Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

School for Life

3 Agustus 2024   06:30 Diperbarui: 3 Agustus 2024   06:34 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : https://x.com/oneearthschool

Pembangunan karakter mesti dimulai sesak dini, inilah alasan Bapak Anand Krishna mendirikan One Earth School di Kuta, Bali. Sesak dini mereka diberikan pelajaran yang dilandasi pembangunan nilai-nilai kemanusiaan. Banyak sekolah di sekitar kita, tetapi jarang atau bahkan tidak ada sekolah yang berupaya agar anak didiknya menjadi manusia seutuhnya.

Pendiri sekolah One Earth (OES) memiliki visi jauh ke depan, hal ini beliau bahwa sejak era Soekarno, Bapak Koperasi (Moh. Hatta), Sutan Syahrir, Sanusi Pane, dan lain sebagainya memiliki kualitas manusia unggul. Misalnya, mereka pergi sekolah ke negara Belanda yang pada saat itu menjajah negara kita, tetapi mereka tidak luntur semangatnya untuk mengangkat derajat kemerdekaan. Para pendiri bangsa sangat menghargai nilai kemanusiaan. 

Presiden pertama RI menggali falsafah Pancasila dari kebijakan sejarah Nusantara, beliau membuat istilah Bhineka Tunggal Ika dari kitab Sutasoma yang dituliskan oleh Empu Tantular ditujukan untuk mengingatkan Gajah Mada agar tidak lagi menggunakan kekuatan untuk menguasai wilayah jajahan, tetapi tirulah semangat Sriwijaya. Magna Bhineka Tunggal Ika adalah melihat kesatuan dan persatuan di atas segala perbedaan. Semangat ini juga sudah mulai luntur di era kemajuan sekarang. Kebanyakan orang terlena untuk mengunggulkan keyakinan atau kepercayaan impor yang sesungguhnya tidak sesuai dengan watak atau sifat bangsa Nusantara.

Pancasila pernah disampaikan di PBB, dan mendapatkan sambutan meriah. Nilai kemanusiaan menjadi landasan utama membebaskan suatu bangsa dari penjajahan, ini yang ada di pembukaan UUD 45. Sungguh pemikiran luar biasa, Bapak Bangsa kita , Soekarno menggali sila-sila dari sejarah kita, bukan dari kebijakan bangsa lain.

Yang dimaksudkan dengan Sekolah Untuk Kehidupan adalah mendorong anak didik menjadi manusia seutuhnya. Manusia yang memiliki pikiran kritis atau CRITICAL THINKING dengan cara menumbuhkembangkan intelegensi atau buddhi sehingga menjadi manusia yang berbudaya. Budaya yang terdiri dari kata buddhi dan hridhaya sebagaimana disampaikan oleh bapak Pendidikan kita Ki Hajar Dewantara.

Agar bisa mewujudkan manusia seutuhnya, maka pola pikir yang dibentuk oleh lingkungan serta keluarga yang belum memahami cara mengembangkan kemanusiaan mesti dibongkar, yaitu dengan laku meditasi dan Yoga. Latihan Meditasi dan Yoga bisa mengubah pola pikir, karena dengan latihan ini pengembangan penggunaan otak baru, Neocortex, mulai tumbuh. Hanya dengan pengembangan otak baru ini, kita bisa berpikir kritis, responsif tidak reaktif.

Reaktif berarti kita masih pada ranah mamalian brain, otak mamalia. Sifat reaktif ini yang masih banyak digunakan orang. Inilah sebabnya laris yang disebut medsos. Banyak berita hoaks bertebaran, tetapi banyak dianggap berita kebenaran sehingga banyak kejadian yang merugikan. Dengan cepat kita bereaksi saat membaca atau melihat sesuatu tanpa tanpa disaring kebenarannya.

Responsif berarti kita memilah serta memilih. Kita berhenti sebentar, kemudian mencerna dengan mempertimbangkan : "Bermanfaat bagi orang banyak atau tidak bila berita seperti ini saya komentari atau sebarkan." Walaupun memang kenyataanya seperti itu, tetapi kepatutannya mesti diuji terlebih dahulu.

School for Live  berarti anak didik yang dihasilkan bisa menerapkan nilai-nilai kemanusiaan yang telah dipelajarinya. Mereka tidak melihat kesuksesan semata dari segi materi, tetapi ada nilai lebih luhur dan bermanfaat bagi sesama selain materi. 

Semoga hal ini bisa lebih banyak berkembang sehingga tidak mendirikan sekolah semata atas landasan mencari keuntungan semata.     

https://x.com/oneearthschool

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun