Mohon tunggu...
Maria Oktaviani
Maria Oktaviani Mohon Tunggu... Konsultan - Thinking extrovert

Aku punya blog https://www.mariaoktaviani.com/

Selanjutnya

Tutup

Diary

Berawal dari Lupakan Mantan, Berujung ke Upgrade Diri

29 November 2021   17:21 Diperbarui: 29 November 2021   17:41 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler


Jujur sebetulnya malu banget mau nulis ini, pokoknya kalau nulis soal relationship tuh malu bgt deh.. 

Memang saya pernah punya hubungan gitu sama cowok, tapi gaya pacarannya main aman banget.. Kita ga pernah pegangan tangan (belum muhrim boss) dan jarang telfonan plus LDR. Saat itu dia bilang mau serius, jadi saya jalanin aja masa perkenalan itu dengan ngobrol2 dan saling mengenal satu sama lain. Oh iya, karena LDR, jadinya saya jarang sekali ketemu dia, sekalinya ketemu ya hanya beberapa jam saja karena kita cuma bisa ketemu kalau kebetulan dia lagi ada acara di domisiliku saat itu.

Lalu karena satu dan lain hal, saya merasa gak cocok sama dia karena saya sering dibuat sakit hati dan sedih karena sikapnya. Sebetulnya saya tau dia itu org yg baik sekali tapi kalau memang gak jodoh pasti ujung2nya gak akan bersatu juga. Kalau ada karakter dia yg gak cocok sama kita, sampai kapanpun ga akan bisa dia berubah sikapnya apalagi cuma karena saya seorang, begitupun sebaliknya. Ternyata menerima kekurangan dan kelebihan satu sama lain tidak semudah itu. 

Saat kita putus, rasanya hancur sekali perasaan saya saat itu karena merasa kecewa dan marah. Setiap hari sejak putus itu saya selalu bertanya2 kenapa begini dan kenapa begitu. Ditambah saya sampai overthinking dan stress, lalu berujung ke penyakit maag. Kalian yang jadi atlet asam lambung berpengalaman pasti tau maag karena stress itu kaya gimana rasanya, literally kaya mau meninggal :)

Setahun dua tahun berlalu, saya terkadang masih ingat rasa sakitnya dan sempat benci sekali sama diri sendiri karena gak bisa kendalikan pikiran. Satu2nya cara saat itu supaya saya bisa move on adalah dengan cari orang baru, tapi saya gak berdaya sama sekali karena kekurangan yg saya punya. Saya jadi makin mau marah sama diri sendiri.

Bagi beberapa orang, putus hubungan itu gak cuma bikin kehilangan seseorang tapi juga kehilangan diri sendiri.

Saya coba konsul ke psikolog untuk minta solusi, dan jujur aja saya malu bangeett pas mau konsul kaya gini karena problem utamanya sepele banget, mana usia saya dikit lagi mau kepala 3 tapi masih aja galau kayak anak ABG. Saya liat orang lain kalau habis putus gak ada yg galaunya sampai sinting. Tapi saya bener2 pengen bangkit dan gak mau nyerah untuk bisa move on. Saya ikuti saran psikolog untuk tetap menyibukkan diri sendiri dan selalu atur nafas, rileks dan meditasi.

Saran dari psikolog tersebut saya ikuti tapi selama beberapa bulan rasanya belum ada yang berubah secara signifikan. Tapi karena saran dari psikolog itu berkenaan sama yg namanya pemulihan jiwa, jadinya saya jadi banyak cari referensi untuk mengenal tips2 pemulihan diri, baik itu dari youtube sampai ke buku2 tentang self improvement.

Lalu sampai suatu ketika, saya sadar satu hal. Sebelum mencoba memulihkan psikis, sangat penting untuk mengenal diri sendiri. Sepertinya memang saya belum mengenal diri saya dengan baik.

Lalu takdir mempertemukan saya dengan seorang teman lama yang tiba2 hubungi saya, long story short dia kasih tau ke saya mengenai sifat2 asli saya. Kejujuran dia sangat penting buat saya karena saya agak kesulitan mengenal diri sendiri. Saya akhirnya dapat kata kuncinya, yaitu saya ini seperti pedang. Kepribadian saya ini katanya kuat dan tajam tapi sekalinya dipatahkan oleh orang lain, saya bisa patah sejadi2nya. 

Seneng campur sedih sih setelah tau hal tersebut. Lalu di lain waktu lagi, saya juga baru sadar bahwa sifat egois juga harus pelan2 dihilangkan. Teman saya yang tadi juga memberi tahu bahwa saya egois. Setelah itu, saya pikir mungkin saya sulit move on karena saya egois, saya selalu pengen apa yg saya mau terlaksana, termasuk kehadiran dia yang saat itu sangat berarti di kehidupan saya tapi saya harus rela melepas dia karena saya gak mau egois lagi.

Jadi, rumus saya untuk melepaskan sesuatu yg pada akhirnya bukan milik saya adalah : let it go, deal with it.

Kalau saya tengok ke belakang, panjang sekali perjalanan saya hanya untuk menurunkan level egois saya. Tapi kembali lagi ke masalah pengenalan diri tadi, ada beberapa hal yang membuat saya egois, salah satunya karena saya sulit menerima kenyataan kalau saya berbeda dan punya kekurangan. Tapi balik lagi ke motivasi awal saya untuk memulihkan jiwa, agar kualitas diri saya bisa lebih baik lagi dan ini adalah perjuangan yg gak akan pernah usai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun