Agama berdasarkan kepercayaan. Kepercayaan hanya mengikuti apa kata orang atau hanya bedasarkan sesuatu yang di luar diri, bukan berdasarkan pengalaman pribadi. Inilah yang disebut pengetahuan pinjaman. Umumnya mereka hanya ikutan, atau istilah kerennya : 'Follow the crowds'
Sebagai contoh, kita melihat matahari terbit dari timur dan tenggelam di barat. Karena kita melihat sendiri, maka kita yakin bahwa besok matahari pasti terbit dari timur dan tenggelam di barat. Kita menyaksikan sendiri dan mengalaminya.Â
Segala yang disampaikan oleh lembaga keagamaan berdasarkan kitab yang ditinggalkan oleh para suci. Jadi segala info berdasarkan yang tertuliskan dari kitab. Kita hanya membaca dan mungkin mendengarkan yang disampaikan oleh mereka yang dianggap pemimpin. Ini termasuk pengetahuan pinjaman, kita percaya saja.
Para penempuh jalan spiritual melakoni berdasarkan pengalamannya sendiri. Guru saya mengatakan : Melihat/mendengar, menguji/meneliti, kemudian meyakini. Jadi dalam ranah spiritual, para pencari mesti melakukannya pengujian terlebih dahulu sebelum meyakininya. Dan pada umumnya, para mursid atau guru spiritual menerima interaksi dua arah. Terjadi komunikasi, bukan dogma. Hal Ini yang membuat, terkadang guru spiritual berbuat inkonsisten. Bisa saja mereka melakukan revisi atas apa yang pernah disampaikan. Memang tampaknya tidak meyakinkan karena keterangan hari ini mungkin beda dengan yang dijelaskan kumarin.Â
Bukan hal aneh, karena tidak satu pun di dunia ini yang tidak berubah. Dengan kata lain, yang abadi hanyalah perubahan...
Para penganut kepercayaan belum memiliki keyakinan berdasarkan pengalaman sendiri, sehingga terkadang antar penganut kepercayaan pun bisa saling menganggap jalan yang ditempuhnya paling baik, atau paling lunak mereka saling bertoleransi, belum sampai pada tingkat mengapresiasi.Â
Para penempuh jalan spiritual berani mengatakan bahwa yang saya jalani atau lakoni tidak lebih baik dari yang dilakoni orang lain. Dengan demikian, mereka memiliki cara pandang yang lebih universal, karena satu hal yang sama bahwa Sang Sumber Agung satu dan sama. Kita semua berada di dalam Dia.Â
Bagi para  pengikut kepercayaan senantiasa mencari Tuhan di luar dirinya, sedangkan para pejalan spiritual berupaya menoleh ke dalam diri. Mereka sadar bahwa Tuhan tidak hanya di luar, tetani juga ada di dalam dirinya sehingga kebahagiaan bukan harus dicari lagi, tetapi menemukan kembali. Tuhan tidak hilang sehingga tidak perlu dicari, yang perlu dilakukan hanya menyadari kehadiran-Nya setiap saat dan bila Tuhan ada dalam dirinya, maka Dia juga dapat dipastikan berada dalam diri setiap makhluk.Â
Pertengkaran dan pertikaian selalu terjadi pada para penganut kepercayaan. Hal ini terjadi karena pada umumnya mereka menganggap bahwa kepercayaan yang diikutinya adalah tujuan, bukan jalan. Ritual bagi mereka merupakan yang harus diikuti paling baik dan benar. Sangat sulit bagi mereka untuk mengakui bahwa jalan orang lain atau kepercayaan lain juga menuju ke arah yang satu dan sama.Â
Semoga kita semua menyadari dan bisa mengatakan bahwa kepercayaanku tidak lebuh baik daripada kepercayaanmu. Baru bisa terwujud kedamaian dan ketentraman  di muka bumi..........
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H