Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hidup dalam Tuhan, Hidup Kekinian

4 Juli 2024   06:30 Diperbarui: 4 Juli 2024   06:53 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup kekinian berarti bersama waktu, mengalir. Dan hanya bisa terjadi bila tetap mengamati nafas. Dengan memperhatikan keluar masuk nafas. Karena tidak ada napas kemarin. Yang ada hanya satu, napas saat ini. Hidup di masa lalu berarti kita terjebak di alam pikiran.

Merupakan sesuatu hal yang tidak mungkin kita hidup di luar Tuhan. Hidup di luar Tuhan berarti dua individu sejajar; kita dan Tuhan. Seringkali tanpa sadar kita berkata, 'Aku menyembah Tuhan'. Ada yang disembah dan yang menyembah; Inilah dua individu. Tidak mungkin. Ya mau atau tidak mau, kita mesti mengunakan terminologi yang umum...

Tetapi, inilah kondisioning kita, se-akan kita bisa hidup di luar Tuhan. Dengan asumsi seperti ini, kita tidak bisa memahami bahwa Tuhan meliputi segala sesuatu, akhirnya kita bisa bertindak kekerasan terhadap sesama makhluk. Dan yang lebih parah kita bisa memperdebatkan tentang Tuhan. 

Yang terlupakan adalah saat kita membicarakan sesuatu, kita berada di luar obyek yang kita bicarakan. Saat itu, kita sebagai subyek. Membicarakan Tuhan???

Ini juga kehendak Dia, bila tidak ada kesibukan tersebut di atas, tutuplah permainan sandiwara. Inilah asyiknya hidup. Hidup dan menghidupi. Sebagai pemain sandiwara sekaligus penonton. Bukan kah hanya Dia sang Pemain Tunggal? Kita sebagai manusia sebagai pelaku permainan.

Kembali ke masalah, 'Apakah yang dimaksud hidup dalam ke-kinian?'

Mungkinkah kita membicarakan hidup ke-kinian?

Saat kita menyatakan 'Saat ini...', sesungguhnya kita membicarakan yang sudah lewa, walaupun sepersekian detik, namun saat itu bukanlah waktu kekinian. Kita sudah membicarakan hal yang sudah lewat.

Lantas, kapankah here and now?

Hanya dan hanya di saat kita bisa senantiasa memperhatikan nafas. Tanpa kata dan pikiran. Saat itu kita berada 'dalam Tuhan'. Saat itu kita bersyukur. Mengapa?

Sebab hanya seseorang yang bebas dari pikiran bisa bersyukur. Bebas dari pikiran tentang sesuatu di masa lalu berarti kita hidup di masa lalu. Bila kita cemas atau khawatir memikirkan masa depan bermakna bahwa kita hidup di waktu yang akan datang. Saat kita hidup di masa lalu yang terjadi adalah gelisah, amarah, dan kebencian. Saat itu kita menderita. Saat hidup di masa depan, kita cemas dan khawatir, kita juga hidup menderita.

Berbahagialah saat kita lupa menarik nafas kembali setelah membuangnya, alias tewas, saat itu kita bisa langsung menyatu dengan Sang Jiwa Agung. Memang aneh juga sih, apakah selama ini kita terpisah dari Sang Jiwa Agung? Tetapi itulah pemahaman kita semasa di bawah pengaruh hipnosis massal....... He....he.....he......

Saat kita hidup dalam Tuhan, saat itu kita bebas. Dan jangan dibicarakan, hanya perhatikan napas, karena saat kita membicarakan, kita sudah membicarakan sesuau yang sudah berlalu. 

Pada ujungnya kita hanya bertengkar, karena yang ada dalam diri kita pikiran masa lalu yang penuh ego dan arogansi untuk menang sendiri. Itulah fakta bahwa saat kita hidup di masa lalu dan di masa yang akan datang, yang menfuasai diri kita adalah kesadaran badaniah. Kesadaran ego bahwa kita lebih pintar dan berkuasa dari yang lainnya.

Saat kita memberikan komentar terhadap sesuatu, kita sering dalam keadaan tidak sadar. Mengapa???

Karena yang kita sampaikan sesungguhnya adalah 'sampah' yang ada dalam diri kita. Bila sudah menyadari bahwa keadaan kita penuh kotoran alias sampah, kita akan diam. Keadaan diam berari kita pause sesaat, keadaan responsif, tetapi bila langsung berarti kita reaktif. 

Kita seharusnya sadar bahwa saat kita berkomentar terhadap sesuatu dengan serta merta, saat itu yang berkuasa dalam diri kita adalah nafsu hewaniah, ingatlah bahwa ini emosi/mamalian brain yang selalu ingin menang sendiri. Kita belum menggunakan viveka atai critical thinking. Kemampuan untuk membedakan tepat atau tidak tepat. Di saat kita merasa paling pintar, dan yang lain salah. Kita hidup di masa lalu sekaligus masa depan.

Hanya waktu lampau atau masa lalu dan masa depan adalah tempat sang ego eksis....

Hidup kekinian berarti kita tidak bisa bergerak dan hanya memperhatikan nafas. Hidup penuh syukur, dan saat itu kita terkoneksi dengan Sang Maha Jiwa. Hidup dalam kesadaran dan kewaspadaan penuh....

Sulit???

Memang....

Tetapi tidak mungkin tidak bisa dilakukan.....

https://id.postermywall.com/index.php/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun