Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kegelapan? Itulah Tuhan.....

17 Juli 2024   06:30 Diperbarui: 17 Juli 2024   06:55 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : https://www.youtube.com/PBS

Pernahkan kita merenungkan bahwa sebelum terbentuknya alam semesta yang ada terlebih dahulu adalah Kegelapan. Dari kegelapan baru muncul yang disebut terang. Dengan demikian kegelapan adalah Tuhan. Karena sebelum ada cahaya, yang eksis terlebih dahulu adalah kegelapan. 

Jelas ini sangat bertentangan dengan pendapat umum. Oleh sebab itu, saya sangat percaya banyak orang akan menentang dan pasti tidak setuju. Karena bagi pandangan umum sudah tertanamkan sejak kecil bahwa yang disebut sebagai Tuhan adalah sumber Cahaya. Padahal sebelum adanya segala sesuatu yang ada hanyalah kegelapan.

Ketika belum ada sesuatu pun di alam semesta, semuanya gelap gulita. Bukankah Tuhan ada sebelum matahari? Baru Dia mengadakan matahari agar Dia yang kemudian bermanivestasi menjadi manusia bisa berkarya. Tidak percaya? Memang siapa diri kita memiliki hak untuk melarang Tuhan memanivestasikan diri sebagai benda dan makhluk di bumi?

Hal tersebut di atas telah dibuktikan oleh para saintis pada saat ini. Mereka meyakini bahwa sangat kecil yang bisa diketahui oleh manusia, berdasarkan perkiraan mereka, alam semesta yang sampai saat ini diktehui oleh manusia/para saintis hanyalah 3-4%, sisanya masih merupakan misteri, kemudian mereka menyebutnya sebagai 'dark matter'

Kemudian agar terjadi kehidupan, diciptakanlah matahari dibutuhkan agar tumbuhan, hewan serta manusia bisa hidup. Pertumbuhan serta perkembangan terjadi karena kehadiran matahari. Sayang sekali bila kita tidak bersyukur serta berterima kasih pada matahari yang memberikan energi kepada manusia untuk melakukan aktivitas.

Apakah Kehidupan?

Bila kita merenungkan lebih dalam, kehidupan ini berlangsung atas dasar konflik. Bagaikan terjadinya api. Manusia pertama bisa membuat api karena gesekan dua benda padat. Sampai sekarang pun api dari korek juga karena gesekan dua benda. Selanjutnya kehidupan bisa terus berlangsung juga berkat adanya konflik. Tanpa adanya konflik, misalnya manusia tidak memiliki keinginan ini dan itu, wah dapat dipastikan tidak ada perkembangan.

Misalnya, kita dalam kegelapan yang sangat gelap. Dijamin tidak ada keinginan sama sekali, seluruh perhatian dan upaya dilakukan untuk menciptakan cahaya/terang. Pada awal adanya terang atau cahaya kita menjadi tenang. Seiring dengan waktu, baru terjadilah keinginan. Karena setiap orang mempunyai keinginan yang sama, kemudian saling bersaing dan berebutan. Saat itulah terjadi konflik atau gesekan sehingga terjadinya kehidupan atau perkembangan. Seiring dengan waktu, timbul yang disebut..... 


Kepalsuan

Dalam keadaan gelap, kita tidak bisa membedakan. Yang lebih aneh bahwa setelah adanya terang matahari, kita masih juga hidup dalam kegelapan pengetahuan. Di bawah sinar cahaya yang terang pun kita masih terjebak oleh kepalsuan. Ternyata kita telah terjebak atau salah mengidentifikasikan diri, karena kita silau oleh kilauan kenyamanan dunia. Kita terjebak daam kepalsuan. Kita silau oleh cahaya emas permata. Kita sering beranggapan bahwa segala sesuatu di luar adalah riil atau nyata.

Kita lupa bahwa selama ini kita anggap percerahan sebagai sesuatu yang benar-benar 'cerah'. cerah berarti memahami bahwa Tuhan. Padahal tiada seorang pun mengenal Hyang Maha Misteri; Tuhan. Selama ini kita berasumsi bahwa Tuhan adalah cahaya. Kita belum memahami bahwa sebelum ada cahaya, keadaan yang gelap pekat yang ada. Kemudian terjadi 'big bang'. Dan terciptalah alam semesta. Satu galaksi demi galaksi tercipta, bahkan sampai saat inipun yang disebut 'Big Bang' masih tetap berlangsung.

Ledakan penciptaan

Bila dianggap 'Big bang' sebagai ledakan terjadinya alam semesta, satu galaksi, menurut keterangan para pakar perbintangan, di alam semesta telah terbukti banyak sekali galaksi terbentuk. Dengan kata lain, Big Bang terjadi terus menerus.Lantas, sesungguhnya apa yang kita anggap Tuhan?

Kita anggap atau asumsi bahwa Tuhan Sang Pencipta, kemudian kita sembah. Mari kita renungkan dengan jernih. Benarkah kita menyembah Tuhan bila terhadap sekeliling kehidupan sekitar kita pun tidak bisa melayani atau paling tidak menghargai?

Mungkinkah kita bisa menyembah bila kita hidup di dalam Nya? Sesungguhnya, Dia lah yang ada di dalam dan di luar bentuk manusia. Bahkan Dia juga yang berada dalam setiap sel tubuh manusia.

Mohon maaf telah membuat bigung. Karena saya sendiri juga dalam kebingungan..............

https://www.youtube.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun