalnya juru parkir di pasar umum desa, dimana hal ini juga berpotensi menimbulkan konflik. Selain itu, dampak pasca Pilkades yang menghabiskan dana dalam jumlah milyaran memberikan kerugian besar bagi para calon, terlebih bagi calon yang tidak terpilih.

Jika hal ini terus terjadi dalam setiap Pilkades ke depan tentu akan membawa pengaruh buruk terutama masyarakat. Maka, baiknya bagi para calon agar dapat bersaing secara lebih baik dengan fokus meminta petunjuk dan energi positif secara langsung dari Sang Maha Kuasa, dan mempelajari strategi yang lebih realistis untuk memenangkan Pilkades, misalnya dengan membuat visi misi yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Masyarakat pun dapat semakin terbuka untuk dapat memilih calon pemimpin berdasarkan kredibilitas calon, harapannya pemimpin yang terpilih dapat memberikan kinerja yang maksimal dan mensejahterakan masyarakat. Sehingga patologi demokrasi ini dapat diatasi dan tidak berimbas pula sampai pada patologi birokrasi yang dapat merugikan masyarakat dalam jangka panjang.

Referensi

Fitriyah. (2011). Fenomena Politik Uang Dalam Pilkada. Jurnal Ilmu Politik, 32, 1–10.

Ki Hudoyo Doyodipuro, Horoskop Jawa Lorong 2000, Dahara Prize, Semarang, 2000, hlm. 179.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun