Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tiada Tuhan Selain Tuhan, Ketinggian Warisan Leluhur Nusantara

26 Juni 2024   06:30 Diperbarui: 26 Juni 2024   07:00 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa makna kalimat tersebut? Maknanya adalah bahwa kita semua berada di dalam-Nya. Dari Dia jua, kita muncul. Dengan pemaknaan ini, mungkin kah ada keterpisahan? Ketika seseorang menyatakan hal hal tersebut, ia meilihat bahwa segala sesuatu memiliki esensi yang satu ada Nya. 

Dari pengalaman selama ini, benda yang berwujud fisik dapat dipastikan berubah tiada henti?

Bila setiap sel tubuh kita terus berganti setiap 5-7 tahun, maka tubuh kita pun sudah mengalami kematian selama 5-7 kali pada saat umur 60-70 tahun. Karena setiap sel selalu mati dan kemudian bergenerasi dengan sel baru setiap 5-7 tahun. So, jika umur sudah mencapai 60-70 tahun, tubuh juga sudah mengalami kematian 6-7 kali. 

Jadi sesungguhnya saat usia 70 tahun tidak sama dengan tubuh saat usia 5 tahun. Yang bisa ingat peristiwa saat usia 5 tahun adalah memori, bukan pikiran. Pikiran hanya eksis saat ini., setiap pikiran menjadi memori yang tersimpan.

Memori ini abadi adanya. Memori hasil pikiran abadi. Buktinya, tubuh kita saat ini bukankah tubuh 5-7 tahun yang lalu. Namun, kita masih bisa ingat peristiwa 7-8 tahun yang lalu. Dengan kata lain, sesungguhnya bahwa yang bisa kita ingat bukanlah tentang tubuh, tetapi peristiwa atau pengalaman yang tersimpan dalam file yang kemudian kita sebut memori pikiran.

Sebelum ada yang disebut cloud sulit membayangkan bent simpanan memori, tetapi sekarang kita bisa analogikan bahwa alam semesta ini bagaikan cloud. Yang menyatukan adalah frekuensi. Bila frekuensi sama, maka akan mengumpul dengan yang sefrekuensi juga.

Mind adalah kumpulan dari pikiran atau gugusan pikiran. Pikiran tidak bisa bergerak atau hidup tanpa adanya sesuatu yang menggerakkan atau menghidupkan. Sang penggerak inilah kita sebut sebagai Sang Maha Energi. Pikiran bisa bergerak karena Energi Yang Maha. Tubuh yang terdiri dari 5 unsur menyatu karena adanya Sang Maha Energi.

Mind bisa berjenis dan banyak variasi atau pun macam. Namun, satu hal yang sama, Sang Maha Energi ataupun Sang Maha Jiwa sebagai sumber kehidupan atau penggerak dari pikiran atau pun mind. Bahan baku mind berkaitan dengan benda, oleh karenanya ia juga berupa materi, materi yang sangat halus dan ringan. Inilah sebabnya Sang Buddha menyebutnya dengan dhatu. Dhatu ini berarti materi. Yang jadi pertanyaan, bagaimana Sang Buddha tahu? Ya jelas, Dia Hyang Tunggal juga yang menyebutkan.

Dan materi tidak abadi. Ia ada bersamaan dengan adanya makhluk. Bisa juga sejak dari benda yang kita sebut 'mati' seperti batu atau pasir. Demikian juga dengan mind, ia juga akan punah atau pecah berserakan kembali ke asalnya. Sang Maha Energi sebagai sumber pembentuk segala sesuatu serta penggerak segala sesuatu yang melatar belakangi keberadaan benda di dunia adalah yang abadi.

Dengan pemahaman tersebut di atas, maka para nabi atau avatar ataupun para suci adalah mereka yang bisa melihat dzat pembentuk sekaligus penggerak segala sesuatu yang bisa menjadi saksi bahwa:

Tiada Tuhan selain Tuhan. Tiada sesuatu di luar Dia...

Bagi para suci atau avatar dunia hanyalah ilusi yang tidak abadi, sesaat ada sesaat tiada kemudian ada lagi.....

Tidak mudah sesungguhnya mengucapkan kalimat di atas. Para suci dan nabi setelah mengalami, baru bisa mengucapkan. Mereka meyakini bahwa di balik segala sesuatu hanya ada dzat yang Maha Tidak Terjelaskan atau rahasia sebagai pembentuk dan penggerak. Bukan sekedar berucap, inilah perbedaan antara kita dan para suci dan nabi. Mereka tidak bisa membuat definisi, namun diwujudkan dalam pikiran, ucapan serta perilaku keseharian.

Selama ini kita hanya mem'beo' apa yang mereka ucapkan tanpa mengalaminya terlebih dahulu. Dalam buku Sutasoma by Anand Krishna, Mpu Sutasoma juga memahami hal ini. Dia lah pencetus istilah 'Bhineka Tunggal Ika', tampaknya berbeda, namun sesungguhnya satu adanya.

Perhatikan kata: 'Bhineka' ada kata 'eka' yang berarti tunggal...

Kata: 'Tunggal' bermakna satu...

Kata: 'Ika' juga bermakna tunggal...

Semua berpangkal pada yang 'tunggal' adanya.....

Sungguh tinggi falsafah leluhur nusantara....

www.booksindonesia.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun