Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Berkelimpahan?

16 Juli 2024   06:30 Diperbarui: 16 Juli 2024   06:43 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : https://www.facebook.com/ParBali/

Pada umumnya, begitu mendengar istilah 'berkelimpahan' banyak orang membayangkan atau dikaitkan dengan harta benda. Namun kenyataannya, mereka yang berkelimpahan harta banyak yang tidak bahagia. Bahkan orang-orang yang uangnya berlimpah semakin merasa miskin dan cemas. Mereka tidaklah bahagia.......

Semakin banyak harta benda perasaan kesepian juga semakin tinggi. Cemas bila uang yang ditanamkan ke saham hilang. Banyak orang kaya bisa kehilangan uang dalam tempo sesaat. Jangan salah artran bahwa kita tidak butuh uang; uang adalah energi. Tanpa memiliki uang, kita tidaklah bisa hidup. Untuk biaya transportasi pergi ke suatu tempat, kita butuh uang. 

Bila tidak waspada menjaga hal makanan yang kita konsumsi, kita bisa jatuh sakit. Kita semuanya sadar bahwa secara umum makanan enak membebani organ dalam tubuh. Orang yang mencari uang dengan menjajakan makanan enak pada lidah kita sangat banyak. Pikiran para penjual hanyalah bagaimana cara meraup untung sebanyak-banyaknya. 

Mereka tidak peduli terhadap kualitas makanan yang dijajakan. Semakin disukai orang banyak, semakin tidak sehat makanan tersebut. Dengan kata lain, berkjelimpahan harta benda bisa juga membuat berkelimpahan penyakit, akhirnya uang pun disedekahkan ke Rumah Sehat.

Ini bukanlah suatu rahasia lagi, karena memang kita semua dikuasai oleh indrawi kita, ya semacam diperbudak oleh indrawi kita. Belum lagi bila makanan atau kuliner tersebut menjadi viral, masuk diberita layar kaca lagi, pastilah banyak orang memburu. Orang rela pergi jauh dan mengantri demi tidak ketinggalan dari teman-teman atau lingkungannya. 

Kembali tentang 'berkelimpahan' atau abundance. Temukanlah kelimpahan yang bisa membuat kita bahagia. Inilah yang disebut sebagai rasa puas. Abundance dalam arti kekayaan sejati tidak pernah berkurang, tidak naik turun seperti index harga saham gabungan. Kekayaan sejati bertumbuh terus. Ini bisa terjadi bila bisa mengakses Dia Hyang Mahamemiliki. Rasa berkelimpahan mengembangjan rasa keindahan dan kasih. Mungkin kah?

Sangat memungkinkah, dengan syarat dan ketentuan berlaku. Bersihkan dulu segala sampah atau kotoran dalam diri atau perasaan kita. Selama ini kita dijejali oleh lingkungan bahwa kita bisa bahagia oleh uang dan makanan enak serta pakaian mahal atau bermerk. Inilah pola pikir lingkungan kita. 

Sangat sedikit yang memiliki kesadaran bahwa segala sesuatu yang di luar diri hanyalah sementara sifatnya. Bila tidak percaya, silakan dibuktikan. Rumah yang Saat Ini kita tempati, diperoleh dari orang lain. Setelah kita mati, nanti akan ditempati atau dimiliki orang lain. Tetapi rasa kepuasan sejati kita, tiada seorang pun bisa mencurinya. Darimanakah kita peroleh?

Rasa puas seperti ini hanya bisa diperoleh dari meditasi, dari hidup secara meditatif. Mungkin banyak orang tidak percaya, bahkan sebagian besar orang akan berkata bahwa peluang itu hanya dimiliki oleh para suci. Tetapi pernahkah kita berpikir bahwa bila Tuhan bisa bersemayam dalam diri para suci, juga bisa dimiliki setiap manusia.

Bahkan masih saja orang berkata : "Saya kan orang biasa, bukan nabi" Pola pikir seperti ini 'seakan' merendah, tetapi sesungguhnya ada dua hal. Pertama ia telah merendahkan Dia Hyang Mahakuat yang bersemayam dalam dirinya. Ke-dua karena pikirannya yang malas untuk memberdayakan dirinya. Inilah penyakit malas kita semua.

Dalam diri setiap insan bersemayam kekuatan maha dahsyat, sayang kita hidup di lingkungan ayam. Bagaikan telur elang dierami ayam. Kemudian ia hidup sebagai anak ayam. Lupa ke-elangan dirinya.

Tiada satu orang pun bisa membantu kita untuk keluar dari cangkang kemalasan selain kita sendiri menyadari KEILAHIAN  diri sendiri.  Keluarlah dari sumur yang membatasi keluasan lautan yang kita miliki.

https://www.facebook.com/ParBali/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun