Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Masyarakat Modern?

19 Juli 2024   06:30 Diperbarui: 19 Juli 2024   06:35 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaan yang menggelitik : "Benarkah kita masyarakat modern?"

Dari segi teknologi kah?

Atau dari cara berpikir?

Atau bisa dikatagorikan sebagai mayarakat modern karena kita memiliki jamban untuk buang air besar? Bila dari segi ini, saya percha membaca sejarah tentang Peradaban Mohenjo Daro yang berada di Pakistan. Konon peradaban yang ada pada tahun 2600 SM. Namun perkiraan bisa lebih tua lagi. Pada penggalian sius sejarah ditemukan bahwa mereka sudah memiliki jamban sebagaimana kita gunakan saat ini di lantai 2 (dua). Mereka juga telah memiliki sistim irigasi untuk pertanian seperti yang ada saat ini. Jalan-jalan juga sudah ada. Tampaknya dari segi ini, era sekarang juga tidak bisa disebut modern.

Teknologi kah yang disebut modern? Tetapi semakin berkembang teknologi justru mendorong kita menjadi semakin individualis. Perhatikan saja di restoran atau cafe. Banyak orang duduk bersama, tetapi masing-masing memegang hape, kemudian tertawa atau tersenyum sendiri saat melihat gadgetnya. Mereka tidak saling peduli dengan teman di sebelahnya. Setiap orang hidup dalam dunianya masing-masing, walaupun mereka duduk bersama. Mereka berjumpa secara fisik, tetapi tidak bertemu dalam hati atau pikiran. Inikah modern?

Bila kita pernah mempelajari tradisi kebijakan luluhur kita, kita telah teringgal dari segi empati, menghargai nilai kemanusiaan. Kita lebih mengutamakan atau mendahulukan kepentingan sendiri daripada sesama kita. Kita hidup dengan nilai kemanusiaan yang miskin. Sopan santun menghargai yang lebih tua dari usia telah dianggap kuno. Banyak nilai luhur yang telah kita tinggalkan semata agar dianggap modern. Kita begitu terpesona dengan kebiasaan barat, bahkan kita anggap kebiasaan atau tradisi ketimuran dianggap kuno.

Pantaskah kita meniru kebiasaan orang barat? Kita lupa bahwa ketika orang di benua Amerika dianggap beradab, nenek moyang kita jaman Sriwijaya telah memiliki kebudayaan tinggi. Nenek moyang kita telah berdagang sampai Madagaskar :

'Arkeolog Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Daud Aris Tanudirjo, menyebut pelaut Kerajaan Sriwijaya di Palembang menjelajah hingga mencapai Madagaskar di timur Benua Afrika sekitar abad ke-6 atau ke-7. "Ini terjadi saat kerajaan Sriwijaya berjaya di Laut Cina Selatan dan Samudera Hindia," kata Daud dalam seminar membahas Kemampuan Maritim Nusantara ( Sumber ini).

Sedangkan benga Amerika ditemukan Columbus baru abad ke 8. Bandingkan saja, kita telah berlayar untuk berdagang pada abad ke 6 atau 7, benua Amerika baru ditemukan 100 an tahun kemudian. Tidak lah mungkin kita menjelajah sampai jauh ke timur Benua Afrika tanpa pengetahuan tentang cara-cara berdagang. 

Yang terlihat oleh saya bahwa saat kemajuan teknologi yang dianggap era modern justru me-degradasi nilai-nilai kemanusiaan. Padahal nilai kemanusiaan inilah yang mesti kita tumbuhkembangkan untuk menjadi manusia seutuhnya. Dalam salah satu kitab leluhur kita, dengan jelas telah dituliskan : "Manurbhava". Jadilah manusia seutuhnya. 

Tidak mengherankan pesan luhur tersebut dituliskan, karena bila kita tidak bisa mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan, kita masih disebut hewan berbadan manusia. Tidak percaya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun