Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pembohongan Massal The Law of Attraction

29 Juli 2024   06:30 Diperbarui: 29 Juli 2024   06:54 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adalah pemahaman yang amat salah bila kita percaya pada The Law of Attraction  yang meyakini bahwa harta benda dapat ditarik dari alam semesta dengan cara menghamburkan uang. Pola ini pernah terjadi beberapa puluh tahun lalu, akibatnya terjadi resesi yang parah. Banyak orang meminjam uang dari bank, kemudian membelanjakannya dengan harapan mereka akan mendapatkan balasan dari alam semesta hanya dengan membayangkan uang akan datang.

Saya baru sadar bahwa The Law of Attraction  hanyalah pola pikir salah. Bila seseorang masih berkeinginan menarik atau attract  seseuatu hanya membuktikan bahwa dirinya masih kekurangan. Dengan kata lain, sesungguhnya orang tersebut belum mempercayai bahwa dirinya adalah sumber segala sesuatu.

Menarik kekayaan yang berupa harta benda dengan cara berpikir positif merupakan cara berpikir yang kurang tepat. Kita belum memahami makna kata positif. Bila makna positif tersebut dikaitkan terhadap diri yang berupa ego adalah tindakan tidak tepat. 

Ego hanya membutuhkan kenyamanan tubuh, masih menjadi budak indrawi, apa bedanya dengan hewan yang juga mencari kesenangan melalui indrawi? Hewan butuh makan, minum, tidur, dan seks; bila manusia masih juga sebatas itu, apa bedanya dengan hewan?

Dengan kata lain, kita masih belum memahami makna kata positif, semestinya kata positif dkaitkan dengan tujuan kelahiran manusia, menemukan nilai kemanusiaannya. Inilah tujuan keberadaan atau kelahiran manusia. Oleh karena itu, makna kata positif mestilah dikaitkan dengan evolusi kesadaran manusia yang sedang berupaya menemukan kesejatian Dirinya.

Jadi, segala sesuatu yang dianggap positif mesti terhadap perkembangan atau evolusi Jiwa individunya. Bila sebatas emosi, maka data dipastikan masih pada ranah hewaniah; makan, minum, tidur/kenyamanan, serta seks. 

Kembali ke topik The Law of Attraction, menarik atau mengharapkan sesuatu dari luar hanya membuktikan bahwa kita masih kekurangan. Bila makna kata positif dikaitkan dengan semata kebutuhan kenyamanan tubuh, ini masih emosi. Kita belum memahami yang disebut kekayaan sejati.

Harta, tahta, dan wanita berkaitan dengan kenyamanan ragawi. Segala harta benda, tahta serta wanita hanyalah bersifat sementara. Sensata ada, di lain waktu pindah ke tangan orang lain. Ini bukan kebahagiaan sejati, ini hanyalah kesenangan sesaat. Inilah sumber penderitaan.

Ingatlah teman-teman bahwa tujuan utama manusia lahir di bumi adalah menjadi manusia seutuhnya, manusia yang mengembangkan intelegensi atau buddhi. Pada tahap ini seorang manusia telah memanfaatkan neocortexnya dengan lebih optimal. Sementara hewan masih pada mamalian brain. 

Marilah kita berupaya terus untuk memahami segala sesuatu makna positif dari sudut pandang kerangka besar, yaitu mengembangkan kemanusiaan. Wujud manusia yang belum sampai tahapan pengembangan nilai kemanusiaan, ia berada pada ranah intelektual. Selama ini kita sangat bangga bila dikatakan bahwa intelektual kita berkembang. Setinggi apapun intelektual, seorang manusia belum memiliki buddhi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun