Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menaklukkan Kematian Menggapai Kebahagiaan

29 April 2024   06:30 Diperbarui: 29 April 2024   09:54 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kematian

Kematian tubuh tidak bisa dihindari, karena maman ini merupakan hukum alam. Tidak ada tubuh yang abadi, namun demikian tidak dengan pikiran atau roh. Roh terdiri dari gugusan pikiran dan perasaan, ini yang tidak bisa mati. Oleh karena itu bisa ditaklukkan oleh siapa saja. Bukan hanya orang pilihan yang bisa menaklukkan. Yang harus dipahami adalah apa yang bisa mati?

Setiap manusia harus memahami adanya keabadian dalam dirinya. Yang paling mendasar adalah pemahaman terhadap arti kata 'manusia'. Kata manusia terdiri dari dua kata: 'manas' dan 'isya'. Kata pertama berarti pikiran, yang saya maksudkan dengan pikiran adalah segala sesuatu yang memikirkan materi, semata untuk kepentingan diri sendiri, sedangkan intelegensi atau buddhi adalah pola pikir yang dilandasi kepentingan orang banyak.  Sedangkan kata ke dua atau 'isa' berarti ilahi. So, yang mati adalah pikiran atau intelektual. Bila pikiran atau intelektual berkaitan dengan kenyamanan indrawi; untung-rugi, mati; kebahagiaan pun digapai.

Tubuh atau Badan

Ya, yang mengalami kematian adalah tubuh atau badan, segala sesuatu yang bersifat bendawi atau materi. Adalah hukum alam bila setiap materi atau benda senantiasa berubah. Pikiran juga materi. Oleh karena itu, kita harus melampaui sifat materi atau ke-materilisme-an dalam diri kita. Kebahagiaan bisa digapai dengan cara memasuki ke keabadian diri.

Alam ini juga ilusi, tidak ada yang bersifat abadi; semuanya sedang berubah. Inilah hukum alam yang tidak bisa ditentang, musnah dari suatu bentuk dan berganti atau berubah ke bentuk lain. Sebagai contoh: tubuh kita sesungguhnya sudah mengalami kematian beberapa kali. Tubuh kita terdiri dari milyaran sel, dan setiap sel akan mati setiap 5-7 tahun. Jadi sesungguhnya tubuh kita 10 tahun yang lalu tidak sama dengan tubuh kita saat ini. Jadi bila kita lihat photo 10 tahun yang lalu, itu bukan lagi tubuh yang sama dengan saat ini.

Rasa takut

Timbulnya rasa takut terhadap kematian adalah karena kita berada pada kesadaran tubuh. Kita semua terdiri dari 5 lapisan kesadaran : 

  • Kesadaran Tubuh atau fisik
  • Kesadaran Prana atau energi
  • kesadaran Mental/Emosional
  • Kesadaran Intelegensi
  • Kesadaran Kebahagiaan Sejati 

 Lapisan paling luar adalah kesadaran tubuh, dan selama kita terpancang pada lapisan pertama akan terus merasakan ketakutan akan kematian. Karena memang tubuh fisik akan berubah saat roh meninggalkan tubuh.

Dari buku Dvīpātara Jñāna Śāstra by Anand Krishna:

Sang Penakluk Kematian memberikan anugerah keabadian kepada kita dengan membebaskan diri dari rasa takut akan kematian. Seseorang yang terbebas dari ketakutan tersebut dan tidak lagi takut mati, sesungguhnya, adalah abadi. Orang tersebut tidak terdelusi dengan kesadaran jasmani/tubuh. Senantiasa hidup dalam Kesadaran Jiwa, selalu sadar bahwa Jiwa sesungguhnya tidak pernah terpisah dari Sang Jiwa Agung.


Berikutnya, sebagai Penakluk Musuh, Gusti membantu kita tenang atas insting-insting dan kecenderungan rendahan kita; menang atas pancaindra dan indra-indra persepsi; serta mengatasi  obsesi dan hasrat kita adalah perjuangan sepanjang hidup kita. Bila kita mampu mengatasi musu-musuh kita, maka kebahagiaan sejati adalah keniscayaan.

Musuh-musuh di luar tiada lain merupakan proyeksi musuh di dalam diri. Begitu kita telah menaklukkan musuh di dalam  diri, musuh-musuh di luar akan menghilang dengan sendirinya. Rasa takut, cemas, gelisah, dan khawatir adalah musuh yang mesti kita taklukkan dalam kehidupan saat ini. Inilah cara untuk menggapai kedamaian dan ketenteraman sejati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun