Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kisah Suatu "Keberhasilan"

2 Oktober 2024   06:30 Diperbarui: 2 Oktober 2024   06:32 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada kisah yang katanya suatu 'keberhasilan,

Dikisahan seorang anak yang sangat pintar, bahkan boleh dikatakan level jenius. Kisah ini terjadi di India (inspirasi dari buku Mati Hdup Di Sini by Anand Krishna).

Seorang anak yang selalu mendapatkan ranking satu atau dua, backan bisa dikatakan hampir 90% selalu urutan pertama sehingga tidak sulit mendapatkan perguruan tinggi yang terkenal. Ketika berada di perguruan tinggi unggulan pun, ia bisa lulus dengan nilai yang amat memuaskan. Banyak perusaan terkenal sia menerimanya untuk bekerja. Anak muda tersebut lebih memilih bekerja di US. pada suatu perusahaan sangat terkenal.

Akhirnya ia memutuskan untuk menikah dengan kekasihnya yang juga dari India. Kesuksesannya di perusahaan tidak diragukan lagi, akhirnya ia mempunyai anak 2 orang. Sukses besar bukan? Inilah definisi kita : gaji atau penghasilan tinggi sehingga bisa membeli rumah mewah, kendaraan mewah walaupun dengan cara cicilan.

Melihat kesuksesan anaknya, sang ayah coba membujuk agar kembali ke India, karena dengan tabungan yang cukup besar bisa mendirikan perusahaan sendiri sehingga bisa memberikan lapangan pekerjaan bagi warga negara India juga, sungguh saran yang mulia. Namun si anak berdalih dengan segala macam alasan. Ia berkata bahwa negara India kotor sehingga bila pindah ke negaranya, ia khawatir anaknya bisa sakit karena banyak debu. Sang ayah menyerah, ia pun kembali ke India.

Setelah beberapa tahun, sang ayah sangat kaget mendengar berita bahwa anak, menantu serta cucunya meninggal karena bunuh diri. Dalam surat yang ditinggalkan oleh anaknya, ia membaca alasannya.

Karena krisis, perusahaan tempat bekerja terpaksa gulung tikar alias bangkrut, ia pun pensiun dengan pesangon yang cukup, namun karena ia mesti mencicil rumah, mobil serta handphone yang serba mewah, akhirnya habis juga. Ia berupaya mencari pekerjaan lain, karena biasa dihormati pada pekerjaan lama dengan penghasilan tinggi, maka akhirnya ia tidak songgup menghadapi kenyataan pahit. Setelah berunding dengan istrinya, ia pun memutuskan untuk bunuh diri sekeluarga agar bisa mengakhiri penderitaannya.

Pelajaran bagi kita dari kisah tersebut:

  • Keberhasilan yang terus menerus melalui sistem ranking telah membuat si anak terlena, ia tidak pernah belajar bangkit ketika kalah. Ia lupa bahwa kekuatan untuk bankit setelah jatuh membuat ia semakin kuat atau tangguh menghadapi kenyataan hidup yang bisa di atas atau di bawah,
  • Ketika bekerja dengan penghasilan tinggi, mungkin juga pergaulan dengan orang yang kaya sehingga hanya materi dan kemewahan hidup yang diketahuinya membuat ia terlena. Inilah yang sebutkan dengan bertumbuh atau berjalan pada satu dimensi kenyamanan ragawi. Hanya mengurusi kebutuhan keluarga, tanpa memikirkan orang lain. Tidak sadar bahwa kita bisa tumbuh bersama karena saling bergantung atau interdependence,
  • Ia abai terhadap tawaran orang tua yang telah memberikan saran agar melangkah maju dengan cara mendirikan perusahaan sehingga bisa memberikan lapangan pekerjaan bagi warga negara India. Dengan cara ini, ia tidak hanya memikirkan diri sendiri, tetapi juga meluaskan wawasan demi kesejahteraan orang banyak. Inilah sifat berbagi, sifat selaras dengan alam.

Ketika kita mulai menuju arah kemajuan, alam data dipastikan membantu, karena memang tujuan kelahiran adalah berbagi, melayani sesama makhluk. Dengan cara pikir seperti ini, kita sadar bahwa dałam kehidupan ini, kita saling bergantung; interdepedence. Inilah kekuatan hidup, kebersamaan. Inilah sifat alam yang saling bergantung sehingga terjadi keharmonisan.

https://www.youtube.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun