Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Merayakan Kehidupan

29 Agustus 2024   06:30 Diperbarui: 29 Agustus 2024   06:37 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adalah berkah kehidupan bertemu dengan seseorang yang telah mengalami pencerahan tentang pengetahuan sejati. Yang dimaksudkan dengan pengetahuan sejati adalah pengetahuan tentang kesejatian diri sendiri. Selama ini, sesak dari kecil kita semua telah diberikan identifikasi oleh lingkungan, mulai dri gelar setelah perguruan tinggi, kedudukan atau pangkat serta jabatan atau kekayaan kita. Semuanya disematkan oleh masyarakat yang kebanyakan atau mayoritas tidak mengenal Diri sendiri. Lantas bagaimana kita bisa bebas?

Dalam ketidakbebasan diri, kita belum bisa merayakan kehidupan. Dari seorang yang telah mengenal diri sejati, kita bisa terbebaskan dari perbudakan lingkungan. Dengan kebebasan yang diperoleh, baru kita bisa merayakan kehidupan. Inilah tujuan kelahiran setiap manusia. Hanya seseorang yang menjadi manusia seutuhnya bisa merayakan kehidupan.

Merayakan kehidupan bukan berarti kita bersuka ria di atas penderitaan orang lain atau sesama makhluk. Inilah perbedaan besar dari mereka yang merayakan suatu keberhasilan, baik dalam bisnis atau kelulusan kuliah. Pada umumnya mereka merayakan dengan makan enak bersama atau bernyanyi ria, namun pernahkah mereka berpikir bahwa yang mereka lakukan tanpa disadari merusak diri sendiri atau mengganggu tetangga?

Misalnya, kita merayakan keberhasilan suatu usaha atau bisnis makan enak. Pada umumnya kita semata mengejar makan enak tanpa memperhatikan segi kesehatan atau dampak makanan terhadap tubuh kita. Dengan banyak kita konsumsi daging, sate atau bakar/BBQ daging kita telah merusak kesehatan tubuh. Kita lupa bahwa konsumsi makanan yang enak bagi lidah, sebagian besar mengganggu organ dalam tubuh kita. 

Bersuka cita dengan kegembiraan berlebihan tanpa menyadari akan mengganggu lingkungan juga bisa dianggap suatu perbuatan kekerasan terhadap kuping tetangga. Bukan hanya merayakan kesuksesan, bahkan yang dianggap ibadah pun sering mengganggu mereka yang tidak satu kepercayaan.  Kita tidak menghargai atau apresiasi terhadap sesama kita.

Yang dimaksudkan merayakan kehidupan adalah adanya suatu kesadaran bahwa orang atau makhluk lain juga butuh merayakan kehidupan mereka. Dengan kita menyembelih atau membunuh hewan untuk dijadikan BBQ atau sate, ini tidak bisa disebut sebagai merayakan kehidupan. Karena kita telah mengorbankan hidup makhluk hidup lain demi kenikmatan lidah kita. Dengan kata lain, sesungguhnya kita sendiri belum terbebaskan dari perbudakan naosu indrawi kita. Sekali lagi kita masih budak belum menjadi tuan bagi indrawi kita.

Mungkin yang jadi pertanyaan adalah :"Mungkinkah kita merayakan kehidupan tanpa mengorbankan makhluk hidup lain?"

Sangat mungkin.

Pertama yang mesti dilakukan adalah membersihkan segala kotoran yang melekat dalam pikiran serta perasaan kita. Nafsu kemarahan, loba, atau irihati terjadi karena adanya sampah kotoran daam diri kita. Sampah kotoran emosi ini kita serap dari lingkungan. Untuk itu, perhatikan pergaulan kita. Sudahkah kita bergaul dengan orang-orang yang bersih secara mental? Bagaimana kita mengetahui bahwa kelom[ok tersebut sudah bersie dari sampah kotoran?

Perhatiakn yang dilakukan serta diucapkan. Yang utama adalah perilaku mereka. Segala hal yang menjadi pokok pemicaraan. Bila segala hal yang dibicarakan serta dilakukan untuk kebaikan bersama, bukan hanya masalah materi saja, berarti mereka pantas dijadikan kelompok pergaulan. Hindari gosip-gosip yang membahas keburukan orang lain atau masalah bendawi/kenyamanan indrawi. 

Merayakan kehidupan berarti kita bisa merasakan kepuasan diri yang muncul dari dalam diri. Kita tiudak lagi terpengaruh oleh kenyamanan indrawi. Kita tetap hidup di dunia benda, tetapi tidak lagi menjadi budak kebendaan. Ini hanya bisa terjadi bila kita bisa mengendalikan diri tanpa memaksakan. Atau dengan kata lain terjadi secara alami. Berdasarkan pengalam saya, sangat memungkinkan dengan cara pembersihan diri dengan cara membebaskan diri dari pengaruh sampah emosi.

Merayakan kehidupan juga berarti kita senang atau bahagai ketika orang lain dalam keadaan sehat serta bahagia. Kita turut merayakan bila orang lain tidak menderita. Karena bila orang lain menderita, sesungguhnya kita juga sedang mengalami penderitaan. Hanya mereka yang telah mengenal kesejatian diri bisa merayakan kehidupan.............

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun