Mohon tunggu...
Maria Yohana Kristyadewi
Maria Yohana Kristyadewi Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Hukum dan Perpajakan

Tulisan layaknya petunjuk pertama untuk menguak misteri lebih besar yang terkandung dalam alam pikiran manusia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Momen Abolisi

1 Mei 2018   12:11 Diperbarui: 1 Mei 2018   12:25 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Jangan sekali-kali melupakan sejarah! "

 Pidato pendek di atas dikumandangkan oleh bapak proklamasi Indonesia, Bung Karno pada saat hari ulang tahun kemerdekaan RI tahun 1966. Sebuah kalimat irit kata namun memiliki makna yang dalam. Sejarah suatu bangsa merupakan pondasi masa depan. Bangsa yang menghargai sejarahnya merupakan bangsa yang besar. Mereka berpijak dari kesalahan masa lalunya, mau belajar untuk instropeksi dan kemudian melakukan perubahan.

 Sejarah Indonesia mencatat sebuah perubahan besar pernah menerpa negeri ini. Reformasi yang terjadi tahun 1998 merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah bangsa. Reformasi adalah momen abolisi, tanda bahwa Indonesia telah bebas dari perbudakan sebuah orde. Namun tak lantas reformasi menjadi akhir suatu perjuangan. Perjuangan bangsa barulah dimulai setelah reformasi berakhir.

 Sejarah juga merekam perjuangan yang terjadi jauh sebelum reformasi ditegakkan. Dimana bibit nasionalisme mulai ditebarkan dan dipupuk dengan kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan. Masa nenek moyang reformasi yang menjadi cikal bakal segala perjuangan di Indonesia. Masa yang dikenal sebagai kebangkitan nasional. Begitu banyak catatan sejarah yang mempengaruhi nadi bangsa. Beragam peristiwa menjadi pelajaran berharga bagi esensi perjuangan Indonesia. Peristiwa tersebut adalah momen abolisi bagi bangsa Indonesia.

Kata abolisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki dua pengertian yang berbeda. Makna pertama dari kata abolisi adalah pembatalan atau penghentian penuntutan perkara. Sedangkan makna kedua dari kata tersebut adalah penghapusan perbudakan. Salah satu bentuk lain dari perbudakan adalah penjajahan. Perbudakan dan penjajahan sering diidentikkan, karena di dalamnya terdapat kebebasan manusia yang direnggut secara paksa. 

Sejarah mencatat Indonesia pernah beberapa kali mengalami penjajahan oleh bangsa lain. Mulai dari bangsa Portugis dan Spanyol di awal zaman kolonial yang lantang menyuarakan slogan Glory,Gospel and Gold. Dilanjutkan dengan monopoli perdagangan Verenigde Oostindische Compagnie (VOC). Setelah bangkrut, monopoli VOC digantikan dengan kolonisasi pemerintah Belanda yang bercongkol di Indonesia selama tiga setengah abad. Bahkan bumi nusantara pernah mengecap manisnya dijajah Jepang yang mengaku sebagai saudara jauh Indonesia selama tiga setengah tahun.

Penjajahan bangsa lain ini memotivasi pemuda Indonesia untuk bangkit dan memperjuangkan kemerdekaan. Keinginan untuk membebaskan bangsa dari perbudakan kolonial diwujudkan dengan gerakan nasionalisme. Boedi Oetomo menjadi wadah pertama gerakan kemerdekaan Indonesia. Organisasi ini menjadi tonggak perjuangan pemuda Indonesia. Masa perlawanan fisik yang biasanya dilakukan para pejuang dengan bambu runcing dan modal otot telah usai. Masa baru perjuangan Indonesia telah dimulai. Intelektualitas dan kemampuan berdiplomasi menjadi senjata baru pemuda Indonesia dalam melawan penjajah.

Kebangkitan nasional menjadi momen abolisi pertama Indonesia. Momen berupa peristiwa nyata yang memperingati lepasnya Indonesia dari kungkungan perbudakan bernama egoisme kedaerahan. Pada saat itu rakyat rela melepas atribut individualis dan identitas daerahnya untuk menyatukan visi dan misi. Tujuan kemerdekaan Indonesia mulai dipandang dari satu bingkai perjuangan secara nasional.

Momen abolisi kedua adalah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Pembacaan naskah proklamasi oleh Bung Karno menandakan hapusnya segala penjajahan di bumi nusantara serta menunjukkan Indonesia adalah sebuah negara merdeka dan berdaulat penuh secara de facto. Pasca kemerdekaan Indonesia tidak lantas membebaskan Indonesia dari segala bentuk perbudakan dan penjajahan. Jika dilihat secara harfiah, perbudakan telah meninggalkan bangsa kita selepas perginya para penjajah ke negara asalnya. Namun jika dilihat secara makna, masih ada benih-benih perbudakan di negeri ini.

 Di masa setelah kemerdekaan, perbudakan terhadap rakyat Indonesia bukan dilakukan oleh penjajah berkebangsaan asing. Ironisnya, perbudakan dan penjajahan dilakukan oleh para putera bangsa sendiri terhadap rakyat Indonesia. Orde Baru pimpinan Soeharto awalnya mengagung-agungkan nilai luhur pancasila sebagai dasar bertindak. Namun dalam praktek, justru nilai pancasila tersebut dikhianati. Pancasila justru dimanipulasi untuk melancarkan jalan oknum Orde Baru dalam mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari hasil bumi dan rakyat Indonesia. Jurang pemisah antara orang kaya ciptaan Orde Baru dengan rakyat miskin semakin melebar.

Tak tanggung-tanggung tiga puluh dua tahun lamanya, Indonesia "dijajah" kediktatoran semu Soeharto. Kediktatoran ini terlapis apik dengan bungkus demokrasi berjudul pemilihan umum yang selalu dimenangkan partai sang presiden. Namun borok yang mengerogoti bangsa tak mungkin selamanya disembunyikan. Korupsi, kolusi dan nepotisme merugikan kepentingan masyarakat. Perjuangan untuk lepas dari perbudakan Orde Baru mulai dicanangkan para mahasiswa. Gerakan reformasi merupakan monumen perjuangan untuk menghapuskan perbudakan Orde baru. Pada tahun 1998, perjuangan mahasiswa terbayar dengan lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan yang juga melambangkan runtuhnya kekuasaan Orde Baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun