Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tidak Ada Penyakit Turunan....

4 Agustus 2024   06:30 Diperbarui: 4 Agustus 2024   06:39 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama ini banyak berita yang kurang tepat, bila kita sakit diabetes, maka dianggap penyakit turunan. Berdasarkan penelitian ini, sesungguhnya pengaruh genetika ortu hanya sebesar +/- 10%. Oleh karena itu yang dikabarkan oleh masyarakat umum bahwa bila kita sakit gula atau jantung, maka faktor keturunan hanyalah 10%. Jadi yang betul atau mungkin lebih tepat adalah mewariskan kebiasaan pola makan yang mendorong atau meningkatkan potensi sakit keturunan.

Berdasarkan keadaan di atas, tampaknya setiap orang sesungguhnya memiliki potensi gangguan kesehatan atau penyakit. Yang perlu diperhatikan adalah bila kita mewaspadai penyakit ortu, maka akan lebih bila pola makan yang berkaitan dengan sakit ortu diatur atau diubah. Tentu kesadaran ini terkadang sulit, karena sejak kecil kita berada di lingkungan ortu yang memiliki pola makan yang kuran pas dengan kesehatan mereka.

Dengan pemahaman bahwa faktor keturunan tentang penyakit hanyalah 10%, maka alangkah bijaksana ortu menyadari bahwa anak kita bisa mengalami sakit yang kita derita dengan cara mengubah pola makan. Yang celaka adalah kebanyakan ortu telah mengalami sakit tertentu, namun tidak mau tahu tentang pola hidup sehat. Mereka belum atau bahkan tidak meyadari bahwa prinsip 'Makanan adalah obat.' Mungkin diplesetkan dengan cara : 'Ya obat penyakit lapar'

Bagi ortu yang mau membuka diri serta mempelajari banyak pengetahuan tentang pencegahan penyakit bisa dilakukan dengan murah, yaitu dengan mengubah pola makan demi kesehatan tubuh, maka demi kecintaan kita terhadap anak, sejak dini makanan dengan pola hidup sehat mesti dilakukan.

Sering tanpa sadar, tampaknya kita mengasihi atau menyayangi anak, tetapi kenyataannya justru sebaliknya. Misalnya : kita sering mengajak anak makanan jenis JUNK FOOD di mall. Atau memberikan makanan ultra process food, makanan siap saji  yang banyak dijual di supermarket atau gerai makanan yang dibekukan. Memang rasanya enak, tetapi makanan yang sudah diolah secara berlebihan telah menghancurkan nurisinya. Dengan kata lain, si anak diberikan makanan sampah, enak tanpa nutrisi. Inikah yang kita anggap mengasihi anak? Bukan sama sekali, kita mendorong anak menuju penderitaan.

Bukankah sudah banyak contoh di rumak sakit umum, anak-anak kecil mesti mencuci darah. Semuanya akibat keinginan ortu memberikan makanan yang merusak organ dalam tubuh kita. Kita hanya mengikuti keinginan indra pencecap, minum manis tidak minum air putih atau fresh water setelah itu diberi makanan sampah atau junk food. Ya kita sendiri yang menjerumuskan anak menderita. Jangan salahkan atau mencari kambing hitam orang lain. Adalah hak setiap orang membuat makanan yang enak tetapi membuat sakit, kita yang salah karena malas membaca dan mengolah makanan sehat bagi keluarga.

Ingatlan atau belajarlah Dari leluhur kita, minum jamu serta kebiasaan leluhur atau ibu kita jaman dulu selalu memasak makanan yang segar. Ortu jaman sekarang kebanyakan fokus mencari uang, kemudian menyajikan makanan sampah dengan cara menggoreng nuget. Setap akhir pekan mengajak ke mall membeli junk food, bagaimana anak tidak sakit. Semata dengan alasan kasihan karena anak perlu makan enak. Kasihan berarti kita mencelakakan, kasih membuat anak bahagia.      

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun