Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bagaimana Mengenal Tuhan?

11 Oktober 2024   06:30 Diperbarui: 11 Oktober 2024   06:40 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : Koleksi Pribadi

Dari buku IN THE FOOTSTEPS OF THE MASTER by Anand Krishna : "Keindahan adalah Kebenaran, dan Kebenaran adalah Tuhan. Ini arti dari frase Satyam, Shivam, Sundaram. Hanya ketika kau dapat melihat dan menghargai Keindahan Hidup, barulah kau dapat mengenmal Tuhan."

Kebanyakan kita kurant atau bahkan tidak bisa menghargai keindahan yang diciptakan-Nya. Selama ini kita terbutakan oleh yang tampaknya indah, buatan manusia sehingga tanpa sadar sesungguhnya kita belum mengenal Tuhan. Kita lupa bahwa segala yang disebut kemajuan teknologi, seperti pesawat terbang sesungguhnya terinspirasi oleh burung. Tiada daun pada pohon satu pohon yang sama, setiap daun unik adanya. Sangat berbeda dengan pohon plastik yang dibuat oleh manusia, semuanya sama. Keberagaman inilah keindahan Tuhan.

Bila dikaitkan dengan keadaan di dunia saat ini, adanya perang, bencana alam, kecelakaan di jalan, dan segala peristiwa yang membuat manusia penderitaan bagi manusia dianggap sebagai cobaan dari Tuhan. Namun bila kita merujuk pada hukum alam : "Sebab-Akibat", sebenarnya tiada kejadian sebagai hal yang kebetulan. Hukum alam, hukum konsekuensi sangat rumit, bahkan saya sangat meyakini bahwa tiada satu pun kemampuan manusia bisa menirunya. Selama ini kita pikir dengan adanya Artificial Intelligence (AI) bisa melakukannya. Yang perlu kita ingat adalah bahwa yang disebut AI bukanlah intelegensi, tetapi merupakan kumpulan intelektual manusia. 

Misalnya, seseorang yang berada di daerah peperangan atau di tempat bencana alam. Mereka mengalami penderitaan sebagai akibat perbuatannya sendiri. Bukan sesuatu yang kebetulan seseorang berada di tempat di Aceh pada saat bencana tsunami atau bila ada kejadian parkir, tanpa adanya hujan atau angin, tiba-tiba mobil seseorang ditimpa pohon. Terjadinya kecelakaan di jalan yang dialami seseorang sebagai akibat perbuatannya di masa lalu. Dengan memahami hukum konsekuensi yang merupakan hukum alam, kita semestinya bisa menerima kejadian.

Saya tahu, mement sangat sulit menerima sesuatu yang menurut kita sangat merugikan diri kita, tetapi tiada cara lain kecuali menerima dengan keterbukaan diri. Dengan adanya penerimaan ini, kita bisa interospeksi diri sehingga bisa melakukan pembenahan atas kelalaian kita. Namun bila kita mencari kesalahan pada diri orang lain, kita telah menutup diri dalam upaya memberdayakan diri sendiri. Pemberdayaan diri hanya bisa terjadi bila kita menyadari adanya Jiwa yang menggerakkan setiap makhluk hidup. 

Mari kita senantiasa mengingatkan diri sendiri bahwa Jiwa adalah penggerak segala kehidupan di dunia ini. Jiwa bukanlah roh, karena roh terdiri dari pikiran serta perasaan. Kita selama ini memberikan label diri kita dengan jabatan, profesi, ataupun label yang disematkan oleh masyarakat atau lingkungan sehingga lupa akan kesejatian diri kita.

Oh ya, satu-satunya cara mengenal Tuhan adalah dengan menghargai keindahan dalam hidup ini. Segala sesuatu ciptaan-Nya berasal dari keindahan Dia. Adalah sesuatu yang alami bahwa dari sesuatu yang indah muncul yang indah juga. Ini ditunjukkan oleh yang disampaikan oleh para suci. Karena yang ada dalam diri para suci baik atau indah, maka yang disampaikan juga baik dan indah. 

Jadi bila ingin melihat Tuhan, lihatlah keindahan segala sesuatu yang ada di atas bumi, ketidakmampuan kita melihat keindahan ciptaan-Nya hanya membuktikan bila kita belum bisa mengenal Dia sebagai Hyang Maha Indah............

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun