Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemborosan Energi Melalui Mata: 70%

22 Juli 2024   06:30 Diperbarui: 22 Juli 2024   07:03 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : https://www.experd.com/

Semestinya energi bisa kita hemat sehingga bisa dimanfaatkan atau digunakan untuk meningkatakan kesadaran. Untuk meningkatkan kesadaran dibutuhkan energi yang sangat besar. Tanpa sadar selama ini energi kita terbuang melalui mata. Mengapa demikian?

Ketika kita melihat sesuatu, pikiran serta perasaan kita langsung bertindak. Misalnya, kita melihat hape baru, pikiran kita langsung akan bereaksi : 'Wah bagusnya.....' Setelah itu dilanjutkan dengan pikiran : 'Hape saya sudah cukup lama, bagaimana bila ganti yang model baru?' Akan berlanjut terus, padahal kita tidak memiliki cukup uang untuk ganti yang baru, langsung ke arah pinjol. Pikiran seperti ini yang dilanjutkan dengan tindakan membuktikan bahwa energi kita terkuras besar. 

Pikiran dan tindakan sejenis ini mengalihkan perhatian kita. Tarikan energi seperti ini semaakin besar bila kita sedana berada di area perbelanjaan, mall misalnya. Perlu diketahui bahwa mall atau tempat perbelanjaan sangat berbahaya. Mari kita renungkan bersama...

Setiap orang yang berjualan memiliki keinginan agar barang dagangannya laku. Mereka semuanya menginginkan orang datang untuk membeli. Pikiran mereka hanya mendapatkan keuntungan semata. Demikian pula para pembantu/pelayan toko tentu menginginkan agar jualan tokonnya laris. Semua orang berpikiran sama, inilah energi yang mereka pancarkan. Tentunya sangatlah besar. 

Saya sering merasakan bahwa keinginan untuk membeli sesuatu di area perbelanjaan. Kekuatan dunia ilusi yang diciptakan oleh para pemilik toko sangat besar sehingga terkadang kita tidak bisa menahan diri untuk membeli. Apalagi bila ditambah iming-iming diskon. Karena ada diskon, pikiran kita langsung melakukan kalkulasi, 'Wah mumpung diskon, hayu beli saja' Sangatlah sering kita membeli barang yang sudah kita miliki sehingga sesungguhnya barang tersebut tidaklah amat dibutuhkan. Begitu sampai rumah kita simpan, bahkan setelah beberapa lama kita melupakannya. Inilah pemborosan energi yang sangat besar.

Adalah kewajiban kita semua mengerti tujuan kelahiran di bumi ini. Tidak lain tidak bukan adalah untuk mengenal Diri Sejati. Keberadaan kita di bumi sama sekali tidak untuk mengurusi orang lain, ingatlah bahwa setiap orang bertanggung jawab atas diri sendiri.  Don't play God. Tidak perlu urusi orang lain yang bukan tanggung jawab kita. Sangat sering kita mengurusi orang lain, dengan tindakan ini, kita telah melupakan kepentingan diri sendiri. Bukan berarti kita abai terhadap orang lain.

Kita harus bisa berenang terlebih dahulu, baru memiliki kemampuan untuk membantu orang yang sedang tenggelam. Belum bisa berenang telah jadi pahlawan kesiangan dengan meniolong yang sedan tenggelam, dipastikan keduanya tenggelam. Memang tampaknya egois, tetapi kita harus ingat bahwa dalam diri setiap orang bertahta Dia Hyang Mahahidup. 

Adalah keegoisan kita berupaya membantu orang lain tanpa tahu kemampuan diri sendiri. Dengan kata lain, tindakan kita tidak membantu bahkan kita bisa cmengajak orang lainnya mati. Lain halnya bila kita mengenal diri sendiri, baru kita bisa menggunakan neocortex, mengembangkan kemampuan untuk memilah dan memilih untuk bertindak secara tepat.

Bila diibaratkan seseorang yang berjalan dalam kegelapan, kita memiliki lampu penerangan/senter untuk menerangi perjalanan kita, bila ada orang lain yang mau bareng berjalan bersama, kita hargai/apresiasi, bila tidak, marilah kita berjalan sendiri. Tidaklah perlu mengajak orang lain.........

https://www.experd.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun