Banyak dukun yang tidak meleset perkiraannya, tapi ada juga sebagian dukun gadungan. Meskipun demikian, kita tidak harus menafikan kekuatan ramalan secara umum, karena dokter atau komandan pun bisa keliru. Keyakinan kami pada ramalan tidak akan mati. Boleh saja mereka mengatakan demikian, tetapi pada kenyataannya, penyebaran praktik perdukunan di berbagai suku bangsa sejak dahulu sampai sekarang tidak mampu membuat perdukunan semakin canggih atau memformatnya dalam bentuk kebenaran.
Banyaknya orang yang bergantung pada dukun, bukan berarti kita membenarkan cara mereka, sebab kebanyakan manusia berjalan seiring dengan kebatilan[1]. Dukun, oleh sebagian masyarakat dianggap sebagai profesi yang dikaitkan dengan klenik, tahayul, dan hal-hal yang berkesan kuno dan terbelakang. Namun dalam kenyataannya masih tetap berperan pada sebagian besar masyarakat.
Â
Dengan ilmu-ilmu yang dimiliki tadi, dukun merupakan tempat orang mengharapkan pertolongan dalam penyembuhan, mencari barang hilang, melancarkan suatu usaha, masalah keluarga, sebagai penasihat spiritual, dan sebagainya. Hampir semua suku bangsa di Indonesia memandang dukun sebagai tempat bertanya, meminta nasihat dan pertolongan. Sehingga hubungan antara dukun dengan masyarakat sangat dekat. Tetapi dalam kenyataan dan perkembangannya kemudian, ada pula dukun yang jahat yang dimintai tolong untuk perbuatan jahat oleh orang-orang jahat pula[2].
Â
Desa Pucakwangi adalah desa terbesar di kecamatan Pucakwangi, Pati, Jawa Tengah, Indonesia. Desa Pucakwangi terdiri dari 4 dusun, 4 RW dan 32 RT. Mayoritas penduduk di desa ini memeluk agama Islam, namun ketaatan dalam menjalankan perintah agama Islam belum maksimal, hal ini terbukti dengan adanya masyarakat yang diantaranya masih menggunakan jasa dukun. Mereka yang mentaati sesuai dengan ajaran Islam yang semestinya bisa digolongkan sebagai Islam santri. Kelompok santri tradisinya seperti, shalat berjamaah, tadarus, beramal, haji, puasa, dan sebagainya. Sedangkan yang tidak mentaati ajaran Islam yang sesungguhnya bisa digolongkan sebagai Islam abangan. Kelompok abangan biasanya cenderung mempercayai kepercayaan lama, seperti nenek moyang, animis, jimat, dukun dan lain sebagainya.
Sedangkan dari segi ekonomi masyarakat Desa Pucakwangi termasuk ekonomi golongan menengah kebawah, sebagian besar penduduknya bermata pencaharian beraneka ragam, ada yang berprofesi sebagai pegawai negeri, wiraswasta, petani.
Patologi demokrasi juga masih terjadi di Desa Pucakwangi. Misalnya dalam pencalonan kepala desa diantara calon kepala desa masih ada yang menggunakan jasa dukun. Hal ini hampir terjadi setiap menjelang Pilkades di desa ini, sesuai dengan informasi yang penulis dapatkan dari salah satu mantan Kepala Desa Pucakwangi. Pada hasil wawancara penulis dengan bapak P (inisial informan), beliau mengatakan bahwa dalam upaya untuk memenangkan Pilkades dibutuhkan modal D3 yakni Dukun, Duit, dan Dukungan. Beliau mempertegas bahwa peran dukun menjadi hal yang krusial dalam upaya mencapai kemenangan.
Dukun dipercaya sebagai orang yang bisa menangkap pesan langit. Dalam kaitannya dengan wahyu kedaton atau mandat langit untuk memimpin, orang-orang seperti merekalah yang dipercayai mengetahui jalannya wahyu kekuasaan tersebut. Termasuk dimana wahyu kedaton akan berakhir dan memilih orang baru untuk duduk dan tampil sebagai pemimpin. Dalam ilmu politik modern kepemimpinan itu disebut dengan istilah teokrasi.
Calon Kades pertama akan berkonsultasi serta untuk mendapatkan informasi dari dukun yang dipercaya untuk melihat bagaimana peluang ketika ia akan mencalonkan diri sebagai Kepala Desa. Ketika ia mendapatkan petunjuk dari dukun itu bahwa kemungkinan meraih suara tinggi, maka ia akan semakin memantapkan untuk mengikuti pencalonan Kades. Kedua, dukun dipercaya dapat memberikan kharisma kepada calon Kades dengan memberikan energi untuk membuat calon menjadi lebih percaya diri untuk berkampanye di depan masyarakat. Ketiga, dukun dipercaya dapat membuat sabet atau tim sukses calon akan menjadi loyal dan antusias dalam mendukung dan memperjuangkan kemenangan calon. Begitupula masyarakat, atau calon pemilih dengan energi dari dukun dapat meningkatkan keyakinan mereka untuk mantap dalam mendukung dan memilih calon Kades yang dibantu oleh sang paranormal atau dukun.
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan dengan Bapak P (mantan Kepala Desa Pucakwangi), menjelaskan penggunaan dukun oleh calon Kades juga sebagai antisipasi untuk menangkal hal-hal negatif yang dikirim oleh calon lawan dengan bantuan dukun pula. Sehingga selain bertujuan untuk dapat memenangkan Pilkades, fungsi dukun sekaligus digunakan sebagai penolak bala dari pihak-pihak yang mencoba menjatuhkan calon Kades.