Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Hukum dan Keadilan

31 Mei 2024   06:30 Diperbarui: 31 Mei 2024   07:06 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://elohim.id/

Tidak akan mungkin terwujud dengan hukum bisa mendcapatkan keadilan di dunia ini. Keduanya tidak bisa disatukan secara sempurna. Keadilan yang sesungguhnya bisa didapatkan oleh manusia hanya bersumber dari Hyang Maha Adil; alam semesta. Karena hukum juga diciptakan oleh manusia, maka yang bisa dituangkan dalam semua kitab hukum juga berdasarkan asumsi manusia. Tetapi betulkah yang membuat kitab hukum telah menjadi manusia?

Sama sekali belum, karena para pembuat kitab hukum belum seutuhnya mengertri perbedaan antara neocortex dan mamalian/reptilian brain. Yang bisa mereka permuta atas dasar pengetahuan yang juga dari buku. Dengan kata lain berdasarkan kepercayaan atau boleh disebutkan sebagai pengetahuan pinjaman; sebagian besar bukan karena pengalaman sendiri.

Keadilan yang dilakukan oleh alam sangatlah rumit. Bisa saja seseorang menerima yang tampaknya bagi manusia tidak adil, tetapi hukum alam memiliki rumusan yang sangat rumit. Sebagaui contoh dalam kehidupan sehari-hari kita.

Ada seseorang bapak dalam keluarga baik-baik, tetapi memiliki anak yang tidak normal. Bagi kita yang hanya melihat dari luar bisa komplain, mengapa si bapak atau ibu baik, tetapi mendcapatkan anak yang menjadi beban?

Ini semua terkait masa lalu bagi orangtua dalam rumah tangga tersebut. Kita tidak hanya melihat saat ini, seperti itulah alam bekerja. Berlandaskan hal tersebut, kita yang hidup saat ini mesti terus 'eling' dan waspada dalam berpikir, berucap, apalagi bertindak. Semuanya direkam oleh alam semesta. Sekarang saya amat sangat meyakini bahwa alam semesta adalah gudang rekaman dari pikiran, ucapan serta perbuatan manusia yang pernah hidup di bumi ini. Inilah yang dinamakan sebagai AKASHIC RECORD. 

Hal tersebut di atas sekarang dapat digambarkan dengan mudah. Dengan adanya ICLOUD yang berhasil dibuat manusia, kita bisa menyimpan file kita. Tidak lagi di perangkat keras, tetapi dikelola oleh mbah Google. Dengan kata lain, ICLOUD bisa diidentikkan dengan AKASHIC RECORD kecil/mini. Bahkan super mini, karena tidak akan ada satu alat buatan manusia yang bisa menyimpan semua rekaman yang diperbuat oleh manusia. 

Semakin memahami tentang keadaan alam semesta yang begitu rumit dan kompleks telah membuat saya semakin sadar bahwa sehebat apapun yang bisa dibuat oleh alat manusia sesungguhnya masih amat sangat kecil dengan alam semesta. Selama ini kita hanya melihat segala sesuatu yang tampak oleh pancaindera, kita lupa bahwa ada sesuatu yang lebih bernilai dalam diri kita. Jangankan penggalian atau perjalanan ke dalam diri sendiri, bahkan tidak seorang pun bisa mengerti batasan pikiran manusia. 

Selama ini kita anggap otak bisa menyimpan memori, tetapi kita lupa bahwa otak hanyalah perangkat keras yang digunakan oleh pikiran untuk mengekspresikan diri. Selain itu, otak juga digunakan untuk melakukannya transformasi dari intelektual; berdasarkan untung dan rugi, menjadi intelegensi atau buddhi,  pikiran kritis manusia seutuhnya.

Kembali pada topik pembahasan saya tentang Hukum dam Keadilan.

Yang akan saya sampaikan adalah bahwa janganlah terlalu berharap bahwa hukum bisa memberikan KEADILAN bagi kita. Yang bisa diwujudkan oleh hukum adalah keadilan yang didasarkan pada kemampuan otak manusia yang hanya berdasarkan fakta. Tentang fakta pun kita belum paham. Karena fakta tidak selamanya bisa membantu tanpa diberengi si orang yang menemukan fakta memahami hukum alam. Atau bisa saya katakan yang melihat fakta belum bisa menjadi manusia yang memahami pikiran kritis atau atas dasar neocortex.

Mohon maaf pembaca yang berkenan membaca tulisan saya, karena pasti bingung dengan cara pikir saya.

Apapun yang terjadi terhadap kita, yang bisa dilakukan adalah menerima sebagai hukum alam yang mesti dijalani. Anggap saja sesuatu akibat perbuatan kita di masa lalu. Karena kita semua juga tidak bisa mengetahui masa lalu. Lantas solusinya?

Senantiasa memperbaiki diri saat hidup ini demi menciptakan akibat baik di masa hidup akan datang. Terimalah hidup seutuhnya, bila penderitaan, ya mesti kita terima sebagai alat koreksi yang mesti kita lakukan pada kehidupan ini.

Di atas segalanya : 'Hidup saat ini adalah berkah yang amat sangat pantas kita syukuri. Tanpa adanya kehidupan saat ini , kita tidak memiliki otak sebagai perangkat keras untuk memperbaiki diri sendiri sehingga kita menuju menjadi manusia sejati.

Saya ingat pesan yang sangat bermakna : 

'ADALAH DOSA PALING TIDAK BISA DIAMPUNI BILA TIDAK BISA BERSYUKUR'     

https://elohim.id/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun