Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ikutilah Seseorang yang Mengatakan Dirinya Sesat

10 Juni 2024   06:30 Diperbarui: 10 Juni 2024   06:34 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tidak mengatakan untuk mengikuti seseorang yang tersesat, tetapi mengikuti seseorang yang mengatakan diri sedang tersesat. Dia menyatakan dirinya sedang tersesat dapat dipastikan berupaya keras untuk menggali kebenaran. Sedangkan mereka yang mengatakan dirinya tidak tersesat atau berada di jalur kebenaran, sesungguhnya ia tidak sadar bahwa dirinya sedan tersesat berat. Mengapa?

Ia yang mengatakan dirinya tersesat akan menyaran orang tidak mengikutinya, tetapi bagi pemahaman saya, justru orang yang sedang tersesat terus menggali kebenaran. Mereka yang mengatakan dirinya berada di jalaur kebenaran tidak sadar bahwa dirinya dalam kesesatan.

Untuk mengatakan dirinya tersesat membutuhkan kesadaran tinggi serta keberanian luar biasa untuk mengakui, karena ia sangat menyadari bahwa ia sadar yang dimaksudkan kebenaran sejati. Dengan cara memberikan saran pada orang yang percaya pada dirinya, ia akan menyampaikan bagaimana memahami jalur yang benar sebagaimana pengalamannya. Dapat dipastikan orang seperti ini telah melakukan pengujian terlebih dahulu terhadap yang dikatakannya. Bila ia telah merasakan manfaatnya, baru ia berbicara. 

Yang saya maksudkan kebenaran hakiki adalah kebenaran yang bisa memberikan manfaat bagi sesama makhluk hidup, termasuk lingkungan. Janganlah anggap bahwa ada benda mati, bukankah dalam setiap atom ada elektron dan proton yang senantiasa berputar?

Tiada satu pun benda mati. Mungkin ada yang mengatakan batu atau pasir. Tetapi mari kita perhatikan bagaimana batu bisa menjadi lapuk oleh perubahan alam. Piada satu orang pun bisa membedakan antara atom batu dan manusia. Bahkan ada kepercayaan bahwa sampai sekarang pun yang disebut atom hanyalah asumsi. Paling yang dikenal sebatas sel. Sedangkan sel sendiri selalu berganti pada tubuh kita setiap 5 - 7 tahun.

Kembali pada topik semula......

Ia yang merasa di jalan benar tidak akan berupaya untuk menggali lebih dalam lagi tentang kebenaran hakiki. Ia hanya berdiri pada permukaan atau kulit. Adanya perasaan benar hustru menggali lobang kesombongan atau arrogans diri. Ia terlena atau mabuk  akan pujian dari orang sekitar. Bahkan yang menyedihkan, ia hanya meliihat kebenaran dari sudut pandang sendiri. Sedangkan kebenaran itu sendiri senantiasa berubah dari waktu ke waktu. 

Misalnya saja, kebenaran mengetik dengan mesin ketik jaman dulu benar saat itu, tetapi bila kita gunakan saat ini sudah tidak tepat lagi, karena ada alat yang lebih canggih, komputer. Mungkin ada yang membantah, "Apa yang dimaksudkan kebenaran hakiki?"

Kebenaran hakiki adalah kebenaran yang tidak berubah sepanjang jaman. Tidak lekang oleh waktu. Misalnya kebenaran yang menyatakan bahwa segala perbuatan kita mesti selaras dengan alam. Atau 'Perlakukan orang lain sebagaimana dirimu ingin diperlakukan'. Yang saya maksudkan orang lain bukan hanya orang seperti kita, namun sesama makhluk hidup, termasuk lingkungan. Coba saja rusak lingkungan, bukan hanya orang lain yang rugi, kita sendiri pun bisa repot. Inilah yang dimaksudkan hidup selaras dengan alam.

Ia yang sadar bahwa dirinya sedang dalam kesesatan tidak akan menyalahkan orang lain. Karena ia sangat sadar. Inilah celakanya. Saat menyatakan diri kita benar, kita dalam keadaan tidak sadar. Mereka yang merasa diri benar belum pernah di jalan yang tidak benar. Sebaliknya, ia yang menyatakan diri sedang tersesat pernah memahami makna kesesatan tersebut.

Ia yang mengaku dirinya tersesat senantiasa berhati-hati dan waspada sehingga tidak mau mengajak orang lain mengikuti jalan yang ditempuhnya. Ia akan memberikan saran berdasarkan pengalaman sendiri. Tidak akan memaksakan bahwa jalan yang ditempuhnya benar. Ia akan membuka pintu dialog, bahkan ia akan mempersilakan agar mereka melakukan pengujian terlebuh dahulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun